Memerlukan waktu seminggu Ruby di rawat, kini waktunya anak kecil itu di perbolehkan pulang. Bibir mungil itu juga selalu memperlihatkan senyuman selama ia di rawat.
Ah, ada fakta mengejutkan. Dua hari yang lalu, ia di kunjungi wanita tua. Wanita tersebut datang seorang diri. Dengan pakaian mewah seperti orang kalangan atas dan perhiasan mewah menghiasi serta hiasan wajah menor. Wanita itu berkata jika ia merupakan ibu tiri Alister, yang artinya nenek nya Ruby.
"Jadi kamu anak putra ku? Perkenalkan aku ibu dari ayahmu!" ujar wanita bernama Salfa itu dengan wajah angkuh.
Kening Ruby mengerut heran. Setau Ruby, ibu dari Alister sudah meninggal sewaktu Alister berusia 13 tahun, lalu satu tahun kemudian ayah Alister kembali menikah dengan seorang pelayan sebab, ayah Alister tak sengaja meniduri wanita tersebut di karenakan mabuk.
Awalnya ayah Alister tak perduli akan hal itu, sebagai ganti rugi nya, ayah Alister memberi amplop tebal. Sebulan kemudian pelayan itu datang kembali mengatakan jika ia hamil. Mau tak mau ayah Alister menikahi pelayan tersebut. Namun setelah tiga bulan pernikahan mereka, wanita itu ke guguran karena terjatuh dari tangga. Kecelakaan itu bisa di bilang fatal, sebab janin wanita itu harus di angkat.
Singkat nya begitu.
Ruby mengangguk paham, lalu menatap nenek Salfa. "Nenek ambilkan luby minum" nenek Salfa menatap Ruby tak suka. Namun tak ayal dia mengambil segelas air putih di meja samping brankar.
"Nenek kulit apel ini belum papa kupas. Nenek boleh kupas kan?" Ruby menunjuk tempat yang berisi buah-buahan yang berada di meja bersampingan dengan gelas minum tadi.
"Kamu!" nenek Salfa menunjuk wajah Ruby emosi, ia saja belum duduk barang sedetik pun namun anak perempuan dari putra tiri nya ini sudah menyuruh nyuruh nya.
"Kenapa nek?" Tanya Ruby polos sekaligus bingung.
"Cih!" nenek Salfa mengambil tempat buah tersebut dengan kasar. Kemudian berjalan menuju sofa. Ruby tersenyum miring dan menatap nenek Salfa penuh arti.
"Saya periksa dulu ya nona manis"
"Em!" Ruby memperhatikan apa saja yang di lakukan dokter berwajah tampan yang saat ini memeriksa nya. Paduan antara sepatu dan lantai keramik menggema, mengalihkan atensi Ruby.
"Papa!" Alister tersenyum tipis saat melihat senyum lebar sang putri. Tangan yang memperlihatkan urat-urat itu mendarat di kepala Ruby dan mengacak nya sedikit.
"Karena pemeriksaan sudah selesai, saya izin pamit tuan Alister" Alister mengangguk mempersilahkan dokter tampan dan suster itu pergi.
"Papa abis dali mana?"
"Papa abis dari kantor sayang. Kenapa? ada yang ganggu putri manis papa kah?" tanya Alister ketika menggendong Ruby. Kepala Ruby menggeleng, lalu menenggelamkan wajah nya di pundak sang ayah.
Sepanjang jalan melewati lorong rumah sakit kedua ayah dan anak itu terus mengobrol lebih tepatnya Ruby yang terus mengoceh. Beberapa orang yang berlalu lalang pun tak jarang memandang mereka.
Sesampainya di parkiran rumah sakit, Alister dan Ruby memasuki mobil dengan Ruby yang berada di pangkuan Alister.
"Pah kok barang-barang Ruby ada di sini?" Ketika Ruby mengintip ke kursi belakang Ruby melihat beberapa barang nya terletak di kursi. Ke tiga boneka besar milik nya pun terletak di kursi belakang.
Saat ini mereka mereka menggunakan mobil Alphard tanpa ada nya sopir. Ya hanya ada mereka berdua di dalam mobil Alphard tersebut.
"Kita pindah. Gapapa kan?" tanya Alister hati-hati.
"Pindah? kenapa?" tanya balik Ruby bingung. Ia sudah betah tinggal di sini. Suasana nya segar dan indah, di lihat-lihat bukan hanya Ruby saja yang betah Alister pun kelihatannya sama. Lalu kenapa pindah? apa ada masalah lagi? batin Ruby bertanya-tanya.
Alister tersenyum tipis dan mengacak rambut sang putri. "Belum saat nya kamu tau okay? tunggu kamu udah besar nanti, pasti bakalan tau" mendengar hal itu Ruby mencabik bibirnya kesal. Andai saja Alister tau jika di dalam tubuh putri kandungnya ini ada jiwa seorang gadis berumur 17 tahun!.
"Papa ga acik! main na lahasia lahasia-an!" seru Ruby mencabik bibirnya kesal.
Alister terkekeh kecil dan mencubit pipi chubby putrinya itu gemas.
"Ndak usah pegang-pegang luby!" seru Ruby menarik paksa tangan kiri Alister yang mencubit pipi chubby nya.
"Oke"
Lima menit berlalu, Ruby menatap Alister dengan wajah mendongak. Mata nya berkaca-kaca sebab Alister sama sekali tak mengeluarkan suara nya. Bahkan wajah nya sama sekali tak ada ekspresi.
Tangan mungil Ruby menepuk dada Alister namun sepertinya pria itu sama sekali tidak terganggu.
Bibir mungil Ruby mulai bergetar, siap menumpahkan tangisan nya. "H hiks!" isakan kecil berhasil lolos dari bibir nya membuat Alister yang tadi nya fokus menyetir langsung mengalihkan atensi pada sang putri.
Pria itu sedikit terkejut ketika melihat wajah merah sang anak. "Kenapa sayang?" tanya Alister bingung.
"Hua p-papa jahat hiks! hua" dahi Alister mengerut mendengar hal itu. Alister rasa ia tak melakukan kesalahan.
Sambil menatap jalanan Alister berkata, "Papa jahat kenapa sayang? kalau papa salah papa minta maaf baby. Don't cry okay?" Alister mengusap kelopak mata Ruby agar anaknya itu berhenti menangis.
"H hiks papa ndak hiks ndak mau ngomong hiks cama luby hiks!" Alister menghela nafas panjang, jadi ini yang membuat anak nya salah paham? astaga Alister sungguh tak habis pikir.
"Papa ga ngomong karena papa fokus nyetir baby" ujar Alister sabar.
Kedua mata Ruby mengerjab berulang kali. "Jadi hiks jadi luby calah paham?" tanya Ruby di anggukan Alister.
Kedua tangan mungil Ruby mengusap kedua pipi chubby nya. Kemudian gadis itu memeluk Alister menenggelamkan wajah nya di sana.
"Tidur gih" gumam Alister mengusap-usap punggung sang anak sesekali menepuk nya pelan. Tak butuh lima menit, dengkuran halus pun terdengar membuat Alister tersenyum tipis.
"Lucu banget putri papa" gumam Alister mengusap rambut Ruby yang kini mulai panjang.
~oOo~
Ruby menggeliat merasa terganggu dari tidurnya. Tangan mungil nya semakin memeluk erat tubuh Alister namun tepukan pelan dari pipi nya semakin membuatnya terganggu.
Akhirnya kedua kelopak mata itu terbuka, menampakkan manik biru laut.
"Em, pah?"
Alis Alister terangkat, tangan Alister membuka tutup botol minum kemudian mengarahkan botol tersebut ke mulut Ruby.
"Udah sampai ya pah?" tanya Ruby menatap luar kaca mobil. Senyum tipis tercetak ketika melihat suasana di luar. Tak jauh beda dari dunia asli, negara Australia sangat indah dan luas.
"Pah nanti jalan-jalan ya?"
.
.
.TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
RUBY
Teen FictionIni tentang Ruby. Tentang Ruby yang ingin merasakan di manja oleh sang ayah. Namun harus tertelan karena ayahnya sudah tiada. Fakta pahit yang baru terungkap membuat Ruby merasa bersalah. Dan siapa yang tau tentang takdir? nyawa Ruby terenggut saat...