:: Bab XV ::

250 40 1
                                    

Kring! Kring! Kring!

Tok! Tok! Tok!

Tang! Tang! Tang!

"BANGUN, SEMUA! BANGUN!"

Padahal butuh penantian sekian lama untuk Rakhel bisa tidur dengan nyenyak di atas ranjang yang lebih mirip papan penggilasan. Namun, baru setengah jam berselang, para pelatih sudah ribut membangunkan peserta pelatihan dengan suara lantang serta berbagai bunyi yang memekakkan telinga. Akibat dibangunkan secara tidak manusiawi, Rakhel harus menahan pusing yang mendera kepalanya. 

Rakhel sempat memeriksa ponselnya. Sekarang bahkan baru pukul 3 pagi. Ia sangat yakin kalau hewan-hewan buas di hutan yang mengelilingi tempat pelatihannya ini juga pasti belum bangun. Entah rencana apalagi yang dibuat oleh para pelatih untuk menyiksa peserta hari ini. 

Sampai pukul setengah 4, para peserta diberi waktu untuk mandi dan bersiap-siap sebelum mengikuti agenda kerohanian. Rakhel hanya bisa gigit bibir saat berjalan keluar dari barak. Udara pagi di sana bahkan jauh lebih dingin dari pada AC di ruang guru, tempat kerjanya. 

Berkat perintah itu, semua kamar mandi yang tersedia pun penuh. Antrean mengular dan kenyataan tersebut memancing kepanikan sebab tidak ada yang mau terlambat di setiap agenda pelatihan. Waktu mereka tidak banyak. Sedangkan bayang-bayang hukuman yang menyiksa seperti hari kemarin terus menghantui mereka. 

"Ah, dingin banget lagi," keluh Nita, mengeratkan handuk yang memeluk tubuhnya. Bersama Rakhel, kedua perempuan itu sabar mengantri di depan area kamar mandi khusus wanita. Mereka juga sempat melempar sapa pada Iqbaal yang baru keluar dari barak laki-laki dengan muka bantal-nya. Pria itu sukses mengundang gelak tawa mereka.

"Hari ini masih pakai kaus yang dari sekolahan, ya, Nit?"

"Kalau dari aturan, sih, iya, Khel." Nita menjawab kemudian mengambil kaus milik Rakhel lantas melihatnya dengan seksama. Semalam, Rakhel bercerita tentang kaus-nya yang terasa sesak dan membuat setiap pergerakannya jadi tidak nyaman. Ia jadi menyadari satu hal janggal dari kaus di tangannya itu. "Eh, bagian ketiak-nya ada yang lepas, nih, Khel, jahitannya."

"Hah? Mana?" Disertai mimik wajah panik, Rakhel mengambil kembali kaus-nya dari tangan Nita. Melihat ke titik yang ditunjuk ibu hamil itu, ia pun mendesah keras. "Yah, elah."

Nita memberi saran, "Pakai aja kaus yang lain, Khel. Masa lo mau pakai kaus yang udah robek. Sesak juga, kan? Mending ganti aja, deh." 

"Tapi, kan, peraturannya harus pakai kaus ini, Nit," sahut Rakhel. Membayangkan regu-nya harus dihukum hanya karena perkara kaus-nya yang berbeda sendiri di antara yang lain, ia langsung bergidik ngeri. Gara-gara terlambat datang kemarin saja, ia sudah dijauhi oleh seluruh anggota regu-nya. Jangan sampai urusan kaus sobek membuatnya kembali dikucilkan hari ini. 

"Ya, tinggal izin aja, Khel. Semua pelatih gak mungkin se-tega itu, lah, ngebiarin lo pakai baju sobek begini."

"Tapi-"

"Sana, ambil kaus lain aja. Gue tunggu sini biar antrian kita gak diselak orang."

Dorongan kencang Nita hanya memberi Rakhel satu opsi. Ia pun keluar dari antrean kemudian berbalik ke barak-nya. 

Begitu kembali, barak tampak sepi. Tentu saja bisa begitu karena semua orang sekarang sedang mengantre untuk mandi. Suasana yang sunyi dan senyap cukup ampuh untuk menarik bulu kuduk berdiri. Rakhel yang lumayan penakut pun membongkar tas-nya dengan tergesa-gesa. 

"Duh, kenapa kaus-nya di bawah banget, sih?" Sambil menggerutu, Rakhel mengeluarkan semua pakaian yang saat berangkat sudah tersusun rapi di dalam tas. Kalau Bunda-nya melihat ini, ia pasti kena damprat. 

Romance is Not EasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang