Juli, 2024
Katanya, masa SMA adalah masa terindah. Banyak para pujangga yang mengutarakan opini itu dengan merdu lewat karyanya.
Jangan disia-siakan. Tiga tahun itu nggak kerasa loh!
Catat!
Linda selalu mencatatnya. Lewat lembaran buku baru, ia harap dunia indah akan menyambutnya sebentar lagi. Menutup buku diary lama, tentang keluh kesah yang sudah terlewat, dan tak sabar menanti hal menarik apa yang akan terjadi melalui diary barunya.
'Tuhan, tolong lancarkan segalanya,' gumam gadis itu dalam hati.
Terkesan jadul memang. Namun Linda menyukai hobinya. Mencatat segala hal pada diary kecil, dan membacanya sewaktu-waktu untuk mengenang.
Tanpa sadar juga diary itu menjadi bukti nyata betapa kuatnya ia selama 15 tahun hidup. Menceritakan tentang luka-luka yang pernah terasa, dan tentang kenangan-kenangan kecil yang layak mendapatkan apresiasi.
Seperti halnya bertemu dengan Aurora. Sahabat karib yang menemaninya dalam manis asam hidup.
Langkahnya kini masuk menuju kelas baru, bersamaan dengan senyuman semerbak yang ternyata benar-benar terjadi.
"Aurora?" panggilnya tak percaya.
"RA? GILA, BENERAN NIH, KITA SEKELAS? KOK GUE NGGAK NGEH YA ADA NAMA LO??!"
"SAMAAA! LINDAAA!"
Dua insan itu berpelukan histeris di depan kelas. Pasalnya, Aurora adalah sahabat SMP terbaik yang Linda punya. Gadis ikal berpipi bulat itu sudah menjadi bagian penting dari diary-nya dulu. Dan mungkin, kini ia ikut bermain peran kembali.
Entah tetap menjadi karakter protagonis, atau justru antagonis.
"Lo mau duduk di mana?" tukasnya kemudian.
"Depan aja gimana?" Aurora kini mendekatkan bibirnya ke arah telinga Linda. "Gue mau ambis nih di SMA." Kemudian ia terkekeh kecil diikuti dengan Linda.
Mereka pun duduk bersama pada kursi kosong di barisan depan.
Hari pertama di SMA Sendika. Gue, ketemu lagi sama Aurora. Dia sahabat terbaik gue semasa SMP. Gue seneng banget karena seenggaknya gue nggak harus pura-pura terlihat kuat kalau di depan dia.
Dan tiba-tiba pandangannya teralih menatap seorang gadis yang masuk ke dalam kelas.
Riska, temen SD gue.
Riska berhenti sejenak. Kontak mata terjadi tiba-tiba. Gadis mungil berkulit putih, rambut panjang serta parfum jeruk, ciri khas yang tidak pernah hilang sedari dulu. Apalagi ...
Riska senyum ke arah gue.
... Senyuman iconic yang selalu terkesan hangat bagi siapa pun yang melihat.
Dia lambai-lambai kecil tangannya ke gue. Yaudah, gue bales aja lambaian itu sambil ikutan senyum tipis.
Linda menatap punggung Riska yang tengah berjalan membelakangi. Aneh. Seperti ada jarak diantara mereka. Padahal awalnya Riska adalah orang yang hampir memenuhi seluruh bagian diary-nya sebelum Aurora datang.
Riska dan Linda kini seakan memiliki dunianya sendiri.
Walau tidak ada yang berubah secara signifikan diantara keduanya, namun Linda percaya, Riska pasti sudah memiliki penggantinya saat SMP. Ada banyak hal yang ia lewatkan selama tiga tahun hingga jarak diantara mereka sekarang terasa asing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Bahagia
Teen FictionNamanya adalah Maya. Gadis pintar pemenang OSN Matematika tingkat SMP yang mukanya sempat terpajang di akun pemerintahan sebagai brand ambassador dan memiliki segudang prestasi lainnya, sekaligus anak dari seorang pengusaha ternama. Banyak orang bil...