Katanya Dion sih memang cukup untuk anggota satu tim. Tapi ini bukan hanya cukup untuk mereka. Satu Rt mau diajak pun juga masih banyak ruang tersisa.
“Ini beneran restoran bu Jong yang viral itu kan?” tanya Johnny sambil memperhatikan seisi ruangan.
“Iya bang, kagak percaya amat deh,” ujar Dion sambil mengunyah kudapan yang disediakan di meja.
“Kalo dilihat-lihat sih mirip ya sama yang lagi viral. Tapi kok sepi amat?” Yuda menambahi.
“Inilah yang namanya relasi dan koneksi, tahu gak kenapa bisa sepi? Ya karena kita yang mau dateng.” Dion mengangkat alisnya sambil bergaya.
“Idih istimewa amat. Emang lu siapa?”
“Nanti juga lu paham, Bang.”
Johnny dan Teo bertukar pandangan, seolah berkata “Yaudah tungguin aja.”
Seorang pelayan datang membawakan pesanan mereka diiringi dengan satu pria yang mengenakan kaca mata hitam.“Halo halo. Selamat datang di restoran bu Jong. Cita rasa khas menggunakan resep turun temurun.”
Teo mengeryitkan dahinya, seakan tak asing dengan suara yang baru saja mengudara.
Pria itu kemudian melepaskan kaca matanya dengan penuh gaya. Menampakkan keseluruhan wujud wajahnya. Dan Dion disamping Johnny tersenyum puas.
“Tunggu ada yang bisa jelasin sesuatu? Apa maksudnya ini?” tanya Teo dengan wajah melongo.
“Oh!” seru Yuda yang seolah-olah baru saja mendapat wahyu entah dari mana. “Masuk akal sih, namanya kan Jong Chenle.”
Butuh beberapa waktu sampai mereka sadar apa yang dimaksud oleh Yuda. Mereka baru ingat seorang Cindo seperti Chenle yang senantiasa tampil necis memang selayaknya berasal dari keluarga pengusaha kaya raya.
“Oh jadi gitu tha...” Teo mengangguk-angguk.
“Yah begitulah.” Dion meniup-niup jarinya dengan rasa bangga.
“Wah parah sih, Le. Lo gak perna cerita ke gue. Kalo lo anak sultan begini.” Wajah Yuda mencetak rasa kesal yang kentara.
“Buat apa emangnya? Kayak lo penting aja.”
“Oh oke. Gitu ya. Aku gak papa kok.”
“Kan kalo kita tahu dari awal kita bisa nyobain ini menu dari awal, Le,” ujar Johnny tak tahan juga. Entah sudah beberapa banyak ludah yang ia telan saat mendengar kelezatan pecel bu Jong disebut-sebut.
“Dan kita bisa dapat gratis, kan.” Yuda menambahi.
“Ya! Ini dia alasan gue kagak mau ngasih tahu.”
Selayaknya teman dekat yang sudah seperti saudara, pertemuan mereka yang dijeda untuk waktu yang lama selalu diselipi dengan pertengkaran penuh makian dan hujatan. Tapi justru menghangatkan hati Folia yang menontonnya. Seperti kue bakpao yang baru diangkat dari kukusan.
“Anak siapa nih?”
“Kenalin. Anak baru gue nih.”
“Gue kira pacar baru lu, Bang. Orang baru putus juga.”
“Pasti ini ada ember bocor.” Teo menatap Dion tajam. Dion sendiri terbatuk-batuk seperti habis menelan beton.
“Ehm. Jadi gini, ya. Kalo lo bingung. Chenle ini temen satu SMPnya Malik. Mereka seangkatan, sebenernya ini anak lebih muda dari Malik. Tapi karena Chenle ini otaknya enggak normal atau karena orang dalam ya dia jadi satu angkatan sama Malik.”
“Jaga mulutmu ya. Enak aja orang dalam.” Kesal Chenle yang kemudian menghadiahi Dion dengan tamparan sepanas setrika.
“Oh iya kalau enggak tahu Malik, dia itu saudara sepupunya Yuda sama Teo. Jadi mereka bertiga tuh sepupuan.” Folia mengangguk-ngangguk atas penjelasan Johnny.
Terang saja, Folia sudah tahu fakta itu. Kemarin kan mereka bicara banyak hal. Bahkan ukuran sepatunya pun ia tahu. Entah apa yang membuat pembicaraan mereka bisa sedemikian melebarnya.
“Tenang aja kalian gak usaha bayar.” Semuanya langsung sumigrah, terlepas dari sebagian beban yang mereka pikul. “Gue tambahin di buku bon aja.”
Chenle ini memang asli Cindo, mengerti?
*
Sudah lama Johnny belum mengupload video apa pun di kanal youtubenya. Kesibukannya belakangan ini membuat ia kehabisan waktu. Andai saja waktu bisa dipinjam, maka ia akan meminjamnya tak peduli seberapa banyak bunga yang harus ia peroleh. Sebab waktu 24 jam serasa tak pernah cukup.
Johnny memang tidak pernah berniat menjadi seorang vlogger. Ide itu terlintas saat ia merasa suntuk di tengah waktu luangnya. Istilahnya, iseng. Yang ia unggah ya hanya kesehariannya saja, atau hal random lainnya. Ternyata vidionya laris manis juga. Banyak yang bilang kalau Johnny seakan punya magnet dalam dirinya dan daya tariknya begitu kuat.
Saat membaca komentar orang-orang yang bertanya kapan dia mengupload vidio baru dengan nada kangen. Johnny menyempatkan diri untuk bersitatap dengan layar komputernya, walau malam sudah hendak beranjak pergi. Ia tetap fokus mengedit vidio, sebenarnya itu vidio lama saat Johnny dan kawan-kawannya menginap di rumah Johnny minggu lalu.
Johnny termenung sesaat. Ada kalanya ia merasa kesepian ketika teman-temannya tidak menginap di rumahnya. Udara yang ia hirup serasa ganjil dan tidak biasa. Ada partikel asing yang menyusup masuk.
Author's Note
Sudah berapa lama aku tidak update? Maaf tidak konsisten. Jujur aja bingung cerita ini mau dilanjut kemana. Karena ini ceritanya aku tulis secara spontan, tanpa membuat plot line dan lain sebagainya. Tapi rencananya ini bakal dibikin ringan aja si, karena aku males mikirnya, wkwk. Semoga chapter ini tidak freak ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I think is not u
FanfictionSiapa sangka penggemar senyumanku itu jadi bagian dariku. Halaman-halaman yang terisi serangkaian hal monoton, tiba-tiba saja berubah menyenangkan. Tapi entah mengapa aku merasa bukan kamu orangnya. Ah, aku memang tak tahu diri Start : 14 Juli 2023 ...