15

11 1 0
                                    

*Jangan lupa di-vote, ya!*
——————————————

Nolan mendengar suara pekikan seorang wanita ketika sedang memindai lingkaran merah pada pantat kursi kayu yang cocok dengan gambar di tabletnya.

'Kiara?' ia sangat mengenal suara itu.

Karna merasa khawatir, setelah lingkaran merah di tablet berubah menjadi angka 45, dia pun lekas beranjak untuk memeriksa. Diikutinya sumber suara tersebut tanpa ragu sembari membersihkan lensa kacamata yang memburam akibat tergesek bulu matanya sendiri. Ia melewati buxus, terus melangkah menoleh ke arah kiri. Hingga tampak dua objek buram bergumul di rerumputan dengan begitu rusuh dan heboh.

Matanya membelalak lebar usai memasang kacamatanya kembali. Kala salah satu kakinya mundur satu langkah kecil, ia menggerus ranting-ranting kering di belakang hingga mengagetkan dua objek tersebut, Kiara dan seorang pria yang tidak mungkin tidak ia kenal.

Dia membeku, pikiran buyar. Lidah kelu, energinya pudar. Lalu pada dadanya terasa panas dan menyesakkan.

"Nok?" ucap pria itu, wajahnya tampak sangat merah dan sekujur tubuhnya berkeringat.

Namun Kiara menolak acuh, malah memutar posisi, kini ia menduduki pinggul Darius, "Biarin, jangan berhenti!" seperti orang gila wanita itu terus mengayunkan pinggulnya, "Akh, akh, akh!"

"Ki, hhh... stop..." Darius berusaha menahan pinggul Kiara. "Stop..."

Telinga Nolan berdenging, dia terguncang. Bukan hanya sebab menjumpai Kiara dengan pria lain, namun kenyataan bahwa di antara 8 milyar manusia, pria itu adalah Darius Anggara, teman akrabnya sejak SMA.

Ia kecewa, tentu saja. Namun jauh di dalam logikanya, ia mengerti, soal perasaan tidak mungkin bisa dipaksa.

Lalu segala ingatan tentang sikap Kiara yang selalu membencinya, muncul bergantian di dalam pikirannya. Kini sikap itu menjadi masuk akal. Ternyata selama ini, dia sedang melakoni roda ketiga.

"Petunjuknya... udah ketemu semua, tinggal kita pecahin..." ucapnya kepada Kiara, tidak tahu lagi harus berkata apa, "Kita ngumpul di depan."

Saat berbalik, dia menjumpai Zoya berdiri tepat di belakangnya, tanpa suara, wajahnya menahan nafas. Seolah ini momen pertama dalam kehidupannya menyaksikan secara langsung sepasang makhluk cerdas melakukan hubungan seksual di antah berantah. Dan memang iya.

***

Lima bulan yang lalu, Kiara mencoba aplikasi Meet Love. Seorang pria apa adanya yang tidak menyamarkan nama demi akun aplikasi kencan, memintanya bertemu di sebuah kafe kopi, Bambusa Coffee.

Namun setelah berjam-jam menanti, pria itu tidak kunjung datang. Salah satu pekerja di balik konter bar pun sudah tiga kali bolak-balik ke biliknya mengantar pesanan secara langsung. Latte di gelas ketiga tersisa seperempat, lalu kentang goreng di piring hitam tinggal satu setengah potong.

"Saya nggak pesan..." ucap Kiara kala si barista berambut gondrong membawa latte lagi untuknya dan seporsi takoyaki.

"Ini dari Nolan..." kata pria bercelemek hitam tersebut.

"Nolan?"

"Ya. Dia minta maaf, ada pekerjaan tambahan dari manajernya, jadi mungkin belum bisa ketemuan malam ini."

"Bentar... dia ngomong sama... mas?"

"Hm, kebetulan kita kenal cukup lama," ucapnya. "Oh iya, dia juga minta kakak klik tunda pertemuan untuk satu atau dua hari, supaya bisa lanjut kencan lain waktu..."

Kiara semakin geram, "Dia bisa ngomong sama mas, tapi nggak bisa balas chat saya?"

"Ehm... sorry."

Kiara menghela nafas, menyender punggung ke lemari buku.

A PLACE CALLED "PANDORA"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang