13. Keluarga Angkat serta Kekerasan

14 1 0
                                    

"Gue heran. Kalau bukan karena abang lo, siapa yang bisa bikin lo semenderita ini, Sel?"

"Gue juga belum pernah liat lo sehancur sekarang. Gue yakin bukan karena Alvaro," tambah Bens meyakinkan asumsi Dewa sembari menilik wajah kacau Aksel.

Tiga pemuda baru saja sampai di rumah minimalis yang lokasinya cukup terpencil. Rumahnya terlihat terawat padahal tidak ada yang menetap di sana, melainkan hanya ketiga pemuda ini yang datang bila butuh ketenangan.

Seperti sekarang, ketika Aksel butuh pencerahan sebab tak lagi kuasa menampung beban pikiran sendirian. Selain keluarga, ia butuh teman untuk bercerita dan mencari jalan keluar. Dan ini saatnya, Aksel menceritakan kepada Dewa dan Bens apa yang membuatnya merasa sangat frustrasi.

Berawal dari ajakannya untuk berkencan bersama Meta, Aksel memulai kisahnya dari sana. Di ruang tamu rumah sederhana itu, Bens dan Dewa menyimak dengan saksama cerita yang keluar dari mulut sahabat mereka. Diakhiri dengan mengerasnya rahang cowok itu, bersamaan dengan memerahnya kedua netra Aksel. Meyakinkan Dewa serta Bens bahwa sesuatu yang besar telah terjadi.

Napas Aksel memburu, hal yang menyakitinya adalah karena dirinya menjadi alasan, mengapa Meta sampai diperlakukan tidak manusiawi oleh ayah angkatnya sendiri. "Kalau bukan karena Meta sama ibunya nyuruh gue pergi, itu orang udah pasti mati di tangan gue. Belum lagi ada Putra di sana, gue yakin dia ngadu yang enggak-enggak ke bokapnya Meta," ungkapnya sambil mengepalkan tangan.

Bens mengerutkan dahi, sejenak berpikir ada yang tak ingin terlewat begitu saja.

"Meta anak angkat?" tanyanya yang langsung mendapat anggukan dari Aksel. "Selama ini gue pikir dia hidup enak sama orang tua kandungnya. Ya, secara mental dan fisik dia lebih kuat dari cewek-cewek pada umumnya. Bahkan mampu sekolah di SMA Gemilang dengan biaya yang lo tau nggak murah."

Aksel mengangguk setuju. "Jangan lupa kalau Meta banting tulang buat biaya sekolahnya."

"Dari dulu Putra udah deket banget sama Meta, nggak mungkin dia nggak tau soal ini. Menurut gue, lo cari pembenaran dulu sama Putra. Takutnya kalau salah bertindak, Meta sama ibunya dalam bahaya. Keluarga dia nggak normal, Sel."

"Lo ada benernya, Wa." Aksel membenarkan perkataan Dewa, ia juga mengamati ekspresi wajah Putra saat itu. Seolah bukanlah hal yang membuatnya terkejut saat Meta dipukuli oleh ayahnya sendiri. "Ketangguhan Meta ternyata bukan dari lingkungan luar, tapi ternyata dari keluarganya yang berantakan."

"Broken home emang sepelik itu untuk diartikan. Lo semua nggak bakalan nyangka, ada manusia sehina bapak angkatnya Meta."

Pengakuan Bens mendapat perhatian lebih dari kedua temannya, yang sedang berpikir akan kehidupan mengerikan Meta.

"Gue pikir bokap lo yang paling sadis, taunya masih ada lagi yang lebih ngeri. Kelakuan kayak setan, binatang aja mungkin lebih sayang sama anaknya daripada dia."

"Buset, pedes banget omongan lo, kuping gue jadi panas," balas Bens sembari mengusap kedua telinganya menghadap luapan amarah Dewa. "Jaman sekarang orang lupa punya akal, lebih sering bertindak pake nafsu, makanya kelakuannya kayak binatang!"

Aksel menghela napasnya, menyender pada punggung sofa berwarna abu-abu. "Terus aja lo ngoceh begitu, nggak akan ada yang berubah!"

"Terus rencana lo buat Meta apaan? Gue takut kejadian ini bakalan keulang lagi." Bens ingin tahu, tatapannya berubah penasaran.

"Gue ngomong dulu sama Putra, maksud dia apa ngumpet di balik tembok pas Meta dipukulin sama bokapnya."

Dewa geleng kepala sembari mengalihkan tatapan ke samping. "Gue denger cerita lo aja udah greget, apalagi elo yang langsung ada di lokasi. Pantes lo kacau banget, amarah lo nggak tersalurkan dengan baik," ujarnya.

META 2022Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang