Sudah seminggu Camila tidak terbangun, wanita itu terbaring dengan sangat lelap meskipun pelayan, tabib, dan Pangeran Mahkota sudah beberapa kali menganggu tidur nyenyak Camila untuk memeriksa, merawat, dan mengawasi tubuh wanita itu.
Kasus pelayan yang menghidangkan Camila racun diambil oleh Zane, pria itu sendiri yang menangani kasus ini sampai para pelayan suruhan wanita ular itu mengaku karena siksaan dan ancaman yang dilakukan Zane tidak main-main.
Setelah mengambil cukup informasi dari para pelayan sialan itu, hanya dengan dua kata--"bunuh mereka." Pria itu berhasil menitahkan sang algojo untuk memisahkan lima kepala para pelayan itu dari lehernya masing-masing.
Zane membenci orang-orang yang menganggu miliknya. Hanya dia yang bisa menyakiti miliknya. Orang-orang yang menganggu miliknya, harus dia binasakan dengan cara apapun, termasuk membunuh semua anggota keluarga para pelayan itu.
Dia harus segera mungkin menjalankan rencana besarnya, pria itu sudah muak dengan ayahandanya dan seluruh keluarganya. Apalagi pria tua bangka itu berpura-pura menutup mata dengan kasus ini, karena yang melakukan ini semua adalah istrinya sendiri. Pria tua itu sangat menghindari konflik internal, karena jika orang dari luar kekaisaran tahu jika ada masalah di dalam, orang yang di luar akan dengan gampang memasuki dan menghancurkan kekaisaran.
Zane membawa langkahnya mendekati kasur tempat di mana Camila berada. Pria itu duduk di pinggiran kasur, tangan kanannya terangkat mulai membelai pelan surai blonde dengan sedikit kesan warna coklat kebanggaan sang istri.
Beberapa hari sebelum Camila terbaring lemah seperti ini, wanita itu setiap hari selalu ada di ruang kerjanya menganggu Zane. Tidak hanya pertanyaan-pertanyaan aneh yang keluar dari mulut cantiknya itu, tetapi kisah-kisah cerita hidup Camila yang sebenarnya tidak ingin Zane dengar.
Meskipun tidak terlalu mendengarkan, Zane mengetahui bagaimana wanita cantik ini sangat menyayangi rambutnya. Di antara kedua saudaranya, satu-satunya anak yang mewarisi warna rambut mendiang ibunya hanyalah dirinya. Adik dan Kakak Camila mempunyai warna rambut blonde seperti warna emas mengkilap. Mereka mendapatkan itu dari mendiang ayahanda mereka, Marquess Esperanza.
Zane memperhatikan nafas Camila, wanita itu sudah jauh lebih baik daripada kemarin-kemarin yang bahkan nafasnya bisa pria itu hitung karena susahnya Camila untuk bernafas.
Harusnya Zane membiarkan Camila kesakitan, dia tidak harusnya memanggil tabib, biarlah wanita itu merenggang nyawa. Karena meskipun Zane selamatkan saat ini, di kemudian haripun pria itu akan membunuh Camila. Tapi hatinya menolak akal pikirannya. Saat Camila kesakitan, yang dia pikirkan hanya keselamatan wanita itu. Zane tidak bisa memikirkan hal lain. Seolah-seolah sel otaknya menolak pria itu mengabaikan Camila.
Lama memandangi wajah cantik istrinya, membuat Zane sadar akan sesuatu. Kedua mata biru langit Camila yang tadinya hanya terpejam mulai bergerak seperti akan terbuka.
Ketika kedua mata itu berhasil terbuka, Camila dapat melihat wajah sang suami yang menatapnya dengan khawatir---meskipun dirinya tidak yakin jika Zane bisa khawatir padanya---. Tubuhnya beranjak ingin bangun yang langsung dibantu Zane untuk memperbaiki posisi duduknya yang bersandar di kepala kasur.
Saat bersandar, dia dapat merasakan dengan jelas jika nafasnya memaksa seperti ingin keluar pada tempatnya, membuat Camila harus membuang nafasnya dengan kasar.
Zane membantu Camila dengan mengusap-usap tengkuk lehernya. Setelah selesai dengan urusan nafasnya yang terasa sangat sesak, lama kelamaan nafasnya berubah menjadi lebih tenang dari sebelumnya, dan dia bisa merasakan nafasnya kembali normal daripada sebelumnya yang terasa seperti tercekik sesuatu.
Camila mengambil salah satu tangan Zane yang masih berada di tengkuk lehernya, wanita itu memandang Zane lama sebelum matanya berubah menjadi berkaca-kaca.
Sial, Camila tidak tahu kenapa tapi ketika berdekatan dengan Zane membuat dirinya berubah menjadi wanita cengeng, lemah yang membutuhkan segala perlindungan dari pria itu.
Zane yang melihat itu membawa Camila ke dalam pelukannya, membuat Camila yang tadi hanya diam menjadi terisak pelan di dalam pelukan sang suami.
"Apakah masih sakit?"
Camila mengangguk, rasanya sakitnya sudah mulai menghilang daripada saat Camila bangun. Tapi rasa seperti tercekiknya masih terasa jelas di lehernya membuat Camila lebih berhati-hati mengambil nafasnya.
Zane mengusap punggung belakang Camila yang tertutupi gaun tidur berwarna putih gading itu dengan pelan. Setelah merasa Camila sudah jauh lebih tenang, pria itu melepaskan pelukan mereka dan kembali membawa Camila untuk bersandar pada kepala kasur.
"Aku akan memanggil tabib."
Camila tidak punya tenaga untuk menjawab ucapan Zane, wanita itu hanya memandangi Zane yang berjalan ke arah pintu untuk memanggil tabib lewat para pelayan yang selalu terjaga di depan pintu.
***
Zane membawa tabib keluar kamar, membiarkan para pelayan masuk untuk melihat nyonya mereka yang sudah bangun dari tidur panjangnya.
"Selamat Yang Mulia, Putri Mahkota sudah melewati masa krisisnya."
Tabib itu mulai menundukan sedikit kepalanya, tanda mengucapkan selamatnya dengan ikhlas. Ada sedikit senyuman di guratan halus yang sudah mulai muncul di mukanya yang berumur itu.
"Bagaimana keadaan putri?" Tanpa membalas ucapan tabib, Zane bertanya dengan terburu-buru. Pria itu tanpa alasan menjadi sangat khawatir meninggalkan Camila dengan para pelayan mengingat kejadian mengerikan kemarin terjadi karena para pelayan itu sendiri.
Sebelum menjawab tabib istana tersebut kembali tersenyum, "Yang mulia Putri Mahkota sudah jauh lebih membaik dari pada sebelumnya, 3 hari lagi jika beristirahat dengan cukup nafas putri akan kembali normal seperti sedia kala."
Zane menghembuskan nafasnya, dia lega mendengar itu. Sangat lega. Tidak bisa Zane bayangkan wanita berisik itu akan berbicara dengan nafas terengah-engah. Membuat Zane lebih mengkhawatirkannya saja.
"Salam hormat Yang Mulia Putra Mahkota."
Zane menoleh mendapati salah satu prajurit sedang membungkuk memberi hormat kepada dirinya. Setelah menerima sinyal dari Zane, prajurit itu segera berdiri tegap memandang sang pangeran bersedia untuk mengatakan tujuannya.
"Maaf menganggu waktu berbincang Yang Mulia dan Tabib Istana, hamba ingin menyampaikan bahwa Marchioness Esperanza dan Lady Helena meminta izin untuk bertemu Putri Mahkota."
***
Note: aku update cover baru lagi!!! Karena yang kemarin menurut aku terlalu dark, padahal isinya gak dark-dark banget 😭
Semoga sukaaaa yaa! ❤️
Jangan lupa tinggalin jejak kalian! >_☆- Miu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Throne
Fantasía[Not A Transmigration Story | The First Book of Tesalo's Universe Series ─ On Going] Camila hanya ingin menjalankan hidupnya dengan santai-santai saja, tidak ingin terlibat dengan urusan politik apalagi menjalani hubungan dengan keluarga kekaisaran...