12.

10 1 0
                                    

"Gimana?" tuntut Meda karena pemuda di sampingnya hanya diam.

Masih dengan posisi terlentang, Teddy yang semula melamun langsung tersadar dan menatap balik Andromeda yang masih dalam posisi duduk. Pemuda itu terdiam sejenak dengan mata kembali menatap lurus ke atas seolah tengah menerawang.

"Terlalu banyak rahasia yang Teddy sembunyikan." gumamnya sendirian. "Jadi agak sedikit sulit memilih mana yang harus diceritakan."

Bukannya terdesak karena dituntut sebuah jawaban, pemuda yang tengah tersenyum itu menganggukkan kepala tanpa beban. Tanpa sadar Teddy kembali teringat hal kotor yang siap dia rencanakan, tentang niatnya mencelakai seseorang.

"Teddy sering buat masalah, dan sebentar lagi mungkin akan sedikit terjadi kehebohan." lanjutnya menjelaskan.

"Masalah apa?" Abi bertanya penasaran. "Dari yang selalu gue perhatikan, Tuan muda Adyaksa jarang berbuat onar. Bahkan kadang gue suka heran kenapa elo bisa sangat sabar."

"Pembalasan nggak selalu dengan kekerasan."

"Bisa cerita yang jelas? Kita udah jujur soal rahasia masing-masing, rasanya nggak impas kalau cuma mau cerita setengah-setengah. Otak Heru juga gak kuat buat berpikir terlalu keras." tambah Dito buka suara.

Heru menatap sinis sang kawan. "Enak aja otak gue gak kuat, sendirinya juga mikir, kan?"

Sementara Heru dan Dito berdebat, lain dengan Andromeda dan Abi yang setia menunggu jawaban. Teddy masih terdiam mencoba memikirkan satu kejadian yang selalu disembunyikan agar teman-temannya paham, sesuatu yang tidak pernah mereka bayangkan.

"Ingat kejadian Agif?" tanya Teddy mencoba terlebih dulu melihat reaksi teman-temannya. "Anggap saja itu karma yang harus dia dapatkan karena berurusan dengan orang yang salah."

"Maksudnya?" tanya Abi masih tidak mengerti.

"Intinya, kejadian di lab kimia, itu ulah elo?" tebak Meda tanpa basa-basi.

Tidak seperti tiga temannya yang lain, Andromeda seolah menjadi juru bicara karena menjadi satu-satunya orang yang tidak terlalu kesulitan untuk menghubungkan keterkaitan mengenai hal-hal yang Teddy jelaskan. Karma yang dibicarakan Teddy pasti berkaitan dengan skorsing yang Agif terima dan penyebab hal tersebut tak lain karena Agif dituduh sebagai pelaku yang hampir membakar lab kimia. Setidaknya Teddy harus berterima kasih pada Meda karena tidak harus menjelaskan hal itu secara gamblang.

"Omong kosong, ini namanya elo curang." protes Abi kemudian. 

"Sama aja elo nggak cerita apapun."

"Maksudnya?" tanya Heru menyela karena tidak paham

"Lo percaya gitu sama cerita Teddy? Ini sama aja kayak dia curang karena nggak cerita rahasia dia sama kita."

Sementara Abi menyuarakan protesnya, baik Meda, Dito, juga Heru kompak terdiam memikirkan apa yang Abi katakan. Apa yang dikatakan Abidzar tidak salah, terlebih mereka mengenal betul bagaimana watak seorang Teddy Adyaksa yang bahkan tidak akan tega melihat hewan terlantar kelaparan. Lalu harus kah mereka percaya mengenai kenyataan bila Teddy merupakan dalang yang hampir melakukan pembakaran di lab kimia sekolah mereka. Mempercayai hal tersebut seolah mereka dipaksa menerima kenyataan bila Heru memiliki orientasi seksual yang berpindah haluan, atau sederhananya itu tidak mungkin karena Heru sendiri terkenal sebagai pacar seorang Intan, dan Intan yang mereka kenal masih seorang wanita bukan pria yang menyamar.

Sementara itu Teddy sendiri hanya diam, tidak menyangkal maupun membenarkan. Apa yang dilakukan hanya sebatas memenuhi tantangan, yaitu menceritakan satu rahasia yang disimpan. Pemuda itu diam karena tidak memiliki kewajiban untuk meyakinkan temannya jika apa yang diceritakan memang sebuah kebenaran, karena semua keputusan untuk mempercayai apa yang dia katakan sepenuhnya ada di tangan mereka.

TEDDY-BearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang