🔸14. Malam Kelabu🔸

2 1 0
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul tengah malam lewat, dan film baru saja selesai diputar. Sudah tidak banyak anak-anak kecil bermain, lantaran masing-masing anak sudah tertidur diatas pangkuan orang tua mereka. Tapi semangat muda-mudi serta paruh baya disana masih membara. Beberapa dari mereka ada yang bersorak belum puas dengan filmnya, tapi ada juga yang merasa terhibur puas. Alih-alih kebanyakan film dewasa di era 70an, setidaknya ditahun mereka, 1988 sudah banyak perkembangan film-film romantis bertokoh anak muda yang membangkitkan masa muda mereka yang merekah.

"Wihh, aku suka nih sama pemeran lelaki nya. Bila perlu aku mau jadikan Alexander sebagai idolaku mulai detik ini." Irawan bercelutuk lantang tidak sadar mengangkat tangan Rintik dan Hanin, karna pikirnya itu tangan Kalingga dan Baluku.

Kalingga yang melihat nya spontan menurunkan tangan Irawan dari Rintik tanpa berucap sepatah katapun kecuali lirikan.

"Eh maaf Rin, Nin, kelepasan aku." Lalu gelak tawa Irawan terdengar, ia benar-benar tidak bermaksud apapun hingga membuatnya salah tingkah.

Baluku sih tampak anteng-anteng saja ditempatnya, dirasa orang lain tertawa karena berjalan nya film pun ia tetap memasang wajah datar. Melihat Irawan barusan saja ia hanya sekedar menggelengkan kepala, sudah tidak habis pikir. Lalu kemudian suaranya terdengar, "Sudah malam, ayo pulang." Tulas Baluku.

"Ayo-ayo, aku juga sudah pegal nih. Ingin tiduran." Irawan bergegas berdiri, memakai sendalnya dan bersiap membantu Hanin menggulung tikar. "Eh tapi, kalian berdua aman ndak pulang ke rumah? Atau mau kita temani?" Tanya Irawan menatap dua gadis dihadapannya bergantian. Mengingat waktu sudah menunjukkan tengah malam lewat, ditambah rumah kedua gadis itu yang lumayan jauh.

Hanin menatap pada Rintik yang juga menatapnya balik, kemudian Hanin berujar, "Kalau ndak merepotkan, boleh tolong antarkan kami?"

"Maaf, tapi aku ndak bisa. Aku harus pulang dengan Makde ku." Tukas Baluku cepat sebelum memberatkan niatnya untuk pulang bersama dengan Makde.

Sedangkan Irawan tampak berpikir, jika Baluku tidak bisa, maka tersisa dirinya dengan Kalingga, serta dua gadis ayu di hadapannya. Bagus, menarik juga ide Baluku ini. Irawan harus berterimakasih nih nanti.

"Baiklah, kalau begitu aku antarkan Rintik sampai ke rumahnya. Lalu Kalingga antarkan Hanin juga."

Penuturan Irawan barusan membuat ketiganya melebarkan mata, terlebih Kalingga yang sudah bersiap melayangkan banding. Namun suara Rintik lebih dulu menginterupsinya, "Aku setuju."

Salahkah Kalingga merasa dibebani oleh kedua pihak? Kenapa tiba-tiba gadis itu mengiyakan begitu saja tanpa berucap apapun pada Kalingga dan berlalu begitu saja dengan Irawan. Meninggalkan dirinya dengan Hanin serta Baluku dalam keterdiaman sesaat. "Kalau begitu aku duluan ya Ling, Nin." Pamit Baluku kemudian.

Menyisakan Kalingga dengan pikiran berkecamuk nya. Alih-alih menolak Hanin yang tengah menatapnya lamat, Kalingga hanya menghela nafasnya gusar. Sebelum kemudian bibirnya berucap, "Sepedaku disana."

Dilain tempat, Irawan sudah menyunggingkan senyumnya tinggi, berpikir mimpi apa ia semalam sampai bisa membonceng kan Rintik berdua saja seperti ini. Wah, menang banyak nih Irawan. Lumayan, bisa dijadikan Irawan untuk waktu mengobrol dengan Rintik.

"Rin," Panggil Irawan, namun tidak ada sahutan, dipanggilnya lagi kali ini dengan nama lengkap gadis itu sendiri. "Rintik."

"Ya?"

Irawan terkekeh sebentar, sebelum melayangkan pertanyaan. "Surat dariku tempo hari sudah diterima?"

"Ya, sudah."

"Sudah dibaca juga?"

Cukup lama Irawan tak kunjung mendapatkan jawaban, namun beberapa detiknya Rintik menjawab. "Sudah juga."

KALINGGA 1988 [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang