7. SUNDAY

261 16 3
                                    

"Papa, aku akan bermain dengan Kak Jaemin. Papa semangat bekerjanya!" Jisung mendaratkan satu kecupan di dahi milik sang ayah.

Jisung berada dalam gendongan Jaemin sehingga bocah itu bisa mudah untuk melakukannya.

"Jangan rewel, ya. Papa nanti mungkin akan sedikit telat pulangnya." Jeno mengusak puncak kepala sang anak.

Mereka saling bertukar senyum ketika Jaemin malah sibuk melamun. Baru ketika Jeno juga mendaratkan kecupan setelah selesai memberikannya pada Jisung, kesadaran Jaemin kembali naik ke daratan. Bocah itu tersentak, menatap Jeno dengan tatapan penuh kejut. Padahal mereka sudah sepakat untuk mulai serius saling melakukan pendekatan, namun bagi Jaemin hal ini tetap saja, segela afeksi dari Jeno selalu sukses untuk membuat dadanya berdentum keras, meledak-ledak tak karuan.

"Oh? Papa juga cium Kak Jaemin? Kenapa?" Jisung menarik atensi dari kedua orang dewasa itu.

Jaemin menoleh pada Jeno, menanti jawaban apa yang akan diberikan oleh Jeno.

"Karena Papa juga sayang Kak Jaemin. Maka dari itu Papa mencium pipinya." Jawab Jeno dengan ringan. Tidak tahu efek dari ucapannya ini telah sukses membuat Jaemin jadi senyum-senyum tidak jelas, sedikit tersipu, tapi tidak sampai merasa malu hingga ingin kabur seperti yang sudah-sudah.

"Oh! Begitikah! Jika begitu, Jisung juga sayang Kak Jaemin, aku juga mau cium Kakak!" Jisung berkata dengan antusias, mendaratkan dua kecupan sekaligus di masing-masing pipi milik Jaemin.

Keterkejutan itu Jaemin simpan, dia memasang senyum sambil menatap Jisung dan Jeno secara bergantian.

"Aku juga sayang kalian, apa aku perlu memberi kalian ciuman juga?" Tanya Jaemin, gamang untuk langsung membalas kecupan yang ia dapat sehingga ia memutuskan untuk bertanya langsung pada keduanya.

Jisung tersenyum paling senang.

"Mau!" Jisung memekik sambil menyodorkan pipi pada sosok yang sedang menggendongnya itu.

Jisung tak pernah minta digendong. Bocah itu sejatinya ingin turun, aka tetapi Jaemin tetap ingin menggendongnya. Jaemin memiliki alasannya sendiri, ia ingin menikmati banyak waktunya bersama Jisung karena selama beberapa hari ke depan ia tak yakin bisa melakukannya. Ia takut melakukan perbaikan nilai, beberapa hari yang lalu ada kuis singkat dari guru pembimbingnya. Sosok itu sering memberi contoh soal yang nyaris menyerupai skema soal pada tes ujian yang sesungguhnya. Dan pada hal ini, ia sangat berharap semoga nilainya bisa bagus sehingga dirinya tidak akan terlalu pusing karena sedikitnya ia telah memiliki bekal guna persiapan ujian tahun depan.

Dengan senjata tidak seberapanya itu, Jaemin akan berusaha keras.

Tapi jika Jaemin memang harus melakukan perbaikan nilai, dan mengambil kelas tambahan lagi, maka jujur saja Jaemin dengan lapang dada akan melakukannya. Dia tak akan bermain-main dengan masa depannya, mengambil secara gigih untuk mewujudkan semua yang ia angankan selama ini.

"Nah sudah." Jaemin selesai mengecup keduanya secara bergantian, ia mendapat senyum sumringah khas anak kecil dari Jisung, sementara dari Jeno, sebuah hal mengejutkan yang sampai menarik jantungnya untuk berdentum hebat telah ia dapatkan dari pria itu.

Jaemin sungguh tidak percaya bahwa Jeno adalah seorang pria dengan bergudang afeksi yang diam-diam dimiliki di bilik hatinya. Ia melamun, habis menerima satu cubitan pelan pada hidungnya. Meski bukan dia yang dapat, Jisung pun. Akan tetapi Jaemin sangat merasa senang ketika mendapatkannya.

Teristimewakan.

Selayaknya Jisung yang juga selalu menjadi hal istimewa bagi pria itu, prioritas di atas semuanya. Jaemin menjadi berharap besar, jika kelak Jeno juga mengikutsertakan dirinya ke dalam lingkar sosok yang akan senantiasa mendapatkan perlakuan khusus serta selalu dinomorsatukan oleh sosok itu.

INVALID {NOMIN}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang