11 | Ada Tapi Tak Dianggap

49 5 0
                                    

Agustus, 2024

Kini sudah berjalan beberapa minggu setelah kejadian barcode, perpustakaan, kabur, apotek, dan yoghurt. Terasa cepat, dan gadis itu juga tidak menyadarinya. 1 bulan berada di SMA Sendika mengantarkannya pada banyak kejadian-kejadian unik.

Selain itu, kini juga sudah berjalan beberapa minggu setelah tugas kelompok membuat proyek. Saat ini adalah waktunya mereka mempresentasikan hasilnya kepada khalayak umum.

Tina, Aurora, dan Riska, bagian menjelaskan. Linda membantu sedikit-sedikit, dan Maya diam saja sembari mengangguk-angguk. Ia tidak tahu harus berbuat apa.

Semua siswa siswi terus berdatangan untuk melihat proyek mereka. Bukan hanya anak kelas 10, tetapi kakak kelas 11 dan 12 pun tiba-tiba datang dan mempertanyakan apa yang barusan mereka buat. Jam istirahat sudah berbunyi sedari tadi. Namun bukannya bazar semakin sepi, justru semakin ramai.

"Ini menggunakan prinsip speaker sebenarnya tapi dibuat lebih sederhana. Jadi saat kita menyalakan tombolnya, aliran magnet dari baterai akan terbawa kabel menuju pengeras suara, dan disaat kita menyalakan bluetooth dari handphone, akan keluar dari sini ...."

Riska menjelaskan dengan begitu detail lewat tangannya. Semua murid takjub memperhatikan, bahkan sampai ada yang merekam.

"Keren-keren."

"Perlu berapa modal nih buat ginian?"

"Mantap Ris!!"

Maya menyengir sembari melipat kedua tangannya. Entah dia harus bangga atau takut. Takut jika si anak pintar itu akan mengalahkannya di ujian tengah semester nanti.

Riska ini pintar. Dengar-dengar ia juga langganan peringkat 1 di SMP. Namun Maya tidak tahu, diantara mereka berdua, mana yang lebih pintar. Maya tidak iri dengan Riska. Ia juga sebenarnya tidak keberatan jika harus menerima fakta bahwa sebenarnya dirinya bukanlah yang paling pintar di sini. Tapi ada satu hal yang tidak bisa Maya terima. Ayahnya. Pria yang selalu menginginkan kesempurnaan, dan memaksanya untuk menjadi yang paling baik.

Entah mengapa, hati kecil Maya berkata jika Riska adalah saingannya.

Maya memundurkan beberapa langkahnya. Kemudian, ia menatap gedung perpustakaan. Sedikit beralih ke bazar kelompok sebelah, mencari seseorang, dan kembali menatap gedung itu lagi.

🦊🐰🐸🐱🐣

Perpustakaan SMA Sendika memiliki dua lantai dan satu pintu utama. Letaknya dipojok, dekat dengan koridor kelas 11. Perpustakaan ini memiliki banyak jenis buku. Mulai dari jenis self healing, self improvement, self development, hingga fiksi sekalipun, ada di sini. Maka dari itu Agnes suka ke sini. Gadis yang terkenal kutu buku sedari kecil.

Agnes meraih salah satu buku yang sukses membuatnya tertarik. Berwarna biru teduh dengan gambar bayangan seorang anak kecil sebagai sampulnya. Buku itu klasik. Tipis, dan hanya berisikan sajak-sajak penuh gambar.

Ada Tapi Tak Dianggap. Itulah Aku.

Gadis itu memutar badan, dan mendapati perempuan berambut pirang tengah duduk pada meja diskusi. Tidak asing. Ia tersenyum, dan berjalan mendekat seraya menepuk bahu perempuan itu dengan lembut.

"Hai!" sapa Agnes.

Maya menengok. "Hai," sapanya balik seraya ikut tersenyum. Ia sudah tahu jika Agnes pasti akan ke sini.

"Tumben banget ke sini."

"Iya, gue gabut aja di lapangan."

Agnes mengangguk paham. Ia menarik kursi yang persis berada di sebelah gadis itu dan duduk di sana. Ia melihat buku yang sedang dibaca oleh Maya. Sejarah Atom.

Tentang BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang