06

526 93 20
                                    

Please enjoy yorobuuuunnnnn















“Maaf mengganggu perbincangan kalian tapi saya hanya ingin memastikan apakah benar anda Alinda Bestari?” wanita itu bertanya sambil melangkah masuk. Mentari dan Jennie menatap temannya namun Alin juga nampak kebingungan.

“Iya benar, dan anda?” tanyanya.

“Saya Yunasha Imran, psikolog dari Saugi Anggara, kekasih anda.” Wanita itu memperkenalkan dirinya. Alin cukup terkejut karena tidak menyangka bisa bertemu dengan Psikolog yang menangani mantan kekasihnya.

“Maaf dok tapi mereka sudah tidak lagi memiliki hubungan sejak kami menyelamatkan hidup Alin dari si brengsek itu.” Jennie yang lebih dulu mengklarifikasi. Ia merasa mual mendengar nama pria itu masih disandingkan dengan sahabatnya, seakan hubungan mereka begitu indah hingga tetap berjalan setelah sekian lama.

Dokter Yuna nampak terkejut dengan ucapan Jennie. Ia melirik Alin dan wanita itu tersenyum kecil padanya, seperti mengkonfirmasi bahwa yang dikatakan oleh wanita itu adalah benar.

“Ahh.. maaf, saya tidak tahu karena Saugi masih mengatakan Alin adalah kekasihnya setiap kali berkonsultasi.” Ia menjelaskan. Jennie memutar matanya malas.

“Apakah kita bisa bicara, Alin?” Si Dokter meminta dengan lembut.

“Jika yang ingin anda bicarakan ada hubungannya dengan pria itu, maka anda harus melibatkan kami, karena kami wali dari Alin yang merupakan pasien di yayasan ini.” Mentari menyela. Jennie juga mengangguk setuju. Mereka tidak akan membiarkan wanita itu mempengaruhi Alin dengan teori- teori psikologinya untuk mendekatkannya kembali pada Saugi.

“Jadi anda dibawa ke sini untuk mendapatkan terapi?” Yuna bertanya memastikan. Alin pun mengangguk.

“Iya dok.”

“Pilihan yang tepat. Bagaimana keadaanmu sekarang Alin?” ia bertanya, memerhatikan penampilan si wanita dari ujung rambut sampai ujung kaki. Sekarang ia percaya kalau Saugi tidaklah berlebihan saat menggambarkan betapa cantiknya wanita itu.

Alin yang fotonya selalu Saugi pandangi di tiap sesi konsultasinya, kini sudah menjelma menjadi wanita dewasa. Banyak hal berbeda dari yang pernah pria itu gambarkan dengan kondisi asli wanita itu sekarang. Dan itu adalah perubahan yang baik.

“Sangat baik dok.” Jawab Alin. Ia pun sangat percaya itu.

“Dan akan lebih baik jika anda suruh pria itu untuk berhenti mengganggu hidup Alin. Biarkan sahabat kami menjalani hidupnya dengan tenang di sini.”

Mata dokter Yuna melebar karena ucapan Jennie. Ia cepat-cepat menoleh kearah alin.

“Maksudnya Saugi ada di sini?” tanyanya. Alin mengangguk pelan.

“Jadi kalian sudah bertemu?” ia kembali bertanya. Untuk kedua kalinya Alin hanya mengangguk sebagai jawaban

Dokter itu langsung menarik satu kursi belajar di dekatnya lalu mendudukinya. Alin juga duduk di kursinya, diikuti Jennie dan Mentari yang mengambil kursi kosong lainnya.

“Apakah saat melihatmu dia menunjukkan sikap agresif, seperti emosi yang meledak, melakukan tindakan paksa atau penyerangan padamu?" wanita itu bertanya dengan gurat khawatir tergambar jelas di wajahnya. Sikap tubuhnya menunjukan bahwa ada kecemasan yang ia rasakan.

Akan tetapi jawaban Alin sungguh di luar dugaan.

“Tidak dokter.” Jawab si Pengajar.

Kedua alisnya bertautan, "Sungguh?”

“Atau ada hal lain yang ia lakukan dan itu mengganggu kenyamanan anda?” ia kembali memastikan ketakutannya.

Alin sekali lagi menggelengkan kepalanya. Jennie mendecak sebal, merasa bahwa sahabatnya itu berbohong. Kali ini Alin tidak punya pilihan lain, dia harus memihak pria itu untuk hal baik yang ia lakukan.

Second Chance (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang