Sudah sejauh ini dan kalian sudah mengerti belum? Tentang siapa aku dan bagaimana bagian dariku berkisah. Agar ketidaktahuanmu itu tidak semakin mengendap dalam tempurung kepalamu dan berakhir menyisakan kerak. Jadi, kujelaskan saja. Kalian masih ingat seseorang yang berbicang denganku lewat telepon beberapa hari yang lalu? Kalau kau ingat, itu bagus. Tapi kalau tidak, yah barangkali memang tidak penting.
Kami sudah saling menukar janji untuk menghabiskan waktu bersama kalau seandainya aku kembali pulang. Tapi apa daya, dia manusia sok sibuk. Beribu wacana sudah kami lewatkan, keburu basi dan kaduluwarsa. Seperti berita lama yang terlupakan.
Tapi kemarin di telepon dia bicara dengan nada yang kelewat serius, barangkali sebab aku terlalu banyak menyebutnya sedang berbohong. Dia bilang akan menjemputku untuk diajak jalan-jalan ke pasar malam. Cih, norak sekali. Sekian lama kami tak berjumpa dan itu tempat yang terpikirkan olehnya untuk pertemuan pertama kami setelah sekian lama? Tapi apa boleh buat, hatiku tak kuasa menolaknya. Ia serius mengajakku pergi bersama saja sudah menyebabkan guncangan besar.
“Dia itu pacarmu?” tanya Teo yang menyadari senyumku yang naik turun karena terus memperhatikan orang yang masuk ke dalam kafe. Sebenarnya aku sudah menyuruhnya pulang saja, tapi dia bilang akan pulang kalau orang yang kutunggu sudah sampai.
“Bukan, kok. Kenapa mikir gitu?”
“Habis dari tadi celingukan mulu deh. Kayak gak sabar banget ketemu.”
“Aku kelihatan sebegitunya?”
Teo mengangguk kuat-kuat. “Excited banget gitu.”
Aku sama sekali tidak sadar kalau aku sedemikian bersemangatnya. Tapi masa iya sebegitunya? Sebegitunya aku berharap dia datang? Jangan-jangan nanti berakhir dengan sebuah pesan yang mengatakan ia tidak bisa. Aku sesegera mungkin memperbaiki ekspresi wajahku, aku tak mau Teo salah paham. Nanti bisa-bisa ia berpikir aku ini gadis yang sedang kasmaran.
“Ceritakan sedikit dong tentang dia. Keliatannya spesial betul.”
“Enggak juga, sih. Cuma udah lama gak ketemu aja. Oke deh aku bakal cerita.” Toh buat apa juga kusembunyikan. “ Dia temenku dari usia remaja. Kita ketemu di acara pertemuan bisnis keluarga tepatnya saat usiaku 16 tahun. Oke skip bagian itu.” Aku hanya tak mau sesuatu yang tak perlu terungkap. Karena memang sepertinya tidak boleh ada yang tahu.
“Oke, lalu?”
“Yah, kita kenal dari sana. Singkat cerita deket. Kita sering ketemu di acara yang sejenis. Terus bla bla bla, jadi sering komunikasi. Aku balik ke asrama, lost contact. Setelah beberapa tahun balik, dan kembali kontakan lagi. Dari banyak wacana yang menjamur, hari ini kita mau ketemu. Tapi batang idungnya gak nongol juga.” Kuceritakan sejarah pertemuan kami dengan satu tarikan napas.
“Kamu lagi ngerap?”
“Eh?” Teo tertawa saja melihat responku. “Yah, pokoknya gitu kan. Sebenernya dia ini anak bandel.”
“Kenapa bisa gitu?”
“Ayahnya ini punya perusaahan di bidang furniture. Tahu J'lock itu?”
“Oh tahu dong. Aku punya sofa keluaran J'lock setelah nabung dua tahun.”
Aku mengangkat kedua alisku. “Nah jadi gini...” Aku menimang-nimang sesaat, apa aku perlu menceritakan ini? Dan buat apa aku ceritakan sedetail ini? Apakah ini penting buatnya? Bisa jadi Teo melakukan hal yang tidak sewajarnya setelah mendengar ceritaku. Apa mungkin ia tak keberatan jika kuceritakan ini pada Teo? Sungguhkah aku berhak atas ini?
Teo menunggu kelanjutannya. Apa boleh buat aku terlanjur membuka topik. Jadi kulanjutkan saja secara singkat. “Seharusnya dia jadi penerus perusahaan ayahnya. Tapi karena ada sesuatu yang bikin dia males. Dia lari dari tanggung jawab itu, yang sebenarnya enggak sepenuhnya tanggung jawab dia. Dia ngeberontak sama ayahnya kayak bocah SMP yang lagi puber, lari dari rumah terus ngebentuk band enggak jelas gitu. Tapi akhirnya bubar. Tapi untungnya sekarang dia jadi penyanyi solo yang yah cukup terkenallah.” Semoga saja itu tidak terlalu panjang dan membahayakan.
“Bentar kok kayaknya enggak asing?” Aku memelotot. Jangan-jangan ada hubungannya dengan perusahaan tempat ia kerja sekarang, tapi kan perusahaan J'lock adalah mitra bisnis ayahnya. Jadi secara tidak langsung ya punya kerja sama di perusahaan ini.
Suara bel pintu kafe berbunyi, menyembul sosok tinggi dengan rambut halus kecoklatan. Ia menghampiri mejaku dan Teo. Tersenyum, menampilkan dekik manis yang selalu aku rindu. Maksudnya sudah lama tak kulihat. Dan ketika dua laki-laki di depanku ini bertemu pandang, ada sesuatu yang tidak aku tahu dan sepertinya mereka bukan orang asing bagi satu sama lain.
Author's Note
Mencoba untuk konsisten kembali. Kayaknya chapter yang buat besok bakal ku up h ini jika memungkinkan. Chapter ini mungkin adalah freak pt.2

KAMU SEDANG MEMBACA
I think is not u
FanficSiapa sangka penggemar senyumanku itu jadi bagian dariku. Halaman-halaman yang terisi serangkaian hal monoton, tiba-tiba saja berubah menyenangkan. Tapi entah mengapa aku merasa bukan kamu orangnya. Ah, aku memang tak tahu diri Start : 14 Juli 2023 ...