4. STOP IT

238 20 1
                                    

"Kak Jaemin! Kakak!"

Jaemin menoleh ketika suara itu menyapa telinga, tidak mau menanggapi terlalu jauh, Jaemin hanya melambaikan tangan tipis kemudian buru-buru naik ke atas menuju ke kamarnya. Dia tidak bermaksud jahat, hari ini dia hanya terlalu sibuk saja.

"Bibi, kenapa Kakak Jaemin cuek sekali? Apa Kak Jaemin marah sama aku jadi tidak mau senyum?" Tanya Jisung dengan nada bersedih miliknya. Ia melipat tangan di atas meja dengan tidak semangat kemudian meletakkan kepalanya lemas di sana. Tujuannya pergi ke rumah ini adalah untuk bermain dengan sosok yang sudah ia anggap sebagai Kakak Baik yang akan selalu ia ajak untuk bermain, menemaninya menghabiskan waktu selama seharian penuh sampai sang ayah pulang nanti.

"Hei, bukan seperti itu sayang. Kak Jaemin hari ini sedang sibuk, super sibuk. Maka dari itu dia tidak bisa banyak interaksi pada orang-orang. Ada banyak hal yang harus ia selesaikan maka dari itu waktunya jadi terasa terkuras habis." Ucap Yeji sambil menenangkan Jisung, ia usap kepala bocah itu sayang, tapi sepertinya upaya ini tidak memiliku pengaruh apapun sebab sampai sekarang Jisung masih betah memasang wajah murung.

Yeji menghela napas pelan. Apa Jaemin sudah menangkap nasihatnya kemarin dengan cara yang salah? Ia tidak bermaksud mengandaskan perasaan sang anak, tapi lebih kepada memberi semangat pada anaknya bahwa sejatinya setiap orang itu perlu memantaskan diri jika sedang suka pada seseorang, terlebih jika orang yang disukai merupakan tipe orang yang memiliki kualifikas terhitung sangat baik.

Agar tidak berat sebelah dan merasa kecil diri.

Tapi Yeji rasa Jaemin sejak awal malah sudah merendah diri dan berakhir jadi orang loyo tanpa semangat seperti itu. Tidak memiliki gairahnya sama sekali, tak bisa ia biarkan. Akan ia buat bocah itu bisa lebih paham dengan maksud ucapannya.

"Nak Jeno, hari ini Jisung tidak nakal kok, dia menurut dan patuh sekali padaku." Ucap Yeji ketika malam telah tiba dan menyerahkan Jisung kepada sosok ayahnya yang baru pulang kerja segera berhenti di depan pagar rumahnya. "Besok-besok main ke rumah Bibi lagi ya, sayang. Akan Bibi masakkan makanan yang enak, kau pasti suka." Kali ini Yeji mencolek pelan puncak hidung milik bocah menggemaskan itu.

Jisung masih memasang wajah murung, ia peluk kaki sang ayah erat-erat sebelum kemudian memilih untuk sembunyi wajah di balik paha sang ayah.

"Ada apa sayang? Ayo, bilang terima kasih pada Bibi dulu." Jeno yang menyadari ada yang tidak beres pada anaknya pun lantas bergerak untuk menggendongnya, menengok pada wajah gembil itu yang ternyata kurva bibirnya menukik turun ke bawah. Terlihat sangat bersedih.

"Jisung tidak mau ke rumah Bibi lagi, ya?" Yeji juga menyadari itu, dia merasa sangat bersalah lalu melongok pada Jisung yang sedihnya segera berpaling muka darinya. Kali ini bocah itu sengaja menyembunyikan muka di balik bahu milik ayahnya, memeluk erat tidak mau dilihat oleh siapa pun.

"Maaf ya, Nak Jeno. Sepertinya Jisung sedih karena hari ini tidak bisa bermain dengan Jaemin. Dia sedang sangat sibuk, materi yang harus ia pelajari untuk tes percobaan dari tempat bimbingannya sangat banyak, jadi dia sedikit sensitif dan tidak mau berinteraksi dengan siapa pun. Semua orang didiamkan, termasuk Jisung, dan mungkin inilah alasan yang membuat Jisung jadi murung begini. Maaf ya, sayang. Besok jika ujiannya Kak Jaemin sudah selesai, kalian pasti akan bisa bermain bersama lagi." Yeji berkata dengan nada yang dipenuhi oleh rasa penyesalan yang sangat dalam, ia usap-usap kepala Jisung sambil melayangkan tatapan bersalah pada Jeno.

Jeno sendiri memberi senyum maklum, dia mengangguk pelan memahami ucapan dari sang tetangga.

"Tidak perlu merasa bersalah Bibi, aku bisa memahaminya. Besok, mungkin lebih baik Jisung tidak datang terlebih dahulu, agar dia bersama dengan Neneknya saja. Itu akan terasa lebih baik, agar Jaemin nanti benar-benar bisa fokus dengan waktu belajarnya. " Jeno melayangkan senyum maklum, ia juga pernah berada pada masa itu, ujian apapun pasti membutuhkan waktu untuk bisa fokus belajar, dan ada kalanya karena ingin benar-benar fokus segala hal yang ada di sekitar akan mendapatkan tolakan tak acuh.

INVALID {NOMIN}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang