07 ─ Racun

170 30 0
                                    

"Pelayan tadi adalah pelayan terakhir yang menghidangkan makanan kemarin kepada Yang Mulia Putri Mahkota, pangeran."

Zane memijat kepalanya yang terasa sangat berdenyut, menatap lima mayat pelayan di hadapannya tanpa minat. Dengan ini sudah bisa ketebak siapa dalang dari semua ini, pria itu meremas tangan kanannya dengan kuat siap kapan saja meremukan badan orang yang menganggunya saat ini.

3 hari yang lalu, setelah tabib istana datang, tabib tersebut berhasil memberhentikan racun yang ada pada tubuh Camila sebelum menyebar dengan cukup jauh. Nafas Camila yang tercekik akibat racun mematikan yang berasal dari air liur ular itu juga berangsur membaik, meskipun sampai detik ini juga istrinya belum terbangun dari tidur panjangnya.

Zane sempat mengira racun itu berasal dari Samuel, membuat pria itu sempat memukuli panglimanya dengan membabi buta sampai membuat Samuel masuk ke dalam ruang perawatan dan diobati. Untungnya itu hanyalah luka-luka ringan, tidak sampai membuat Samuel terkapar dan tidak bisa bangun lagi.

Samuel memberi tahu, jika racun yang dia siapkan seharusnya ada pada makanan kesukaan Camila, yaitu ayam goreng. Tapi racun yang dialami Camila berada pada es batu pada teh. Pelayan pencicip makanan tidak terkena racun karena racunnya berada pada es batu, selang beberapa menit es batunya akan mencair bersamaan dengan racunnya.

Zane memejamkan matanya berusaha untuk tenang, tetapi ketika menutup kedua matanya dia langsung terbayang Camila saat wanita itu kesakitan karena racun sialan itu. Tangan kanannya menonjok meja kayu di hadapannya dengan keras. Lalu kedua tangannya mendorong, menendang meja tersebut dengan membabi buta.

Pria itu beranjak dari duduknya, dengan langkah besar---bertanda jika dirinya sangat marah---berjalan ke arah kediaman seseorang.

Zane menendang dengan kasar kepada pintu kediaman yang bertanggung jawab dengan kejadian ini. Para prajurit yang menjaga kediaman tersebut berusaha untuk memberhentikan gerakan pangeran mereka yang sedang mengamuk marah.

"Apa yang kau lakukan Pangeran Mahkota?!"

Terdengar seruan marah dari dalam, tak lama sang pemilik suara keluar dari dalam kediamannya. Wanita itu menatap sang pangeran dengan senyum menghina, merasa menang dengan semua ini.

Para prajurit mulai membuka jalan untuk sang wanita yang sedang berjalan ke arah putra mahkota. Zane yang melihatnya hanya membalas senyuman itu dengan seringaian kecil, melempar permaisuri dengan tatapan siap membunuh.

"Ada gerangan apa pangeran datang kemari? Apakah merasa rindu dengan kehangatan seorang ibu?"

Wanita itu mulai terkekeh kecil, merasa geli sendiri dengan apa yang diucapkannya. Zane yang mendengar itu hanya berdecih.

"Kau adalah orang pertama yang akan aku pisahkan leher dengan kepalamu, permaisuri."

Setelah mengucapkan itu, Zane meninggalkan permaisuri yang tertawa sangat keras di belakang punggungnya, karena mendengar ucapan dari anak tirinya.

Ketawa itu semakin terdengar pelan dan berubah menjadi kekehan kecil yang tajam, orang manapun yang mendengarnya pasti akan merasa jika itu adalah hal yang menyebalkan. Permaisuri dengan serius mengatakan---

"aku akan menunggu itu, Pangeran Mahkota .....,

"jika kamu bisa melakukannya."

Permaisuri menyibakan gaun panjang berawarna keemasannya, mulai kembali melangkah masuk ke dalam kediamannya.

Rencana ini tidak sepenuhnya berhasil, dia hanya membuat putri kedua dari kediaman Esperanza itu terkapar tidak berdaya. Tidak sampai membuat wanita itu kehilangan nyawanya. Permaisuri itu menggeram, merasa kesal dengan tabib istana.

Jika saja tabib istana itu tidak datang tepat waktu, dia pasti berhasil dengan rencana racun bisa ular itu. Nyaris saja dia dapat menyingkirkan hama membandal yang dia masukan ke dalam istana ini.

Ingatkan dirinya untuk sebelum melakukan itu, dia harus menyingkirkan tabib istana terdahulu.

Dia melakukan kesalahan karena memasukan wanita itu ke dalam istana. Maka dari itu juga, dia pula yang harus bertanggung jawab menyingkirkan wanita itu dari istananya.

Ya, istananya.

Istana yang akan selalu menjadi rumah berteduh dirinya dan kedua anaknya. Dia tidak akan pernah membiarkan siapapun untuk merebut rumahnya.

Tidak siapapun. Jika ada yang berani, maka dia harus menyingkirkannya.

***

Tinggalkan jejak kalian! >_O

ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang