Bab 23 √

19.3K 1.1K 12
                                    

Esok paginya demam Ruby akhirnya menurun. Alister yang berjaga sepanjang malam pun dibuat lega. Alister memandangi wajah damai putrinya dengan tangan yang senantiasa mengusap surai kecoklatan itu.

Tok tok tok

Ketukan pintu dari arah luar membuat usapan di tangan Alister terhenti. Pria itu menegakkan tubuhnya, kemudian melangkah mendekati pintu.

Ceklek

"Maaf tuan menganggu. Di bawah ke dua adik anda datang berkunjung bersama keluarganya" jelas Ana.

Alister berdehem, "katakan untuk menunggu sebentar" katanya lantas membuat Ana mengangguk paham.

"Suruh juga Gina untuk menjaga putri saya selama saya di bawah" titah Alister membuat Ana kembali mengangguk.

"Baik tuan"

Alister kembali menutup pintu. Ia melangkah mendekati kasur. "Papa ke bawah dulu" tangannya mengusap-usap dahi Ruby yang mengeluarkan keringat banyak. Kemudian beralih mengambil handphone di meja nakas.

Cup

Sebelum pergi, Alister menyempatkan diri untuk mengecup dahi putrinya itu.

Beberapa menit setelah kepergian Alister, Gina pun datang. Perempuan itu melangkah kecil mendekati kasur dan melihat anak tuan nya tengah tertidur.

Karena tak ingin menganggu, Gina pun memutuskan untuk membereskan kamar Alister.

Gina tak sadar jika dahi mulus dari anak itu kini mengerut. Bulir-bulir keringat membahasi wajah nya.

"Hihi"

"Kakak kakak!"

Ruby menatap linglung sekitarnya. Kenapa? kenapa ia di sini? tempat apa ini? suara siapa tadi?batin nya bertanya-tanya. Ruby bingung, tempat ini seperti di tengah hutan namun cahaya nya begitu terang. Aneh nya, meski terang cahaya itu tidak membuat mata sakit.

Ruby mengerjab. Ia baru menyadari jika ia berada di tubuh nya dulu. Bukan lagi di tubuh Ruby kecil. Perasaan nya tiba-tiba kalut. Apa ia akan kembali?

"Di sini! Ruby di sini kakak" suara itu kembali terdengar. Ruby merasa seperti mengenali suara tersebut, em seperti suara Ruby kecil?

"Kakak tolong! kakak tolongin Ruby hiks tolong!" Suara nya semula nya terdengar antusias itu berubah dengan suara tangisan meminta tolong. Ruby bingung, ia ingin mencari asal sumber suara namun Ruby bingung karena di tempat ini tak memiliki arah. Pepohonan saling berdempetan tak memiliki celah. Aneh.

"Akhh!!" Kepala Ruby tiba-tiba saja terasa sakit. Telinga nya berdenging, tangan nya mengepal.

"Kakak lari. Kakak!" Entah bagaimana, tubuh Ruby langsung merespon. Perempuan itu berlari dengan kedua tangan yang menutupi telinga.

Dari arah belakang, entah itu ratusan ataupun ribuan. Puluhan bayangan hitam mengejar tubuh Ruby dengan cepat. Ruby ketakutan.

"Sial sial. Mahluk aneh sialan!" Umpat Ruby seraya menambah kecepatan lari nya. Satu persatu dari mereka tiba-tiba saja menghilang, namun kecepatan dari bayangan di depan nya semakin bertambah. Ruby kelabakan. Jujur saja ia sekarang lelah. Nafas nya terasa sesak.

"Kakak lari! Arah depan pohon ketiga ambil ranting kecil di sana! cepat kakak!" Ruby mengerjab, sebenarnya ini kenapa? kenapa bayangan ini mengejarnya? dan dimana Ruby kecil? kenapa hanya suara nya saja yang terdengar? batin Ruby bertanya-tanya. Tak ayal, ia menambah kecepatan lari nya meski nafas nya seperti di ujung tanduk.

RUBYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang