#3 Cari Uang

30 2 2
                                    

Menapaki kaki menelusuri setiap jalan, mereka menerima hembusan angin yang menyejukkan, meski hari ini matahari terasa terik. Namun, pemandangan sekitar yang indah dengan berbagai bunga cantik yang menghiasi setiap jalan menambah suasana terasa menyenangkan.

"Benar-benar tidak ada polusi!" Batin perempuan itu.

"Apakah pakaian ibu terasa nyaman, kak Selena?" Tanya bocah perempuan itu, dibalas anggukan oleh Selena.

Selena menatap pakaian yang ia dapat dari Leana, pakaian mendiang ibunya, pakaian putih panjang berbahan kaos dengan celana coklat serta ikat pinggang yang berasal dari selendang berwarna merah ini membuatnya mudah bergerak dan tidak kesulitan dalam melangkah.

“Jalan turun ke pemukiman sedikit lama, apa kakak tidak apa-apa?” Tanya bocah laki-laki, diangguki oleh Selena.

“Tidak apa-apa, ini menyenangkan! Aku juga merasa nyaman karena pakaian ini membuatku tidak kesulitan untuk turun dari bukit!” Jelasnya.

Menuruni perbukitan yang tentunya terdapat sedikit rintangan dari jalanan yang rumit, hamparan rumput yang tinggi beserta bebatuan yang sedikit mengganggu itu memang awalnya membuatnya kesulitan. Namun, ia akhirnya bisa beradaptasi dan bahkan mulai mencoba mengingat jalur perbukitan ini.

“Jadi bagaimana kita mencari uang?” Tanya Selena.

Sebelumnya, Selena dan kedua bocah itu telah sepakat untuk mencari uang hari ini. Meski mungkin tidak mudah karena ia tidak tahu kehidupan seperti apa dunia ini, namun dirinya bertekad untuk tidak merepotkan kedua bocah itu yang bahkan mungkin saja mereka sudah kesulitan untuk mengurus kehidupan mereka sendiri.

“Biasanya kita sih ngemis,” jawab Leana, membuat Selena ternganga karena tidak ada satupun dalam pikirannya untuk mencari uang dengan mengemis.

“Itu profesi kita, meski kadang kita juga menjual ikan dari sungai. Tapi kita tidak selalu melakukannya karena orang-orang jarang membelinya, atau kadang kita membantu pedagang di sana,” ungkap Alex.

Selena terdiam sejenak, ia bingung harus melakukan apa. Jujur saja, sebenarnya ia tidak punya keahlian apa-apa. Yang terpikirkan olehnya adalah mengemis atau mencopet, tetapi itu adalah perbuatan yang tidak baik. Terlebih lagi, ia juga tidak ahli melakukannya dan tidak mau mengambil risiko yang hanya akan membuatnya sengsara di kemudian hari.

“Ternyata hidup di jalanan memang sulit! Bagaimana kalau aku menjual suaraku?” Tanya Selena, membuat Leana menatapnya heran.

“Kakak pandai bernyanyi?” Selena menggelengkan kepala mendengar pertanyaan Leana.

“Aku tidak memiliki suara yang bagus, tetapi bagaimana kalau kita mencoba?” Leana terdiam dan mengangguk setuju.

Mereka kini telah tiba di pusat kerumunan, di mana kehidupan berpusat dan berbagai suara riuh bergemuruh. Selena memandangi struktur bangunan di sekelilingnya. Tidak seperti tempat asalnya, beberapa dibangun dari kayu alami, menyerupai rumah klasik, sementara yang lain adalah kombinasi batu dan kayu, mirip rumah-rumah biasa yang diasosiasikan dengan orang kelas menengah. Struktur rumah yang beragam ini seakan menceritakan tentang seluk-beluk struktur sosial yang ada di dunia ini.

Selena kini memalingkan tatapannya ke pasar yang ramai, di mana warga sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Ada yang berdagang, berbelanja, atau sekadar berkumpul. Ia berjalan lebih jauh ke dalam kerumunan dan mata memandang ke arah apa yang tampak seperti pertunjukan jalanan. Ini adalah hal yang baru buat Selena.

Ia tidak pernah melihat apa yang dia lihat sekarang di dunia nyata. Sekumpulan penampil yang tampak menantang maut dengan membiarkan api bernyawa naga melingkari tubuh mereka, tapi entah bagaimana, mereka tidak terluka. Tak ada bekas luka bakar, bahkan pakaian mereka pun tidak ada yang hangus. Api yang tadinya berbentuk naga itu lalu hilang, dan muncul kembali dari tangan mereka, kali ini berbentuk pisau dan berputar di atas kepala mereka. Aksi memukau ini membuat penonton bersorak dan bertepuk tangan riuh.

Come To Be HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang