00

346 30 11
                                    

⚠️ Peringatan ‼️ (18+) KONTEN MENGANDUNG KEKERASAN

*Jangan lupa di-vote, ya!*

Perempuan bergaun biru tua sembunyi di balik tumpukan kursi rusak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perempuan bergaun biru tua sembunyi di balik tumpukan kursi rusak. Membekap mulut dan hidungnya sendiri berharap dengus nafasnya tidak terdengar. Jantung memompa kencang membuat tubuhnya gemetaran tak terkendali, dingin dan takut sekaligus. Keringat sebiji jagung menetes dari pelipis, jatuh ke area memar baru di tempurung lutut yang telanjang.

Samar-samar netra mengindik sebelah sepatu berhak tinggi yang tertinggal 5 meter darinya. Kala kilat merambat di langit malam, sebuah bayangan memantul pada dinding bercat putih usang, tangan bersarung hitam memungut sepatu itu dengan gerak perlahan. Meski cahaya minim, Sabrina masih bisa merasakan seringai bengis di balik tudung itu. Ngeri. Aura haus darah memancar dari sana

Dia adalah, yang orang-orang sebut sebagai 'Malaikat Pemburu'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia adalah, yang orang-orang sebut sebagai 'Malaikat Pemburu'. Sosok berjubah hitam pencabut jiwa 'Pendosa'. Tak menyangka, Sabrina berkesempatan menjadi salah satu dari belasan orang yang dikunjungi. Tidak ada yang bisa sembunyi dari sosok itu. Dengan sisa daya, Sabrina menyemangati diri untuk kabur. Lagi. Ini sudah berlangsung puluhan menit.

"Ampuun..." isaknya di tengah upaya menyeret kaki kiri yang pincang. Suaranya terseok dan serak. Begitu berharap maut tidak menjemputnya malam ini.

Namun energi sang pemburu yang begitu besar dan bersemangat dengan mudah menerjang, menyambar rambut panjang Sabrina yang berwarna cokelat chesnut. Dalam sekejap dilumpuhkan, kini tubuhnya terpelanting ke lantai, kepalanya membentur keramik. Upaya kabur yang gagal.

Di tengah ia memproses rasa ngilu pada tulang oksipitalnya, sang pemburu sudah beraksi lagi, menyambar kakinya yang pincang, menyeret dengan langkah menggebu-gebu.

Sabrina kehilangan setengah kesadaran, tak bisa lagi meronta. Linglung di kepala membuatnya pasrah. Mata berkunang-kunang, ia merasakan tubuhnya diseret menuruni tangga dari lantai 3. Kepalanya dibiarkan menghantam anak tangga bertubi-tubi. Telinganya dapat mendengar dentuman keras seperti ledakan labu.

Ia hanya mampu melenguh dengan suara tercekik-cekik. Ngilu tidak terkira. Tengkorak pecah, otak terkoyak, saraf rusak, nafas merongrong. Darah mengucur dari celah retakan, membanjiri setiap medan yang dilalui.

Penglihatannya kabur. Lalu seluruh indera berhenti berfungsi. Di bawah tangga berkelambu sarang laba-laba, meniduri lantai dingin berdebu, di dalam gedung tua berbau kotoran hewan pengerat, sisa kesadaran menyaksikan psikopat keji itu berdiri mengamati detik-detik sekaratnya. Menyeringai menikmati sisa nafasnya yang terjepit-jepit.

Air mata menetes bercampur dengan darah. Di ujung ajal, perempuan 28 tahun itu menyesali perbuatan dosa yang membuatnya mengalami cara kematian tragis seperti ini.

***

Sosok misterius itu keluar dari gedung. Dengan tangan yang masih mengenakan sarung hitam, dia tekan tombol di pinggir ponselnya. Pada layar itu tertulis :

"Selamat! Anda terpilih menjadi peserta The Pandora Trip! Klik peti emas di bawah ini untuk menemukan kata sandi anda. Peti emas hanya terbuka satu kali."

***

A PLACE CALLED "PANDORA"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang