🔸5. Sampai Mampus🔸

4 1 0
                                    

Seusai maghrib, Kalingga di amanati sang Pakde untuk mampir ke warung kelontong dekat langgar, untuk membeli obat nyamuk pesan nya. Karna kata Pakdenya tadi, ia sendiri lah yang menghabiskan nya kemarin malam. Pantas saja tidurnya lelap, tidak ada bekas gigitan nyamuk sama sekali. Pasti karena semua obat nyamuk yang bersisa terpakai dalam kamar Kalingga. Kurang lebih pesan amanah nya seperti ini, "Rampung sholat ojo bali sek yo nang, tumbaske obat nyamuk ning Dhe Mudah. Wis ntek karang dinggo kowe sewengen." (selesai sholat jangan pulang dulu ya nak, belikan obat nyamuk di kelontong Mbah Mudah. Sudah habis orang dipakai kamu semalaman).

Sekalian Kalingga mau membeli rokok, mulut nya hambar tanpa menyesap sebatang nikotin itu. Bisa dibilang merokok adalah keterbiasaan Kalingga setiap harinya. Jadi, jika satu hari saja ia tidak menyesap batang rokok, rasanya teramat hambar.

Tidak sulit mencari kedai yang dimaksud Pakdenya, karena di depan warung kelontong yang baru saja Kalingga lewati itu terdapat papan juga spanduk bertuliskan 'Kelontong Mudah' tentu saja, sudah tepat tempatnya.

Begitu masuk, bau khas debu, maupun kardus kemasan berbaur menjadi satu. Begitupun rak-rak peralatan juga bingkisan jajan terjejer rapi ditempatnya, dengan pencahayaan yang remang-remang dan tampak sunyi. Tidak ada sosok manusia yang menjaga. Memilih memencar, tak mengindahkan kesunyian, netra Kalingga mulai menyapu setiap rak yang ada. Mencari 2 barang yang dibutuhkannya. Lebih cepat lebih baik, karena Irawan sudah menunggunya di teras langgar.

Usai mendapatkan nya, Kalingga menuju meja bayar, sudah ada sosok yang tengah menghadap belakang dari arahnya, tengah mengumpulkan tiap-tiap helai rambut pada genggaman nya. Dari belakang, Kalingga mengenali sosok tersebut, gadis itu.

"Kau bekerja disini?" Diletakkan olehnya sebungkus obat nyamuk juga rokoknya. Berdiri tegap dengan kedua tangan melejit masuk ke dalam saku celananya. Tidak menghiraukan keterkejutan gadis itu kala membalik tubuhnya. Namun, tidak berselang lama karena gadis tersebut tampak tidak menghiraukan kehadiran Kalingga.

"Sudah ini saja? Tidak mau tambah?"

Bukannya menjawab pertanyaan Kalingga lebih dulu, justru Kalingga menangkap pergerakan gadis itu yang tengah mengemasi barang hasil beli nya. Seolah-olah mereka memang tidak saling mengenal, meskipun kebenarannya memang begitu. Tidak terlalu dekat juga, lalu untuk apa keduanya saling bertegur sapa. Tapi kan, mereka sudah berkenalan, tidak ada salahnya Kalingga mengajukan pertanyaan lagi.

"Kenapa berbohong padaku? Pasal kedatangan mu tadi sore, kau datang untuk mencari Irawan kan?"

"Totalnya 100 rupiah."

Geram, Kalingga sedikit tidak sabar. "Rintik," Panggilnya, lantas membuat gadis di hadapan nya mengangkat pandangan. Jadilah keduanya tenggelam di dalam lautan bola mata. "Aku menanyaimu, kenapa tidak menjawab?"

"Karena aku tidak mau minta maaf."

Kening Kalingga mengernyit, "Maksudnya?"

"Kau tau aku melakukan kesalahan sejak awal bertemu dengan mu. Jadi jika kau mau uangnya kembali, tidak bisa. Aku sudah memasukkan nya ke dalam celengan ayamku, toh kau sendiri yang sukarela memberikan nya padaku. Jadi jangan pernah sekali-kali menyalahkanku. Itu kebodohanmu sendiri, salah siapa tidak mengelak."

Bibir tipis yang bercerita sepanjang kereta itu tampak menarik di mata Kalingga. Rautnya seolah-olah murni waspada, menimbulkan perhatian Kalingga untuk gagal fokus memandangi wajah ayu gadis itu.

"Sudah tau salah, kenapa tidak meminta maaf?"

Lucu, gadis itu malah menatap curiga dengan pupil mata membesar. "Kau mau mengadukannya pada Bapak ku ya?"

KALINGGA 1988 [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang