03 ─ Malam Pernikahan

234 59 8
                                    

Camila merengut sembari memegang bibirnya dengan tangan jari-jari tangan kanannya dan berusaha menghapus ingatan bagaimana hilangnya first kiss di bibirnya yang cantik ini.

Wanita itu sudah mengganti gaun pernikahannya yang super-duper indah dengan gaun tidur satin berwarna putih. Dia sedang menunggu Zane selesai mandi di kursi kamar Zane yang luasnya seperti aula perjamuan akademinya.

Pria itu menyuruh agar Camila menunggu untuk tidak tidur duluan karena akan membahas sesuatu dengan dirinya. Camila bisa sedikit bernafas lega, dia belum siap dengan 'itu' bagaimanapun juga. Jadi ketika Zane menyuruhnya menunggu agar tidak tidur duluan untuk membicarakan sesuatu dia senangnya minta ampun hihi!

Tak lama kemudian, Zane keluar dari pemandian---orang istana menyebutnya---dengan baju tidur hitam yang menampilkan sebagian dada bidangnya. Rambutnya masih sedikit lembab bertanda jika dirinya sehabis mandi.

Zane menghampiri dirinya, lalu duduk di hadapan Camila dan melipat satu kakinya untuk ditaruh di atas kakinya yang lain.

"Kamu ingin berbicara apa?" Tanya Camila tidak sabaran, wanita itu sudah sangat mengantuk. Dia sudah beberapa kali menguap sembari menungu sang pangeran menyelesaikan mandi. Benar-benar bikin jengkel! Dia yang wanita saja lebih cepat mandinya daripada Zane! Ilmu saat akademi benar-benar terpakai dengan baik untuk kehidupannya.

Soalnya saat di akademi, dia harus bergantian untuk mandi dengan murid-murid lainnya. Jika ada yang lama sedikit saat mandi, pengawas sekolah akan mengetuk kamar mandi dengan sangat kencang sampai-sampai kita dibuat mandi dengan amat sangat cepat! Camila sepertinya harus bernafas lega, dia akhirnya bisa menikmati kebebasan saat lulus dari akademi tapi--- dia malah memasuki kandang harimau setelah keluar dari kandang buaya! Sial.

Zane menatap wanita di hadapannya ini dengan seksama. Berkat permaisuri, keluarga Esperanza berada dipihaknya, tapi yang jadi masalah adalah dia mengincar anak tertua Esperanza untuk dijadikan pendamping yang membantu dia mendapatkan takhta dan membantu dia mengurus masalah-masalah kekaisaran yang akan datang suatu saat nanti. Anak tertua keluarga Esperanza itu sudah lebih dari pantas untuk mendampinginya apalagi jika Jovanka mempunyai semuanya yang dia butuhkan dari kekuasaan, pengikut, dan kecerdasan.

Tetapi, dia malah dihadapkan dengan bocah ingusan yang baru saja legal---jika dilihat dari biodata yang didapat dari orang suruhannya--- yang sedang menguap dengan sangat lebar di hadapannya sekarang. Karena menguap terlalu lebar, kedua mata birunya yang sempat dia puji dalam hati ketika upacara pernikahan menjadi berair. Permaisuri itu benar-benar memikirkannya dengan sangat matang, huh?

Bocah ini, cantik dan cerdas dalam hal akademik. Hanya itu kelebihan yang dia tahu dari info yang ada. Tidak ada kelebihan lainnya. Yang dia lihat malam ini, Camila tidak lebih dari bocah baru dewasa yang suka makan dan tidur. Terbukti dari beberapa buah dan makanan yang sengaja disiapkan pelayan untuk pengantin baru sudah ludes, habis tidak tersisa di meja kamarnya ini. Hanya menyisakan wine yang tidak tersentuh sama sekali. Zane mendengus geli.

Wanita ini juga terlihat sangat kaget, ketika dirinya mencium bibirnya di podium aula. Terlihat sekali jika itu adalah ciuman pertamanya dari seseorang. Anak ini benar-benar masih kecil! Berbanding sekali dengan apa yang dia butuhkannya dari seorang pasangan.

Berbeda dengan kakaknya, yang terlihat dari cara jalan dan beberapa bahasa tubuh lainnya yang menandakan dirinya menguasai sedikit bela diri. Istri kecilnya ini bahkan tidak mempunyai perasaan was-was sama sekali terhadap dirinya, sama sekali.

Zane tidak merasakan perasaan mengancam apapun dari wanita di depannya ini. Zane menghela nafas berat. Dia harus mulai mengajarkan basic-basic bela diri dan pertahanan diri untuk Camila. Anak itu tidak akan bertahan hidup di istana jika seperti ini.

"Pangeran! Ayo cepat! Ingin berbicara apa? Aku sudah mengantuk nih!"

Camila menerjapkan matanya beberapa kali yang sudah berair karena sudah banyak sekali dia menguap. Meskipun seperti ini, pria di hadapannya ini sama sekali belum membuka mulut! Membuat Camila sebal, jangan salahkan dirinya jika akan tertidur sebelum mulai pembicaraan.

Ketika kedua mata birunya ingin tertutup rapat, telinganya menangkap sebuah kalimat yang membuat Camila tidak jadi tertidur.

"Besok kamu akan mulai belajar bela diri---

Ketika mendegar itu Camila langsung terduduk dengan tegap memandang Zane marah. "Aku tidak mau!" Potong Camila cepat.

--kamu bisa memilih menggunakan pedang, panah, tombak atau hal yang kamu sukai." Lanjut Zane tanpa memperdulikan ucapan Camila.

"Aku tidak mau pangeran! Tanganku tidak bisa mengangkat yang berat-berat nanti akan terluka!" Rengek Camila.

Wanita itu dengan cepat berpindah duduk menjadi di samping Zane, memegang lengan kiri Zane dengan erat memohon agar tidak membiarkannya belajar bela diri. 

Zane memutar bola matanya malas mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Camila. "Jika tidak terluka itu bukan belajar bela diri namanya Camila."

Pria itu berusaha melepaskan gelendotan Camila pada lengannya, tapi ketika melakukan itu Camila dengan sengaja mengecangkan pelukannya pada lengan Zane. Tidak membiarkan sang pemilik lengan melepaskan tangannya.

"Aku tidak bisa pangeran!"

"Karena itu kamu harus belajar."

"Itu susah! Aku pernah dipaksa ayahanda dan Kak Jovanka untuk belajar. Tapi aku tetap tidak bisa! Tanganku malas bergerak kalau sudah bersentuhan dengan senjata-senjata pangeran! Tanganku lebih suka dipakai untuk makan!"

"Aku yang akan mengajarimu. Kita akan periksa langsung apakah tanganmu tidak bisa atau dibuat untuk tidak bisa?" Ucap Zane dengan tajam memandang Camila yang berada pada jarak dekat dengannya.

"Tanganku---

Belum selesai Camila menyelesaikan ucapannya, dahinya didorong oleh telunjuk tangan kanan Pangeran Zane.

"Kita akan periksa besok, bocah sepertimu tidak boleh tidur larut malam."

"Aku bukan bocah pangeran! Aku sudah 18 tahun! Aku udah legal asal kau tahu!"

Zane bangkit dari kursi, menarik tubuhnya dan tubuh Camila ke arah kasur. Wanita itu masih setia melingkarkan tangannya di sebelah kiri tangan Zane.

"Kamu terdengar sangat bocah ketika mengatakan itu."

Melepaskan lilitan Camila, Zane mendorong Camila agar segera tidur. Ketika wanita itu sudah terbaring di kasur,  Zane segera ikut berbaring di sebelah Camila.

"Pangeran, aku belum pernah tidur satu kasur dengan pria selain mendiang ayahku"

"Hmm"

"Pangeran tidak melakukan apapun kan? Aku belum siap pangeran ...., jika melakukannya sekarang ...."

Zane mendengus, berbaring menyamping menghadap Camila yang sedang berbaring menghadap dirinya juga.

"Aku tidak tertarik dengan bocah sepertimu."

"Aku bu---

"Tidur Camila, atau kita benar-benar melakukan itu?"

Buru-buru Camila menutup matanya, ancaman Zane terdengar menyeramkan ketika pria itu mengatakannya.

Zane yang melihatnya hanya mendengus. Sepertinya dia akan mempunyai tugas baru untuk ke depannya. Tugas yang harus dia lakukan seumur hidupnya. Tugas menjaga bocah di depannya ini yang sudah terlelap dengan diikuti dengkuran-dengkuran halus menandakan jika wanita ini sudah terlelap dan sedang mengelana mimpi-mimpi.

Seumur hidup ya? Zane terkekeh mengingat ucapannya sendiri. Ya, jika wanita ini bertahan dengan apa yang dia sudah rencanakan. Semua rencana harus terjalan dengan rapih. Dia tidak mau rencana yang sudah dia susun rapih berantakan begitu saja karena ulah gangguan ulat bulu kecil.

ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang