11♈

4 0 0
                                    

Cuaca di bulan Januari memang tidak bisa di tebak. Kadang hujan turun dengan deras lalu tiba-tiba terik. Hari ini cuaca memilih untuk hujan disertai petir. Sialnya tepat di jam pulang Sekolah dan keduanya lupa membawa jas hujan. Aries dan Gisa yang terlanjur di tengah jalan terpaksa berteduh di warung kopi. Sangat kebetulan karena Aries memang pecinta kopi pahit seperti Bapak. Lokasi warung kopi yang tak jauh dari Sekolah menjadikan warung ini tempat berteduh bagi anak-anak yang terlanjur berkendara seperti Aries.

Hujan tampaknya tidak menunjukkan tanda akan reda, petir juga tidak berhenti menyambar membuat semua siswa yang sedang berteduh spontan beristighfar. Aries, ia beristighfar dalam hati sembari menyeruput kopi yang baru ia pesan. Mungkin ini salah satu nikmat Tuhan, meminum kopi kala dingin dan hujan.

Dari luar, mata Gisa tertuju pada April yang sedang mendorong motor untuk berteduh. Namun yang aneh adalah, mengapa April mendorong motornya.

"Motornya kenapa, April?"

"Mogok," jawab April seadanya.

April dan Gisa memang tidak begitu dekat. Semua temannya menyadari hal itu dan menganggapnya wajar karena Gisa memang sering menghabiskan waktu di perpustakaan, sedangkan April berada di ruang musik. Keduanya sama-sama jarang di kelas.

"Duduk, April," tawar Gisa.

Entah mengapa rasanya aneh berdekatan dengan dua couple goals Bumi Bakti. Sebelumnya mereka seperti orang asing di kelas, wajar saja jika merasa aneh karena tiba-tiba dipertemukan saat hujan. Seandainya motornya tidak mogok, April sangat ingin pergi dari sini Ya Tuhan.

"Kamu gak ngopi, Sa?" tanya April tiba-tiba.

Entah mengapa pertanyaan itu tiba-tiba muncul dibenaknya saat tidak sengaja melihat Aries yang meminum kopi di samping Gisa.

"Enggak. Aku gak suka kopi," jawab Gisa sedikit canggung. "Kamu suka kopi?"

"Enggak juga," jawab April sembari mengeringkan tangannya yang basah menggunakan rok abu-abunya. "Sebenarnya cuma nanya aja, sih. Soalnya biasanya kalau pacaran kan suka sama-sama gitu makanan kesukaannya, minuman favorit, hobi mungkin."

"Enggak juga, ah. Malahan kalau hobi kelihatannya kalian berdua yang hobinya sama," celetuk Gisa.

"Enggak. Aku hobinya nyanyi, dia main musik. Beda dong. Kalian punya hobi yang sama, sama-sama suka baca buku di perpustakaan."

"Sorry, Aries jarang baca buku, dia suka nemenin aja," sanggah Gisa membuat April berhenti berkutik.

Aries yang melihat keduanya sampai lupa menyeruput kopi di tangannya. April yang merasa diperhatikan memilih berdiri dan sedikit menjauh. Tangannya terulur menikmati tetes hujan yang jatuh di telapak tangannya. Dalam hatinya berdoa agar hujan cepat berhenti supaya ia bisa mendorong motornya ke bengkel.

Sebenarnya ada opsi lain, yaitu menelfon asisten rumah tangga atau siapapun yang bekerja di rumah. Namun jika ia melakukan hal itu maka ancaman Mama yang akan menjual motornya benar-benar terjadi. Makanya ia memilih menyelesaikan masalahnya sendiri, tanpa campur tangan siapapun. Mama memang tidak pernah setuju April mengendarai motor.

Lima belas menunggu, harapan April terkabul. Hujan berhenti, tidak ada lagi dentuman petir yang menghiasi langit, tapi gumpalan abu-abu itu masih menyelimuti langit. Tidak masalah, April bisa mendorong motornya lebih cepat sebelum hujan kloter dua berangkat menembus bumi.

"Motornya kenapa?"

Kali ini Aries yang bertanya.

"Mogok."

"Mending kamu yang dorong deh, Res. Kasihan April," ucap Gisa.

"Sini aku yang bawa ke bengkel. Kamu bawa motor ku aja bareng Gisa."

Semua Tentang AriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang