:: Bab XVI ::

296 51 20
                                    

Rakhel terpaku di tempatnya saat ia dan Chandra sama-sama menghentikan langkah. Mata berbinarnya mengerjap beberapa kali, sementara tangannya terkepal menahan gemas.

Tepat di hadapan mereka sekarang adalah sebuah lahan kecil yang dikelilingi oleh pagar kayu berlapis jaring kawat. Di bagian tengah lahan ada rumah-rumahan yang terbuat dari kayu. Sedangkan di sudut-sudutnya, tergeletak beberapa buah liter box berisi pasir. Ada pula beberapa mangkuk berisi makanan kering serta mesin pancuran air.

Setelah dihitung, termasuk induk dan 4 anak kucing yang dilihatnya tadi, ada 9 kucing yang sedang bermain di dalam lahan berumput itu. Mereka tampak sangat terawat dan gendut. Rakhel tak menyangka ada kandang khusus yang disediakan untuk kucing-kucing di tempat pelatihan tersebut.

Chandra berusaha untuk tidak mengembangkan senyum ketika melihat mata berbinar Rakhel. Ia segera menyuruh gadis itu untuk masuk dan menyapa langsung kucing-kucing yang dirawat di sana atas inisiatifnya.

"Dari pada ngehukum kamu untuk squat jump, mending kamu bersih-bersih di sini."

Rakhel menoleh, "Kok, gitu?"

"Kenapa?" Chandra pun balik bertanya. "Kamu lebih senang dihukum squat jump dari pada bersih-bersih di sini?"

Gelengan cepat diberikan Rakhel sebagai jawaban. Tentu saja, bersih-bersih kandang kucing bukan masalah besar untuknya. Ia tidak langsung mati hanya karena membuang kotoran kucing atau mencuci tempat makan mereka. Sedangkan kebanyakan squat jump bisa membuatnya kehabisan napas, belum lagi resiko cedera lain yang bisa merugikan.

Rakhel pun langsung mengambil alat penyerok kotoran serta sebuah plastik yang tersimpan di dekat pintu kandang itu. Yang ia mulai lebih dulu adalah membuang kotoran-kotoran yang sudah menggumpal di dalam liter box.

Sementara di belakangnya, Chandra mengumpulkan semua mangkuk yang kotor kemudian mencucinya. Beberapa kucing yang menyadari kehadirannya seketika berkerumun di sampingnya. Ada yang bergelung manja, meminta diusap-usap.

Hanya satu dari kumpulan kucing itu yang bergerak mendekati Rakhel. Si anak kucing dengan bulu yang sepenuhnya berwarna hitam. Dia duduk manis dengan mata menilik apa yang tengah Rakhel lakukan. Tampak penasaran.

"Hai!" Rakhel menyapanya dengan semangat. Selesai memasukkan kotoran ke dalam plastik untuk dibuang, ia mengusap-usap anak kucing berbulu hitam itu.

"Kamu yang tadi nontonin aku latihan, kan? Gara-gara salah fokus sama kamu, nih, aku dihukum," keluh Rakhel, bermaksud bercanda. Dengan beberapa usapan lembut darinya, anak kucing itu justru semakin mendekat sebelum akhirnya telentang di tanah. Tanda bahwa dia nyaman dengan perlakuan lembut Rakhel padanya.

"Lucu banget, sih! Kamu mau, gak, aku kenalin ke kucing aku? Namanya Chipchip! Kamu panggilnya Kak Chipchip, ya. Soalnya dia lebih tua dari kamu. Tapi, dulu waktu kecil dia seukuran kamu juga, loh."

Masih sambil bermanja dengan kucing itu, Rakhel merogoh saku celana-nya. Ia membuka ponsel kemudian menunjukkan foto Chipchip yang ia jadikan wallpaper.

"Tuh. Mukanya agak nyebelin, sih. Tapi, baik, kok."

Kucing itu bergerak mengendus-endus layar ponsel Rakhel. Tawa Rakhel pun lepas dan sesaat kemudian ia pun menunjukkan video dan foto Chipchip yang lain. Seolah tahu kalau kucing hitam itu tertarik pada anak bulunya di rumah. Tangan kecil kucing itu pun mendarat di layar ponselnya, sepertinya berharap bisa menyentuh Chipchip secara langsung. 

"Gimana kabar Chipchip?"

Secara perlahan, tawa Rakhel berakhir. Tergantikan oleh mimik datar beserta bibir yang membentuk satu garis lurus. Ia menatap pria yang kini ikut jongkok di sampingnya sambil menelaah perasaannya sendiri. Sebelum akhirnya ia merasakan getir di dalam hatinya itu. 

Romance is Not EasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang