7. Face Trick

14 1 0
                                    


Terlahir di keluarga berada, Teddy Adiyaksa sudah terbiasa hidup dalam gelimang harta. Memiliki orang tua yang cukup memiliki nama, terkadang membuat sang anak juga ikut terseret menjadi sorotan, hal itu membuat Teddy kecil sudah terbiasa memasang senyuman di depan publik. Tuntutan untuk selalu terlihat sempurna dan baik-baik saja membuat Teddy kecil mulai piawai melakukannya, bahkan di saat pemuda itu tidak ingin tersenyum, bibirnya selalu saja berkhianat dengan melengkung layaknya bulan sabit.Hanya saja ada saat-saat tertentu di mana dia menyesali memakai topeng yang selalu dia pasang. Seperti saat ini, saat niat hati ingin segera pulang setelah seharian melakukan aktivitas pembelajaran di sekolah, Teddy harus tertahan oleh seorang gadis centil yang menagih janjinya. Sialnya Teddy lupa telah membuat janji dengan gadis itu."Jangan bilang kamu lupa sudah buat janji jalan sama aku?"Sonya, gadis yang masih saja memakai seragam kesempitan itu memicingkan matanya curiga. Rautnya menyelidik seolah satu kata pembenaran saja dari tuduhannya, gadis itu siap merajuk seperti anak kecil."Enggak, dong. Teddy ingat, kok." tentu saja Teddy menjawab dengan senyum yang sama, berusaha untuk semeyakinkan mungkin.Memang pada dasarnya saja wanita yang lemah pada pria tampan hingga hanya dengan satu senyuman cukup untuk meluluhkan mereka. Seperti kasus Sonya, berbeda dengan sebelumnya yang akan menunjukkan aksi merajuk, kini gadis itu sudah berubah ceria bahkan tanpa aba-aba menggandeng sebelah lengannya tanpa dipersilahkan.Sialan...Teddy benar-benar benci wanita murahan di sampingnya saat ini. Sialnya lagi dialah penyebab kenapa Sonya harus bertingkah. Jika saja saat itu dirinya tidak mengumbar janji semanis senyum yang selalu ditebar, maka bisa dipastikan saat ini dia tengah bersantai di dalam mobil menuju rumah, minus dengan ocehan tidak berfaedah yang tengah gadis itu katakan.Pak Abas yang selalu siap sedia menunggu kepulangan tuan mudanya dengan sigap membukakan pintu penumpang, lalu bergegas menuju kursi kemudi."Langsung pulang atau mau ke mana dulu, Den?""Kita ke mal dulu, Pak." balas Teddy.Sebagai bawahan yang baik, Abas hanya mengangguk patuh. Bukan sekali Abas mengantarkan sang tuan muda bersama seorang gadis menuju mal. Abas tahu betul semuanya hanya menginginkan harta sang tuan, hanya saja Teddy seolah menutup mata dengan kenyataan itu. Entah kesenangan macam apa yang dikejar tuannya itu, namun Abas tahu betul Teddy tidak pernah menikmati acara jalan-jalan bersama gadis-gadis yang selalu meminta tumpangan tersebut. Dia tahu betul bagaimana karakter sang tuan muda, mengingat dia yang selalu mengasuhnya sedari kecil.Tidak butuh waktu lama untuk mencapai tempat tujuan, namun bukan itu poin utamanya. Mungkin waktu perjalanan memang terbilang singkat, hanya saja menemani seorang gadis berbelanja akan lebih menyita waktu dan tenaga. Selain karena berkeliling mal menyambangi satu persatu toko dan mencoba setiap barang, terkadang dia juga dimintai pendapat dan dituntut untuk menjadi seorang penilai kualitas sebuah barang.Sonya benar-benar menguji kesabarannya, sudah cukup dia dimintai berjalan ke sana kemari layaknya kacung membawa semua paper bag berisi aneka barang yang gadis itu beli. Maka dengan tidak berperasaan Teddy memilih pergi meninggalkan Sonya yang masih asyik berceloteh memimpin jalan. Tak kurang beberapa belanjaan yang sengaja dititipkan juga ikut dia tinggalkan di dekat tong sampah. Toh, harganya tidak akan sampai membuat dia mengemis karena miskin.Sia-sia saja tenaganya untuk meladeni gadis itu. Entah akan bertingkah bagaimana Sonya ke depannya, Teddy memilih untuk tidak peduli. Hari ini benar-benar berakhir dengan menjengkelkan dan rasanya dia ingin menghancurkan sesuatu. Namun Teddy yang semula tengah berasap karena emosi mendadak membisu saat matanya tak sengaja menangkap kehadiran sosok yang dikenal.Sepertinya tuhan sengaja membuat skenario di mana dirinya selalu saja memergoki orang yang sama, sahabatnya sendiri. Hal yang lebih mengejutkan tak berhenti sampai di situ, Teddy harus ekstra memicingkan mata untuk meyakinkan diri jika dia tak salah mengenali orang. Erwin tidak seorang diri di sana, melainkan bersama Jasmin.Lagi-lagi gadis itu. Dilihat dari sisi mana pun, gadis berkacamata itu tak akan sebanding dan cocok untuk Erwin. Meski Erwin sendiri sudah mengkonfirmasi tipe wanita idealnya yang mana ciri-ciri itu memang merujuk pada Jasmin, hanya saja Teddy merasa tidak rela sendiri melihat mereka. Sahabatnya bisa mendapat yang lebih baik dari gadis itu, ditambah kini Erwin yang seolah rela saja membelikan beberapa barang dari berbagai merek terkenal membuat Teddy kian yakin jika Jasmin hanya memanfaatkan uang yang dimiliki Erwin dan tidak pernah layak untuk sahabatnya.Bersamaan dengan kepergian dua sejoli itu, Teddy juga memilih beranjak dari tempatnya. Pak Abas masih setia menunggu di bawah pohon memudahkan untuknya mencari letak mobil yang dibawa diparkirkan."Sudah, Den?""Hmmm.""Kita langsung pulang?""Nggak, kita mampir dulu ke rumahnya tante Clara."*****"Aku pul...""Ehh..... Kamu baru pulang?"Erwin yang baru saja pulang harus dikejutkan dengan kehadiran seorang yang tidak diharapkan. Tuan muda Adiyaksa yang tengah menonton televisi dengan stoples keripik nampak tak acuh di sana. Entah apa tujuan pemuda itu menyambangi rumahnya yang tidak bisa dibandingkan dengan rumah pemuda itu, hanya saja ia sudah cukup puas bertemu dengan Teddy di sekolah."Kenapa dia di sini, Mam?""Lagi main, dong."Erwin tak lagi memedulikan jawaban sang ibu. Tanpa melepas sepatu lebih dulu dan meletakannya di rak sepatu. Pemuda itu langsung menerjang untuk merebut kembali stoples keripik pedas persediaannya."Sialan, main makan aja keripik gue. Gak minta lagi." geram pemuda itu lalu menyembunyikan toples keripiknya."Erwin, no cruse, remember!" sang ibu memperingati."Marahi aja tante." Teddy memprovokasi di sela sisa kunyahan keripiknya.Jika sudah begini maka Erwin akan jadi anak kucing penurut, terlebih jika sang ibu sudah melotot dan mengancam dengan pisau dagingnya. Inilah alasan kenapa dia tidak pernah suka Teddy bermain ke rumahnya, pemuda itu tidak akan bersikap layaknya saat tengah memasang topeng senyuman, yang ada Teddy akan bertingkah dan selalu bisa memancing emosi yang mana pada akhirnya dia akan dimarahi sang ibu. Seolah di sini dia merasa jadi anak pungut yang tersisih saat pemuda itu datang."Teddy udah makan?" dari arah dapur Clara bertanya. Bahkan belum genap lima menit dia datang, sang ibu sudah memiliki anak lain dan mengesampingkan anak kandungnya."Belum, tante.""Mau makan di sini?""Mam... Dia tuh nggak kekurangan makanan, nggak perlu ditawari juga." sela Erwin merasa muak."Hush, nggak boleh begitu sama teman."Selalu akan seperti ini, dia akan selalu menjadi antagonis saat ada Teddy."Teddy mau sekalian makan di sini?"Boleh, tan."Sialnya, Teddy memerankan perannya dengan baik dan membuat semuanya sempurna."Eh, mau ke mana?" tanya Clara saat melihat sang anak beranjak dengan toples keripik menuju lantai atas."Mau mandi dulu, gerah hati bikin gerah body." tutur Erwin lalu menghilang dibalik pintu kamarnya.Tanpa ada yang tahu Teddy tersenyum manis melihat kawannya tampak kesal. Lima menit kemudian pemuda yang sebelumnya asyik menonton kartun itu mulai beranjak menapaki anak tangga."Loh, kamu mau ke mana?""Saya mau ke atas tante.""Oh, iya. Sekalian tolong panggil Erwin turun habis dia mandi, dia kebiasaan suka main game dulu sampai lupa waktu.""Siap tante."Tepat seperti dugaannya, suara gemercik air yang mulai terdengar saat memasuki kamar Erwin menandakan jika pemuda itu memang masih sibuk dengan kegiatannya. Niat hati ingin menginterogasi sang kawan, Teddy memilih mengurungkan niat saat bunyi chat masuk terdengar. Bukan, itu bukan dari ponselnya, melainkan dari ponsel yang terletak di atas nakas. Tanpa merasa sungkan Teddy mengambil benda pipih itu dan melihat tampilan pop up chat yang baru masuk tersebut. Rasa penasaran kian menggerogoti saat tahu pesan tersebut berasal dari orang yang tidak pernah di sangka.Lagi dan lagi, itu Jasmin. Sejak kapan sebenarnya Erwin dekat dengan gadis itu. Apa benar sahabatnya menyukai gadis yang bahkan tidak, arghhh... Bahkan Teddy sendiri bingung harus mengatainya apa.Tanpa merasa bersalah, pemuda dengan wajah yang tampak dingin itu membuka layar ponsel sang kawan, tak peduli jika Erwin akan marah saat tahu jika privasinya diusik. Ruang obrolan yang masih terbuka memudahkannya mengakses pembicaraan yang tengah berlangsung, menggulir kembali layar ponsel dari atas ke bawah menelusuri pembicaraan yang berlangsung, Teddy semakin kebingungan saat melihat tak ada yang sepesial dari sana. Bahkan isi obrolan di dalamnya baru berlangsung lusa lalu.Namun satu hal yang menarik dan tidak bisa dilewatkan, isi chat yang baru-baru ini terjadi. Segera saja, Teddy mengetikan sebuah balasan dengan isi yang dia pikirkan sendiri tanpa memberi tahu sang kawan. Segera setelah memastikan jika pesan yang di kirim dibaca, Teddy segera menghapus kembali pesannya dan mengambil sebuah barang lain di atas nakas tersebut."Win, mandi lo lama banget kayak cewek. Cepet turun gue lapar." teriaknya lalu bersikap seolah tak terjadi apapun, bahkan Teddy sudah merebahkan tubuhnya di kasur sang kawan.*****UKS atau Unit Kesehatan Sekolah adalah markas bagi para anak PMR, namun UKS juga menjadi sarang bagi para anak-anak badung. UKS menjadi tempat yang sempurna untuk melarikan diri dari beberapa mata pelajaran yang membuat sakit kepala. Ranjang untuk tidur, AC yang dingin, juga suasana hening yang mendukung untuk seseorang memejamkan mata. Bisa di bilang, itu salah satu surga dunia bagi pelajar selain jam kosong.Hanya saja guru piket yang berjaga lebih selektif untuk mengantisipasi adanya murid yang membolos. Pengecekan selalu dilakukan apakah si murid tengah sakit betulan atau hanya akting semata. Namun berbeda dengan seorang lelaki yang duduk diranjang kesehatan dengan sibuk memainkan ponselnya, jelas sekali dia tidak tergolong murid yang tengah sakit hingga bisa bersantai di tengah jam pelajaran.Teddy Adiyaksa, dengan segala koneksi dan kekuasaan yang dimiliki bisa dengan mudah mengakses apa pun, termasuk dengan ruang UKS yang kini hanya ditempati olehnya seorang. Tak berapa lama pintu UKS yang semula tertutup mulai terbuka, suara decitan engselnya yang sudah tua membuat Teddy sadar ada orang lain yang hendak masuk. Seolah memang tengah menunggu seseorang, Teddy memilih beranjak dari duduknya dengan senyum manis andalan bersiap menyambut."Hai, Jasmin?" sapa Teddy lebih dahulu.Jasmin tak menjawab, gadis itu tampak kebingungan seolah kehadiran lelaki di depannya seperti alien asing berantena yang tidak diharapkan. Teddy benci mengakuinya jika gadis itu tidak langsung luluh akan pesonanya hanya dengan satu senyuman, maka dengan niat menaklukkan si gadis berkacamata, Teddy mengulurkan sebelah lengannya mengajak bersalaman."Lo.... Siapa?"Aneh bin ajaib, apa gadis ini berasal dari goa? Apa benar pertanyaan itu ditunjukkan untuknya karena Teddy benar-benar merasa tersinggung saat ini. Siapa gadis itu hingga tidak mengenali seorang tuan muda Adiyaksa yang tampan dan menawan. Mungkin bisa dimaklumi jika Jasmin heran saat mendapatinya di ruangan ini sementara apa yang dipikirkan gadis itu pasti sosok laki-laki lain. Tapi apa harus bertanya mengenai siapa dirinya? Apa harus sesarkas itu untuk menguji kesabarannya. Mencoba memilih abai, Teddy kembali memberikan senyuman lalu lanjut berbicara."Erwin enggak ada. Dia titip ini sama Teddy untuk dikasih sama Jasmin."Teddy mengeluarkan sebuah benda kecil bulat dari saku seragamnya, menyerahkannya pada Jasmin untuk diteliti."Itu punya Jasmin, kan?"Lagi dan lagi gadis itu hanya diam mengabaikan. Jujur saja ini benar-benar menguji kesabarannya dari pada menemani seorang Sonya berkeliling mal untuk berburu barang. Mencoba menyugesti diri sendiri dengan berbagai kalimat, Teddy masih berusaha mempertahankan senyumnya."Erwin juga titip pesan. Buat jangan dekat-dekat atau sok kenal lagi semisal nanti kalian nggak sengaja papasan." Teddy tersenyum puas, kali ini dengan lebih tulus saat melihat gadis di depannya nampak menunduk dalam. Ia yakin Jasmin tengah berkaca-kaca menahan tangis yang anak segera keluar."Kalau kata Teddy, sebaiknya Jasmin bener-bener jauhi Erwin. Erwin itu enggak suka cewek kayak Jasmin, dia cuma main-main. Sebelum terlambat dan nantinya Jasmin patah hati, lebih baik kan...."BRUKKK....Apa? Apa-apaan ini. Teddy tak salah mengira kan, yang saat ini menabrak tubuhnya adalah gadis berkacamata itu."Jas-Jasmin?" gumam pemuda itu lemah masih terkejut."Ah. Oh maaf. Sorry gue ngantuk, soalnya kalau di UKS bawaannya mau tidur."Gadis itu bercanda kan? Sungguh karena ini tidak lucu. Senyum yang semula mengembang puas melihat reaksi yang dikira jika gadis itu merasa sakit hati kini berangsur kaku. Layaknya boneka kayu, raut wajahnya membeku tak bisa dikontrol. Jadi sedari tadi dia bicara panjang lebar mencoba mempengaruhi gadis itu, Jasmin malah tertidur."Lo tadi bilang apa?"Golok mana golok?"Ahahahaha..." Teddy mencoba tertawa sumbang menutupi rasa terkejutnya. Dia benar-benar bisa kehilangan kendali diri jika lebih lama menghadapi gadis ini. "Nggak ada, Teddy nggak bilang apa-apa, kok." lanjutnya."Jasmin kalau ngantuk tidur aja di UKS.""Nggak usah, gue nggak tahan lama-lama di sini."Tidak tahan sampai bisa tertidur? Bualan macam apa itu. Rasanya Teddy ingin berkata kasar jika saja tidak sadar harus mempertahankan citranya. Kepalanya mencoba berpikir jernih jika mungkin Jasmin memang benar-benar tak tahan dengan bau obat-obatan yang identik dengan UKS.Melihat Jasmin yang sudah berbalik dan memegang hendel pintu, Teddy segera menghentikan gadis itu secepat mungkin. Dia sadar niatannya untuk membuat gadis berkacamata itu menjauhi sahabatnya sudah gagal total, namun meski begitu Teddy tak ingin berakhir dengan berpangku tangan tanpa hasil. Setidaknya dia harus membuat kesempatan untuk mempengaruhi gadis itu di lain kesempatan."Jasmin, tunggu!" Teddy menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bingung harus berbicara apa. "Itu... Kita belum kenalan, kan? Teddy tahu nama Jasmin cuma kita belum kenalan secara resmi, kan?"Berhasil, Jasmin kembali masuk dalam umpannya dengan kembali berbalik arah. Memang gadis mana yang akan menolak kesempatan untuk melakukan skinship dengan seorang Adiyaksa muda, tentu saja jawabannya tidak ada. Bahkan Jasmin yang terlihat tak acuh dan munafik dengan menolak pesonanya pada akhirnya luluh juga. Tangannya sudah terulur untuk menunggu tangan gadis itu balik menjabat untuk berkenalan, senyum manisnya setia terpasang dengan mata menyipit layaknya bulan sabit. Namun Teddy tak pernah tahu, jika tangan Jasmin yang perlahan mulai terangkat bukan untuk menyambut tangannya, melainkan...PLAKKK...."Lo... pakai topeng ya?"Butuh beberapa saat untuk Teddy memproses semuanya dalam kepala. Pemuda itu masih terkejut akan apa yang terjadi, seakan ini hanya ilusi yang tidak seharusnya terjadi, namun kebas di sebelah pipi memperjelas semuanya jika dia bukan tengah bermimpi.Dia, baru saja ditampar. Seorang Teddy Adiyaksa, ditampar? Ini lelucon, kan? Sialnya raut gadis itu yang seolah menantang membuat Teddy sadar ini bukan fatamorgana."Lo tahu kenapa gue nggak tahan lama-lama di sini?"Teddy masih membisu, tak percaya jika ada orang yang berani menamparnya."Your face trick make me sick."Kali ini Jasmin benar-benar berbalik pergi meninggalkan Teddy yang masih cengo tak percaya. Suara pintu yang tertutup menyadarkan pemuda itu pada kenyataan jika dia baru saja dipermalukan. Baru kali ini, ada seorang gadis yang bisa menolaknya bahkan dengan lancang menampar wajahnya. Namun yang lebih menarik dari pada itu ialah fakta jika Jasmin mengetahui topeng yang selalu dia pasang.Di tengah perasaan marah yang berkecamuk, Teddy tertawa lepas mengisi kekosongan ruang UKS. Wajah yang biasanya selalu menunjukkan senyum hangat kini berubah seiring lengkungan lurus di bibir. Pintu keluar tepat Jasmin sebelumnya menghilang menjadi objek yang seolah menarik untuk diamati. Satu sudut bibirnya terangkat menyeringai layaknya predator yang menemukan mangsa, sepertinya akan sangat menarik jika dia bermain dulu dengan gadis itu sejenak.

TEDDY-BearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang