Dimas masih diam di tempatnya, kemudian ia melangkah dan berakhir di rooftop. Duduk sambil merebahkan tubuhnya di salah satu bangku tidak terpakai, menatap langit yang semakin terik. Ia menghela napas panjang, lalu menutup matanya dan bergumam nama seseorang.
"Alan, kenapa lo gak peka sih? Dasar idiot, gue bakal dapetin lo, suka gak suka, lo tetap milik jadi gue. Kalau gue gak bisa dapetin lo, dia juga gak bisa!" Dimas tersenyum misterius, kemudian bangkit dan berlalu pergi.
Di sisi lain, Alan sudah kembali ke kelasnya, dan duduk di barisan belakang dengan telentang. kakinya naik ke atas meja dan bernyanyi lagu jazz yang berjudul kasmaran.
Tak ada yang menarik, Alan pergi ke kantin, dan ternyata ia bertemu dengan pasangan sejoli. Siapa lagi kalau bukan Reyhan dan Al Wijaya.
Seperti biasa mereka menganggap Alan angin lalu, pemilik mata cokelat mulai kesal dan mencibir, "Serasa milik berdua ya, yang lain cuman ngekos!"
Lagi-lagi perkataannya diabaikan. Mereka berdua sibuk bermanja ria. Al yang duduk di sebelah Rey, tak bisa kalau tak berbuat hal-hal tercela.
"Al, aku malu."
"Malu kenapa beb? Tumben."
Bukan hanya menggoda, Al juga meraba-raba paha Rey yang terbalut celana hitam. Rey bergerak gelisah.
"A–ku malu. Ada yang liatin. Ahhh!" Al semakin jadi bergerak sesuka hati. Ia terus menggoda milik Rey. Tak peduli jika ada yang melihat.
"Gaskeun. Al! Mumpung masih sepi. Gue rekam ya siapa tau dapat piagam," ucap Alan sambil memegang kamera yang sudah menghadap mereka. Rey melirik Al, dan mencubit pahanya. Yang dicubit menatap Rey sendu. Segera Al merampas ponsel Alan.
"No, Lan, ini privasi! Daripada lo gangguin gue, mending lo cabut dari sini. Lo tuh gak dibutuhin," ucap Al sarkas. Alan merampas balik miliknya.
"Gue juga ogah, ini juga cuman iseng. Yaudahlah gue cabut. Ada yang rindu gak nih?" Alan sudah mau berdiri. Keduanya tiada ada yang menanggapi. Alan terpaksa pergi dan menjauhkan diri, di sepanjang jalan, Alan memainkan ponselnya.
Arahnya yang tak menentu, membuat Alan tersesat. Tiba-tiba saja ia berada di kamar mandi yang tak terpakai, dan ia sempat mendengar suara yang menggelikan. Setelah diikuti ternyata ada dua sejoli tengah bercinta.
"Ahh ... hng ... iya terus disituh, lebih dlm. Akh!" Alan merinding. siapa pula yang bercocok tanam di toilet. Ada celah di dekat pintu, Alan mencoba melihat, dan mata cokelatnya melotot.
Ngeri-ngeri sedap, sebelum ia mengutuk. Wajahnya ditutup dengan tangan gaib. Seketika Alan panik dan hatinya mencelos, mampus!
Dalam hati, Alan berteriak, "Help!"
Alan mencoba mendorongnya, tetapi tubuh orang itu tak bergerak. Kemudian, ia ditarik dengan paksa. Alan memberontak, tetapi kurungannya sangatlah kuat.
Entah dibawa kemana dia. Yang jelas tidak ada suara siapapun, hanya sapuan lembut yang menerpa wajahnya polosnya.
Kala matanya tak lagi ditutup, Alan membeku saat kedua bola matanya bertemu pandang dengan mata setajam elang. Sosok pemuda yang amat sangat dikenal Alan berdiri tepat di depan wajahnya. Alan menetralkan degup jantungnya yang sudah melompat ingin keluar.
"Ngapain lo di sini?" tanya Alan ragu, ia mencoba membuang rasa takutnya. Tapi pemuda rese ini tidak menjawab.
"Aish, terserahlah. Bye!" Alan melengos pergi, tetapi tangannya ditahan. Mata elangnya masih menatap tajam ke mata Alan. Pemuda bermata cokelat itu tak berkutik. perlahan Dimas mendekatkan wajahnya, seketika Alan melotot.
"Ng–ngapain sih!" Muka Alan memanas. Ia mencoba melepaskan diri, tapi tak bisa. Ia hanya pasrah dan menutup mata. Alan terisak—ia mudah digertak.
Melihatnya tak berdaya seperti ini membuat Dimas berhenti. Ibu jarinya menghapus tetesan embun yang keluar begitu saja, dengan lembut Dimas memberinya kecupan singkat.
"Sorry, but I want to you," bisiknya.
Alan membuka matanya perlahan, karena tinggi badan yang tak seimbang, Alan mendongak.
"Kenapa harus gue, Dim?" tanyanya lirih.
Dimas menggeleng. "Gue gak tau. I want to kiss you," ucapnya kembali, Ia menyentuh bibir mungil Alan, dan mendekatkan diri. Reflek Alan menutup matanya, seperti menikmati sentuhan Dimas yang hangat.
Mendapat balasan, tentu Dimas merasa senang, ia memeluk Alan dengan erat. Kedua tubuhnya saling menempel. Alan mengerutkan dahi dan lidah tak bertulang itu mulai bermain, Alan terlena. Kedua tangannya tak tinggal diam, ia mengalungkannya ke leher Dimas.
Keduanya bercipok ria sambil menikmati rasa manis itu. Gairah di antara mereka semakin liar. Alan menepuk dada bidang Dimas, ia kehabisan napas. Ciuman ganas itu akhirnya terlepas. Alan membuang muka, sungguh memalukan!
Sengaja ia menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Dimas sambil mengutuk, "You bastart and danger. I hate you!" Mendengar kutukannya, Dimas hanya tersenyum dan mengelus surai rambut Alan di antara sela jarinya yang kuat.
"I know. and I don't care. but I love you forever. I'm seriuosly! I want to you with me be happy," ucapnya dengan nada tegas.
Alan menatap sorot mata Dimas yang tajam kini berubah lembut dan penuh kasih sayang. Tangannya bergerak ke wajah Dimas, menyentuh dan menangkup pipinya dengan kuat seperti mencubit kue, perlahan kedua bibir itu menyatukan diri dengan irama yang menyenangkan.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cute Boyfriend
Подростковая литература[TAHAP REVISI] Sebuah kisah tentang anak remaja yang terjerat dalam asmaraloka yang berakhir dengan kenyamanan. Dipertemukan dalam sebuah permainan sepihak antar teman, dan dipaksa menjalin hubungan. Lambat laun, rasa di antara mereka akhirnya menya...