6.

12 1 0
                                    


"Nggak ada alasan. Pokoknya cepet bayar."

"Tapi serius, gue lagi puasa jadi nggak bawa uang saku." elak seorang pemuda dengan dua tangan terangkat menyerah.

"Halah, puasa kok bawa botol minum."

"La, please. Lo nggak kasihan sama anak semanis dan seimut gue." bujuknya tak menyerah.

Laura, gadis yang tengah mengancam tak menunjukkan tanda-tanda luluh, yang ada gadis itu kian sadis dengan mata memicing dan pisau menodong layaknya begal membuat yang tengah ditagih langsung menciutkan nyalinya.

Laura Karenina, gadis cantik, ramah, baik, dan segala karakter seorang gadis idaman bagi seorang lelaki ada pada sosoknya. Hanya saja terkadang Laura bisa berubah menjadi ibu kontrakan yang tengah menagih uang bulanan. Berbeda dengan ibu kontrakan yang terlihat menyeramkan tiap akhir bulan, Laura lebih parah dengan kumat tiap empat kali sebulan, atau simpelnya tiap seminggu sekali.

Menjabat sebagai Bendahara kelas, atau anak-anak lebih suka menjulukinya Bunda-Hara, sosok Laura yang lemah lembut tak pernah disangka bisa menjelma menjadi debtcollector dadakan, dan ini definisi dari benar-benar ditipu habis-habisan. Awalnya seluruh warga di kelas sepakat menunjuk Laura sebagai bendahara melihat dari pembawaannya yang terlihat lemah lembut dan kalem. Maka dari itu tak mungkin Laura bisa bersikap kejam meski mereka menunggak beberapa bulan, paling parah mungkin akan mendapat ceramah rohani. Namun jangankan beberapa bulan, bahkan satu minggu pun tak bisa lewat dari teror mencekam seorang Laura.

Mungkin memang benar Laura itu tipe idaman para lelaki, dan terbukti dari banyaknya teman seangkatan yang mengejar gadis itu. Kejadian di jam olahraga hanya sebagian kecil dari bukti kepopuleran gadis itu, hanya saja banyak dari mereka yang tidak tahu Laura bisa semenyeramkan singa betina. Hanya Ardito, pemuda di kelas mereka yang masih bertahan dengan menyukai seorang Laura tanpa syarat.

Bunda-Hara bukan julukan tanpa arti. Bunda-Hara berarti bunda pembawa huru-hara, itu karena saat Laura menjalankan tugasnya menagih uang kas kelas, maka huru-hara bukan sekedar khayalan. Berkolaborasi dengan Bunga sebagai Bunda-Hara dua, keduanya kompak berkomplot meneror seluruh warga kelas. Bunga akan menjaga pintu kelas, menguncinya dari dalam agar seorang pun tak bisa keluar, sementara Laura yang akan melakukan eksekusi.

Gadis itu akan menagih menggunakan pisau buah yang dipinjam dari penjaga kantin, mengancam satu-persatu layaknya preman pasar gembrong. Laura tidak melakukan aksi kekerasan, gadis itu hanya akan menyayat-nyayat buku dari sang korban sampai tak bersisa. Tentu saja hasil tulisan materi juga tugas yang sudah tersimpan tak ingin dihancurkan begitu kejam oleh Laura, karena itu teror benar-bebar nyata bagi mereka.

"Bayar nggak, lo?" ancam Laura lagi. "Lo udah tunggak tiga minggu ya, Bi."

"Baru juga tiga minggu. Rencananya mau tiga tahun."

"Gue tebas juga ya pakai katana." Geramnya.

Kini Abi benar-benar ciut akan ancaman Laura, jika saja dia bisa menganggap itu main-main maka ia tak perlu takut. Bukan tak mungkin Laura meminjam Katana pada ayahnya yang seorang polisi untuk menebas semua buku pelajarannya.

"Lagian kenapa harus gue dulu sih yang jadi orang pertama di tagih. Tuh, Teddy di barisan paling depan tagih duluan dong."

Laura menoleh pada kursi di jajaran paling depan, aura mencekam yang seolah menguar dari gadis itu lenyap bersamaan saat Teddy yang juga dibicarakan menoleh pada mereka.

"Teddy udah lunas ya, bahkan dia udah bayar buat satu tahun ke depan."

Abi benar-benar dibuat bungkam, tidak ada lagi celah untuknya berkelit. Sialnya dia lupa siapa orang yang dia umpankan untuk menjadi korban kekejaman seorang Laura untuknya menyelamatkan diri. Tentu saja tuan muda Adiyaksa tidak akan bermasalah perihal keuangan, bahkan apa yang dipaparkan Laura memperjelas semuanya. Harusnya Abi tak lagi terkejut, hanya saja mulutnya tak bisa terkatup rapat terlebih Teddy di sana hanya tersenyum tanpa beban sementara sahabatnya menderita.

TEDDY-BearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang