03

364 85 9
                                    

Please enjoy yorobuuunnnn



























Jam di dashboard sudah menunjukan pukul 4 pagi dan Saugi masih enggan membangunkan wanita yang terlelap di kursi sampingnya. Selimut warna kuning dengan motif kepala anak ayam yang wanita itu pernah berikan untuknya saat mereka masih menjalin kasih, ia sampirkan untuk menghangatkan tubuh si Pemberi. Sedari tadi ia ingin sekali menurunkan sandaran kursi agar tidur wanita itu lebih nyaman, namun ia takut kalau hal itu justru akan membuat Alin terbangun.

Saugi memiringkan tubuhnya agar lebih mudah menatap si Kepala Sekolah. Untuk kesekian kali, ia mengumpati dirinya sendiri karena kebodohannya di masa lalu yang membuatnya kehilangan Alin. Dirinya tidak tahu apakah ia bisa mendapatkan kembali kepercayaan wanita itu atau tidak, namun ia akan terus berusaha menunjukan perubahan dirinya pada sang mantan. Setidaknya, meski mereka tidak kembali bersama, ia ingin Alin mengakui bahwa Saugi sudah benar-benar menjadi pribadi yang lebih baik, agar ia tidak merasa sia-sia telah melakukan serangkaian terapi untuk kesehatan mentalnya.

Si pria terus memerhatikan wajah si wanita dengan lekat. Mata monolidnya berhenti di bibir merah muda yang sedikit terbuka itu, tanpa sadar ia pun menjilati bibirnya sendiri. Sudah lebih dari lima tahun ia tidak pernah lagi mencium si wanita, ia jadi bertanya-tanya apakah rasanya masih semanis dan se-memabukan dulu.

Dan sebelum ia memaksa untuk mencari tahu jawabannya, Saugi berhasil mengenyahkan pikiran tersebut. Ia langsung memundurkan wajahnya yang hanya tersisa jarak beberapa senti saja dari wajah Alin. Ia tidak ingin nafsu menguasainya dan malah menghancurkan semua hal yang sudah berjalan dengan baik di antara dirinya serta Alin.

Ia tidak ingin Alin membencinya lagi.

Si pengusaha pun mengangkat tangannya, ia ingin mengusap rambut Alin, hal yang biasa ia lakukan untuk menyalurkan rasa sayangnya pada sang mantan selain ciuman dan juga pelukan. Sayangnya waktu tidak berpihak padanya, Alin lebih dulu membuka mata tepat saat tangan Saugi berada di depan wajahnya. Pupil mata Alin membesar begitu juga dengan kulit kelopak matanya. Dia langsung menundukkan kepalanya dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan, menghindari serangan yang ia pikir akan Saugi lakukan.

“Gi..please..jangan..” Alin memohon untuk hal yang tidak sebenarnya terjadi.

Melihat sang mantan kekasih seperti itu, Saugi segera memundurkan tubuhnya. Dia juga mengalami serangan panik, jemarinya gemetar.

“A..Alin a..aku tidak bermaksud melukaimu. M..Maaf, aku hanya ingin mengusap rambutmu. Maaf Alin.” racaunya seraya mengepalkan tangannya dengan sangat erat.

Tidak ada balasan atau respon dari si Kepala Sekolah dan itu membuat si Pengusaha semakin merasa bersalah. Tangannya mulai basah dan keringat dingin muncul di dahinya. Ia takut kesalah pahaman itu akan memicu hal buruk pada kondisi Alin.

Hingga akhirnya deru nafas si Wanita menjadi lebih tenang dan perlahan ia mulai menurunkan tangannya sebagai tanda ‘pertahanan’nya tidak lagi dibutuhkan. Meski begitu ia masih belum mau mengangkat kepalanya demi menyembunyikan matanya yang memerah karena tangis ketakutan yang sempat ia keluarkan.

Melihat wanita di sampingnya itu terlihat sudah tenang, Saugi pun memberanikan diri untuk kembali berbicara.

“Alin maaf, aku membuatmu ketakutan dengan tindakanku. Aku sungguh tidak memiliki maksud buruk terhadapmu.” Untuk kedua kalinya Saugi mengucapkan permintaan maaf. Ia merasa sangat bersalah karena sudah memunculkan trauma wanita itu. Keheningan sempat terjadi tapi akhirnya Alin memberikan responnya.

“Tidak apa-apa Saugi.” Balas Alin dengan suara pelannya. Tangannya meremas erat selimut yang menutupi tubuhnya. Aroma parfum si pria yang sangat pekat di kain itu secara tidak langsung membuat Alin merasa lebih tenang. Dahulu ia selalu suka menenggelamkan tubuh mungilnya di dalam dekapan sang mantan kekasih, ia merasa aman kala lengan kekar itu memberikan kehangatan tidak hanya pada raganya namun juga pada hatinya. Bahkan, meski saat itu tubuhnya penuh lebam, pelukan Saugi selalu bisa menjadi penawarnya dan membuat ia dengan mudah melupakan rasa sakitnya.

Second Chance (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang