Sean

21 3 0
                                    

Bel pulang sekolah berbunyi nyaring. Sky yang dari tadi tidur di kelas langsung menegakkan tubuhnya. Dia mengemasi buku-bukunya yang berserakan di meja lalu memasukkannya ke dalam tas dengan asal. Menimbulkan decakan malas dari Jihan.

"Lo pulangnya gimana?" tanya Sky pada Jihan yang masih berkemas.

"Biasa," jawab Jihan.

"Sama gue aja yuk," ajak Sky.

"Boleh. Kamu ke club dulu emang?"

"Iya."

Sky meraih tasnya kemudian menyampirkannya ke bahu. Menyusuri koridor yang sudah terlihat sepi meski bel pulang baru berbunyi 10 menit yang lalu. Awan hitam yang mengantung sore hari ini membuat siapapun memilih untuk langsung pulang sebelum hujan turun.

"Ky, ehm lewat jalan lain yuk." Jihan menarik ujung kemeja seragam Sky saat mereka berjalan menuju parkiran.

"Kenapa?" Sky menaikkan alisnya heran.

"Ada mereka," bisik Jihan.

Sky mengikuti arah pandang Jihan dan melihat tiga laki-laki yang dilihatnya tadi pagi sedang berjalan menuju arah berlawanan dengannya. Matanya kembali bertubrukan dengan mata tajam Sean yang sukses membuatnya bergidik. Manik hitam kelam laki-laki itu seolah bisa melubangi mata Sky. Mengintimidasinya bahkan saat mereka masih terpisah jarak 5 meter.

"Sky," panggil Jihan. Jantungnya sudah berdetak tak karuan. Entah karena takut atau karena alasan lain.

"Tanggung deh, keliatan banget kita ngehindar kalau kita tiba-tiba balik," jawab Sky. Dia meraih lengan Jihan kemudian menarik gadis itu untuk tetap berjalan.

Sky menghela napas pelan. Dia memberanikan diri untuk tetap berjalan meski sebenarnya jantungnya juga berdetak tidak karuan. Dia tidak tahu kenapa sebesar ini pengaruh seorang Sean baginya. Sampai-sampai menatap wajahnya lagi saja dia tidak berani.

Aroma coklat yang menyengat tercium di indra penciuman Sky saat Sean berjalan melewatinya. Dia melirik nametag yang ada di dada kanan laki-laki itu. Dan apa yang dia lihat membuatnya mengernyit.

"Sean Aditya A.?" gumam Sky heran. Dia berhenti berjalan lalu menoleh ke belakang. Menatap punggung Sean yang semakin menjauh darinya. "Kenapa rasanya kayak nggak asing, ya?" tanya Sky lebih kepada dirinya sendiri

"Ky, kenapa?" Jihan ikut berhenti dan menatap Sky heran.

Sky tersadar lalu menggeleng cepat. "Nggak, nggak papa."

ᅳ..ᅳ

Sebuah limusin berwarna hitam melaju melewati sebuah gerbang menuju sebuah rumah mewah dengan pengamanan ketat. Limusin itu berhenti tepat di depan pintu utama. Beberapa pelayan sigap untuk menyambut di depan pintu. Seorang bodyguard membukakan pintu mobil, mempersilahkan tiga orang laki-laki untuk turun. Kepala pelayan segera memerintahkan anak buahnya untuk mengambil alih barang-barang yang dibawa tiga laki-laki tersebut.

Sean berjalan di depan diikuti oleh Alaska dan Reyhan dibelakangnya. Dia melewati sebuah aula besar yang terlihat lengang sore hari ini. Sean berjalan menuju sebuah lift pribadi yang akan membawanya ke lantai dimana kamarnya berada. Sedangkan Reyhan dan Alaska terus berjalan ke halaman belakang. Disana ada dua rumah yang tak kalah mewahnya dengan rumah utama. Itulah rumah Reyhan dan Alaska.

Rumah mereka dikelilingi oleh tembok besar dengan pengamanan ketat. Dibalik tembok itu berjajar rumah-rumah perumahan elit yang digunakan sebagai kamuflase. Penghuni perumahan itu sama sekali tidak mengetahui apa yang ada di balik tembok besar belakang rumah mereka.

Lift yang membawa Sean berdesing naik. Beberapa detik kemudian pintu lift terbuka dan menampilkan sebuah lorong remang-remang yang kosong. Lantai ini adalah lantai pribadi Sean. Tidak sembarang orang bisa masuk dan hanya orang khusus saja yang diijinkan. Beberapa pelayan yang membawa barang-barang dan keperluan Sean muncul dari lift khusus. Mereka berjalan di belakang Sean kemudian segera pergi setelah urusan mereka selesai.

SEANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang