9♈

3 0 0
                                    

Pagi ini hujan turun deras, melanjutkan sisanya yang turun dari semalam. Matahari seolah bersembunyi dibalik awan gelap yang menyelimuti langit, tidak ingin bangkit. Seperti penduduk Jakarta yang juga tak ingin bangkit karena suasana hujan memang membawa lebih jauh ke alam mimpi. Tapi untuk siswa SMA Bumi Bakti, hujan maupun cerah mereka tetap bersekolah. Seperti April yang melewati koridor yang Sekolah yang tidak secerah biasanya. Hari ini ia datang sedikit lambat karena harus menghadapi drama di rumah.

Karena hujan ia tidak di izinkan membawa motor. Jadilah ia diantar supir, sayangnya ban mobilnya bocor dan harus menunggu Papah bersiap untuk ke kantor menggunakan mobil Papah. Lumayan lama menunggu pria itu bersiap, tapi untungnya April sampai tepat waktu, meski koridor sudah ramai dilalui siswa-siswi. Dari koridor ia bisa mendengar suara teman-temannya yang berisik. Mungkin ada perkelahian? Hanya itu yang bisa April pikirkan. Namun, dugaannya salah. Penyebab keributan adalah Asril sang ketua kelas yang tak berhenti meminta pajak jadian pada Aries. Teman-teman sekelasnya juga ikut-ikutan membuat Aries harus berlari menghindari kerumunan massa.

Melihat April yang baru saja datang, teman-teman sekelasnya menyerbu April dengan brutal.

"Nanti malam lo harus manggung yah, April," pinta Asril yang tergolong memaksa.

"Kita mau nonton," lanjut yang lainnya.

"Dalam rangka apa?" tanya April sedikit kebingungan.

"Aries sama Gisa kan jadian. Nyanyiin dong lagu buat mereka berdua nanti malam," jawabnya.

"Masa teman sekelas jadian gak lo kasih selamat."

"Atau jangan-jangan lo gak terima karena gitaris lo di embat sama cewek lain?" kompor Asril yang mulutnya titisan ibu-ibu tukang gosip yang nangkring di penjual sayur.

April akhirnya mengangguk terpaksa membuat seisi kelas bersorak gembira. Jika bukan karena tuduhan yang dilontarkan Asril, ia sama sekali tidak siap untuk tampil bernyanyi. Aries melongo kebingungan mengapa April mengiyakan begitu saja, seharusnya April marah, tapi gadis itu diam saja.

"Tuh, April setuju. Gimana lo, Res?" tanya Asril.

"Gue ngikut," jawabnya yang langsung disambut sorakan oleh teman-temannya.

Tak selesai sampai di situ. Kebetulan hujan belum berhenti dan tidak ada tanda-tanda akan berhenti. Disaat seperti ini guru juga sepertinya mager untuk masuk. Mereka semua dengan jahil menggiring Aries dan Gisa menyusuri koridor yang ramai, layaknya menggiring pengantin. Untuk yang tidak paham tentu saja bingung dengan apa yang kelas sepuluh ipa A lakukan. April tetap memilih di kelas dengan alasan PR matematikanya belum selesai. Iring-iringan baru selesai setelah hujan berhenti, satu per satu guru juga mulai berdatangan memasuki kelas. Meski sepuluh ipa A masih jam kosong karena guru yang mengajar dikelasnya belum juga datang.

Cahaya bulan menerangi kota, meski sekarang sudah dibantu oleh banyak lampu jalan dan cahaya dari toko-toko yang buka setiap malam. Aries berkendara berencana menjemput Gisa. Ini adalah kali pertama Gisa menonton live music sekaligus kali pertama ikut bersama teman-teman sekelasnya. Selama dua bulan ini ia tidak pernah hadir di acara apapun yang diadakan teman sekelasnya. Namun malam ini ia memutuskan hadir karena katanya ini dibuat khusus untuknya, walau sebenarnya tidak juga. Hampir tiap Minggu teman-temannya melakukan ini, kumpul bersama di restoran, cafe, ataupun rumah Asril sang ketua kelas dengan alasan kerja tugas. Benar-benar anak kelas sepuluh kurang kerjaan.

"Bagus, gak?"

Pertanyaan yang dilontarkan Gisa saat Aries datang. Aries memerhatikan penampilan Aries dari atas sampai bawah, rok dibawah lutut berwarna hitam, kemeja putih lengan panjang, dan rambut panjang yang dibiarkan terurai. Sangat sederhana. Namun tidak ada April di setiap penampilan gadis ini, tidak ada aksesoris yang dikenakan seperti yang biasa dilakukan April, tidak ada polesan bedak dan lip tint pada bibirnya. Benar-benar polos dan apa adanya.

Semua Tentang AriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang