Seminggu ini kegiatan Camila dimulai dari kegiatan yang paling Camila benci, yaitu perjamuan pagi. Karena Camila harus berpura-pura tersenyum senang menghadapi kelakuaan sang permaisuri dan kedua anaknya yang super-amat rese. Jika tidak ada Zane saat perjamuan pagi, mungkin Camila sudah melemparkan pisau makan ke arah muka dua saudara menjengkelkan itu.
Kegiatan selanjutnya, dari selesai perjamuan pagi sampai dengan jam matahari berubah menjadi terik, sekitar jam satu siang siang, Camila menjalankan latihan panah superintensif dengan pelatih. Sesekali jika Zane senggang, dia yang akan mengajarkan dirinya.
Setelah menjalani hari yang melelahkan, wanita itu akan melimpir ke arah ruang kerja Zane dan tiduran, bersantai ria di sofa yang berada di sana sambil membawa Ola--kucing perempuan berwarna abu-abu peliharannya--merecoki Zane sampe jam makan malam dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak penting yang dijawab sekenanya oleh Zane, seperti--
"Pangeran, apakah rusanya sedih karena pangeran pajang di atas dinding seperti itu?"
"Coba kamu tanya langsung dengannya."
"Baiklah~"
Atau
"Pangeran, bagaimana jika Ola menikah dengan laki-laki yang tidak aku ketahui?"
"Yasudah."
"KOK YASUDAH?!"
Atau
"Pangeran, lebih menyukai kucing atau anjing?"
"Anjing"
"Kenapa?"
"Karena mereka lebih menurut daripada kamu."
"KOK BEGITU?!"
Dan pertanyaan-pertanyaan tidak penting lainnya. Entah bagaimana bisa Zane begitu sabar menghadapi pertanyaan-pertanyaan tidak berbobot yang diajukan oleh Camila. Camila juga bahkan tidak mengerti dengan pertanyaan-pertanyaannya. Dia hanya gatal saja ingin menganggu Zane.
Setelah menjalani latihan-latihan yang sangat melelahkan, sampailah Camila di hari senin pagi ini, dirinya berdiri di depan papan target. Berdiri dengan tegap seperti yang diajarkan pelatih dan Zane, berusaha membidik satu panah terakhir.
Jika satu panah ini berhasil mengenai bulatan tengah lagi, setelah dirinya 2 kali berhasil mengenainya, maka Camila berhasil dengan tantangan yang diberikan oleh Zane.
Camila berusaha tenang, gadis itu mengambil nafas sebanyak-banyaknya. Panah terakhir ini menentukan harga diri dia di hadapan Zane! Camila tidak boleh gagal! Dia tidak mau Zane menginjak harga dirinya!
Saat Camila melepaskan tangannya, saat itu juga anak panah itu melesat ke arah titik tengah tempat dua anak panah lainnya terkumpul. Wanita itu tersenyum senang, buru-buru dia menghadap ke arah belakang dirinya, melipat kedua tangannya di depan dada menatap Zane yang menilainya dengan sombong.
"Lihat kan? Aku menang."
Dagu Camila terangkat menatap Zane yang menatap dirinya malas, "ya, kamu menang."
***
Zane dan Camila melangkah ke arah tempat bersantai yang berbentuk rumah kecil yang berada tidak jauh dari lapangan panah untuk menikmati santapan siang mereka.
Sebelum Zane menghampiri Camila yang sudah duduk dengan santai, Samuel yang selalu ada di sisinya itu membisikan sesuatu, "racun sudah ditaruh ke dalam salah satu makanan yang mulia."
Zane mengangguk, lalu menyusul Camila dengan duduk di hadapannya. Wanita itu sedang menatap makanan-makanan enak yang ada di hadapannya dengan mata berbinar-binar. Memakan makanan enak itu selalu lebih nikmat setelah melakukan hal-hal berat. Seperti tadi contohnya.
Setelah pelayan pencicip makanan sudah selesai, buru-buru Camila mengambil es teh yang sudah daritadi dia idam-idamkan. Wanita itu meneguk es tehnya dengan sekali tegukan, Camila menatap Zane yang sedang menatapnya dengan tatapan yang tidak Camila mengerti.
Wanita itu tidak mau mengambil pusing dengan apa yang Zane pikirkan, dia hanya ingin menagih utangnya saja.
Dengan cengiran lebar, Camila berkata--"karena aku menang, pangeran harus mengabulkan satu permintaanku."
Zane mendengus, mulai memasukan es teh yang sama ke dalam tenggorokannya.
"Apa permintaanmu?"
Mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Zane, membuat cengiran Camila bertambah lebar. Kali ini dengan binar-binar mata yang sedikit merajuk menatap ke arah Zane.
"Aku ingin---
Belum selesai Camila berbicara, Zane dapat melihat wanita itu tercekat, nafasnya menjadi terengah-engah. Kedua tangannya memegang lehernya yang terasa menecekik. Kedua mata birunya itu sudah mengeluarkan buliran-buliran air mata halus.
Zane segera beranjak, dengan cepat menghampiri Camila. Pria itu membawa Camila dalam pelukannya. Mata biru malamnya itu melirik ke arah teh yang baru saja diminum oleh Camila. Es yang tadi berwarna putih bening, lama-kelamaan berubah menjadi warna hitam pekat.
"Sial." Desis Zane.
"Pangeran sakit ...." Setelah rengekan itu Camila jatuh tak sadarkan diri dalam dekapan Zane dengan nafas yang masih terputus-putus. Seolah-olah siap kapan saja nafasnya itu diambil oleh sang pencipta.
"PANGGILKAN TABIB!"
Samuel yang mematung, tertegun, berusaha memproses apa yang dilihat di depan matanya itu langsung tersadar setelah teriakan marah dari pangeran terdengar di kedua gendang telinganya. Dengan lari yang kencang, pria itu mengarahkan kakinya ke arah paling utara istana, tempat tabib istana berada.
Zane mengangkat tubuh Camila, pria itu sedikit berlari dengan membawa tubuh Camila ke arah kamar mereka berdua dengan sangat tergesa-gesa.
Bohong jika Zane tidak panik, racun yang disiapkan Samuel adalah racun yang membunuh tanpa rasa sakit sama sekali seolah-oleh mereka hanya tertidur dan lama kelamaan nafasnya tidak akan terasa. Tapi yang Camila hadapi sekarang ini adalah salah satu racun mematikan yang pernah ada di Kekaisaran Tesalo.
Zane membaringkan tubuh Camila dengan hati-hati, setelah dibaringkan Zane dapat melihat dengan jelas kalau bagian tubuh kaki Camila sudah berubah menjadi biru. Nafas Camila juga masih sama, terengah-engah seperti tercekik sesuatu. Dalam hitungan jam, dirinya bisa kehilangan Camila begitu saja.
Pria itu mengusap wajahnya kasar, dia tidak sanggup melihat Camila seperti ini. Zane berjalan ke arah pintu, berteriak sangat marah di hadapan para pengawal dan pelayan
"JIKA TABIB TIDAK DATANG DALAM WAKTU DUA MENIT, AKAN KU PENGGAL SELURUH KELUARGANYA."
***
Note: Gimana cover barunyaa?Better daripada kemarin kan? By the way, itu katanya Zane mau bunuh Camila kok malah panggil tabib? 😅
KAMU SEDANG MEMBACA
Throne
Fantasy[Not A Transmigration Story | The First Book of Tesalo's Universe Series ─ On Going] Camila hanya ingin menjalankan hidupnya dengan santai-santai saja, tidak ingin terlibat dengan urusan politik apalagi menjalani hubungan dengan keluarga kekaisaran...