Alan berlari tanpa arah, keringat bercucuran. Napasnya tersenggal, sesekali melirik ke belakang. Syukurlah Alan tak dikejar. Akhirnya ia berhasil keluar dari zona terlarang.
Sepanjang jalan Alan menggerutu, "Kampret lo Al. Main pergi gitu ajah. Kalo ketemu gue mutilasi tuh orang!"
Tiba-tiba saja Alan tersungkur ke depan, ia mengumpat dan berkata kasar. Alan mendapati bayangan seseorang, lantas mendongak. Wajah datar Dimas menyapu pandangannya.
"Bukan-nya ditolong, malah dibiarin gitu aja. Gue tau gue ganteng, gak usah diliatin juga kali. Terpesona lo sama gue?" Perlahan Alan bangkit.
Dimas tak menjawab, tatapannya masih saja tajam. Alan pun pura-pura tak melihat. "Orangnya mana ya? Kok gak ada. Ok fix gue ngomong sendiri."
Tetap saja Dimas tak peduli, Alan melambaikan telapak tangannya ke wajah Dimas. "Halo, situ sehat?"
"Lain kali kalo mau kabur, pastiin tali sepatu lo diiket dulu," ucapnya sambil menunjuk ke bawah. Otomatis Alan menunduk dan ternyata ia terjatuh karena ulahnya sendiri, dan baru saja Alan menyalahkan Dimas. Sungguh terlalu. Pantas saja ini orang diam saja. Kan Asw!
Dimas menyudutkan Alan ke dinding. "Baru aja lo nuduh gue. Lo harus gue hukum!"
Alan memberontak, ia mencibir, "Lo tuh ngeselin banget sih. Udah tau ada orang jatoh bukannya ditolongin malah diancam. Nyesel gue kenalan sama lo!" Alan berlalu pergi, kesal dengan tingkah Dimas yang kekanakan.
Pengin gue tonjok tapi sayang, eh. Tatapannya itu loh yang buat gue gak bisa berbuat apa-apa, sedih sekali.
"Ayo ikut gue!" Tanpa permisi Dimas menarik Alan dengan paksaan. Alan mencoba berontak. Di kepalanya ada peringatan yang Bahaya.
"Mau ke mana? Lepasin, please jangan mutilasi gue!"
"Gue bukan psikopat," balasnya datar.
Dimas berjalan lurus tanpa melirik Alan. Pemuda bermata cokelat itu pasrah dibawa preman sekolah.
APA YANG AKAN PEMUDA ITU LAKUKAN?!
Dan di sinilah mereka berada. Dimas dan Alan duduk di pojokan. Alan menghela napas. Hampir ajah ia is death. Pikirannya yang kacau membuatnya panik. Tak disangka Dimas membawanya ke kantin. Menjadikannya patung dan tak diberi makanan. Padahal pemuda gila itu memesan banyak makanan.
Mendapati Dimas yang tengah makan membuat Alan kesal, ia pun sengaja menyindirnya, "Asyik ya yang lagi makan. Sendirian lagi, mana gak bagi-bagi."
"Emang lo siapa gue?"
"Ck. Anggap aja angin lewat. Yang selalu terabaikan," ucap Alan cuek.
Dimas tak merespons lagi, karena ia sudah kelaparan. Mengabaikan Alan dan menikmati makanan yang ada. Alan yang tak dianggap mulai bosan. Kedua bola matanya melihat para murid yang hilir mudik. Dari kejauhan tampak sosok mungil yang dari tadi menghantuinya. Siapa lagi kalau bukan Riza—si cowok manis.
BRAKK! Reflek Alan menggebrak meja dan ia merasa kedinginan. Setelah menengok ke samping rupanya Dimas tengah memperhatikan dan saat ini menatapnya dengan tajam. Matanya yang hitam hampir keluar. Alan tersenyum lebar sambil mengangkat kedua jarinya.
"Ehe sorry, minumannya tumpah. Bentar gue beli minum dulu." Alan berlalu pergi dan berbelok ke tempat lain, ia berlari dan mendekati rombongan Riza dan teman-temannya.
Alan berceletuk, "Eh ada yang manis."
Mendapat gombalan, Riza tersipu malu, sedangkan teman satunya—perempuan berkuncir kuda tengah menatapnya dengan sinis.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Cute Boyfriend
Roman pour Adolescents[TAHAP REVISI] Sebuah kisah tentang anak remaja yang terjerat dalam asmaraloka yang berakhir dengan kenyamanan. Dipertemukan dalam sebuah permainan sepihak antar teman, dan dipaksa menjalin hubungan. Lambat laun, rasa di antara mereka akhirnya menya...