Jjay selalu memikirkan hal itu, kenapa? kenapa harus dengan mantan kekasihnya. Mungkin di luaran sana ada banyak orang yang lebih bisa membuat ayahnya nyaman selain Bible-- tapi kenapa takdir menuntun sebuah hubungan yang menurutnya tak seharusnya terjalin.
Jjay muak.
Namun, dirinya tak sanggup untuk sekedar mengutarakan protes. Terlebih ia tau betul bagaimana peringai ayahnya.
Jika ingin mendapatkan yang tulus terkadang kita harus mencurinya dari seseorang yang tidak bersyukur.
Memikirkannya saja sudah membuat amarahnya tersulut, tapi bibirnya hanya bisa bungkam-- kelu untuk mengutarakan sebuah jawab.
Kehadiran Bible yang terlalu sering di huniannya semakin membuat Jjay hilang kesabaran dan berakhir dirinya yang angkat kaki dari sana.
"Mau kemana?" tanya Jes.
"Pergi"
"Kenapa? masalah hubunganku?"
Jjay memejamkan matanya sesaat dan berbalik berhadapan dengan Jes.
"Kalau iya?"
Jes berdecih,
"Bukannya kamu yang berkhianat lebih dulu?"
"Dia mantan kekasihku, papa!"
"Kekasihmu yang bernama Fuaiz juga sahabat Bible, tidak ada bedanya"
Sialan!
Terjadi perdebatan meskipun hanya berselang beberapa menit, Jjay tetap pada keputusannya pergi dari sana tanpa memikirkan hal kedepannya.
"Kamu bisa pulang jika butuh uang" Pungkas Jes di akhiri kekehan, ia tau betul Jjay seperti apa. Anak itu masih belum bisa mencari uang sendiri, terlebih masih menjalani pendidikan di salah satu universitas bergengsi dengan biaya yang cukup mahal.
Pergi?
Rasanya tak mungkin bagi Jes.
"Masih mau pergi?"
Langkah Jjay terhenti, ia menegaskan jika belum bisa menerima hubungan ayahnya dengan seseorang yang memiliki status sebagai mantan kekasihnya.
"Aku tau kamu hanya butuh waktu" pungkas Jes.
"Biarkan aku sendiri dulu"
- - -
"Masalah Jjay?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Lantas masalah apalagi selain dia?" Jes langsung membaringkan tubuhnya tepat disamping Bible.
