12

12 2 0
                                    

*Jangan lupa di-vote, ya!*
——————————————

"Dua minggu lagi isteri Jefri melahirkan. Dengan kondisi tubuh yang nggak fit, butuh penanganan ekstra..." sambil berdiri menatap waktu di layar TV, Lily menyindir Adam. Rambut sedadanya yang sudah setengah kering, dibiarkan terurai, "Tega bener yang ngambil kuncinya..." lanjutnya.

"Kamu nuduh saya?" alis Adam menjengit, dia sedang berdiri di depan rak penyekat ruang tamu dan kamar, memindai wajah Aira, "Nama?"

"Peanut Butter-44..." ucap Aira. Matanya melompat ke samping bahu kiri Adam, sebuah buku filosofi menarik perhatiannya.

"Password?"

"The song of the dark Siren on the death sea..."

"Oke, sip..."

"Aturan bisa saya cegah," lanjut Lily melipir ke meja makan, tangannya menyusuri buah apel di keranjang, "Sayangnya, nggak ada kepikiran kamu bakal ngambil kuncinya dia... emang luar biasa 'out of the box' kelakuan kamu itu."

Adam menyungging senyum, merespon perkataan Lily saat Aira gantian memindai wajahnya, "Nggak usah munafik, kamu juga pengen menang, kan? Nggak mungkin kamu mikir 66 orang bakal lolos semua sampe akhir..."

"Ya. Tapi dengan cara yang adil."

"Jadi kita boleh curang?" Friska bangkit dari sofa, untuk giliran dipindai. Dia mencoba memihak Adam, namun pria itu jelas masih muak padanya.

Meski begitu Adam membutuhkan aliansi, "Kalo mau menang, kita harus pake cara yang lebih cerdas..." ucapnya tanpa mau melihat sosok Friska secara langsung, terus memposisikan kamera menghadap ke wajah wanita itu.

"Pixie Dust-53..." sebut Friska sebelum melanjutkan, "Pokoknya aku ngikut kamu aja." Konsentrasinya mengambang. Kesempatan berdiri sedekat itu dengan Adam adalah kelangkaan yang mustahil terjadi. Dia bisa merasakan nafasnya tersengal kala mata teduh berwarna cokelat muda memperhatikan wajahnya dari balik kamera. Gerakan bibir serta jakun Adam saat berbicara membuatnya menelan ludah.

"Liat keamanan mereka kek gimana? Mau naik bus, buka gerbang, ampe bikin grup aja mesti scan hape, wajah, suara..." Lily menolak bertindak ceroboh, "Jangan sampe gara-gara kamu, kita semua dieliminasi..."

"Stop!!" sela Sonya, "Gue baru masuk, bisa nggak lanjut besok aja? Gue ngantuk... banget!" tapi keluhannya diabaikan.

"Oh, jadi karna takut?" Adam masih melanjutkan perdebatannya dengan Lily. "Bukan karna pengen pake 'cara adil' yang tadi kamu sebut?"

"Heh! Dengerin!" bentak Sonya menghadap Adam. "Lo orang dua enak, ya, nggak perlu nyari kunci. Kita ini, udah start dari jam 10 pagi... mendaki, sampe nyasar-nyasar... dan masih harus jelajah hutan lagi untuk cari kunci. Kita BUTUH istirahat."

"Queen Sonya?" Adam tidak menghiraukan, dia fokus pada kode nama titik hijau di tabletnya.

Sonya mendengus kesal sebelum membenarkan identitasnya, "Ya. Queen Sonya-01..."

"Pfffttt..."

"Beb... ajakin pacar lo ini bobo', deh..." pintanya pada Friska.

Telunjuk Adam mengacung ke monitor, "Tinggal 18 jam lagi... My Queen..."

"Mau bobo' sama gue aja?" rasa kantuk dan lelah membuat stok kesabaran habis.

"Kamu nggak mau me—"

Adam tidak dapat menyelesaikan kalimat, Sonya membungkam mulut lelaki itu dengan mulutnya, melumat sekuat tenaga hingga Friska harus mengamuk dan turun tangan demi memisahkan mereka.

A PLACE CALLED "PANDORA"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang