3

929 65 4
                                    

Tak tahu takdir apa yang mengujiku.

Tapi mengapa bersamanya takdir seolah menguji kesabaranku?

"Selamat Grace!"

Ucapan selamat tak henti terucap kala Grace membagikan sepucuk undangan. Sejak perbincangan dengan Ernes dua minggu lalu, Grace akhirnya menyetujui menikah bulan ini. Tepatnya satu minggu lagi.

"Dateng, ya," ucap Grace sambil memberikan undangan ke teman lainnya.

"Ada apa ini pagi-pagi sudah ramai?"

Suasana kantin yang sebelumnya ramai mendadak senyap. Karyawan lain permisi menjauh dan meninggalkan kantin dengan terburu-buru. Merasa ada yang aneh, Grace menoleh mencari tahu penyebab keanehan teman-temannya.

Saat menoleh, mata cokelat Grace bertemu pandang dengan mata biru yang terlihat tajam. Senyum yang dari tadi tersungging mendadak mengkerut menjadi segaris. Grace mendengus, pantas saja semua temannya kabur.

"Ada apa ini?" Ale mengulang pertanyaan. Dia menatap pegawainya yang perlahan keluar meninggalkan kantin. Ketika baru sampai kantor, Ale merasa bagian sayap kiri kantor jauh lebih ramai dari biasanya. Awalnya dia hanya ingin lewat, tapi saat melihat wanita berkemeja pink berdiri membagikan sesuatu, dia mulai penasaran.

"Grace akan menikah, Pak," ucap salah satu karyawan.

Grace mencari tahu siapa yang sudah membocorkan semuanya ke Ale. Sebenarnya, dia tidak mengundang bosnya. Dia merasa tidak pantas karyawan seperti dirinya mengundang Ale. Ah, bahkan dia hanya mengundang karyawan sedivisi dan beberapa karyawan lain yang dirasa benar-benar akrab.

"Benar kamu mau menikah?" Perlahan Ale mendekat. Ketika berjalan, pandangannya tak pernah lepas memandang Grace dengan tajam dan mengintimidasi.

Grace tertunduk ketika bertemu pandang dengan mata biru Ale. Dia menarik napas panjang. Terlebih dia merasa semua orang yang ada di kantin menatap dengan berbagai ekspresi.

"Kamu menikah dan nggak ngundang saya?"

Wanita berkemeja pink dengan rok span putih itu mengangkat wajah. Dia tersentak ketika sadar Ale berdiri terlalu dekat. Grace menelan ludah gugup. "Emm. Ti..tidaa..kkk."

Ale memandang wajah di depannya yang tampak ketakutan. Lalu dia tersenyum.

Grace menatap Ale sepenuhnya, penasaran dengan bosnya yang sekarang bungkam. Satu alisnya terangkat, Ale hanya memandangnya sambil tersenyum. Ada apa dengan lelaki ini?

"Pak Ale, tamu dari Bandung sudah datang." Tiba-tiba ada suara yang menginterupsi.

Ale menoleh ke kiri mendapati Oly berdiri dengan napas terengah. Dia mengangkat tangan kiri, melihat jam tangan yang sudah menunjukkan pukul delapan lebih tiga puluh menit. "Suruh tunggu di ruangan saya."

Grace diam-diam mengamati bos dan sekretaris itu. Dia bingung harus berbuat apa, ingin pergi tapi jalannya terhalang dengan tubuh Ale. Akhirnya Grace diam saja sambil mengontrol degup jantung karena ketakutan dengan tindakan Ale.

"Beliau sudah di ruangan, Pak."

"Ya sudah. Bilang, lima menit lagi saya datang," putus Ale sambil kembali menatap Grace yang ternyata menatapnya. "Kenapa lihat saya seperti itu?"

Grace tergagap, tidak sadar kenapa terbengong menatap bosnya. Dia buru-buru menggeleng untuk menutupi rasa malu. "Enggak, Pak," elaknya. "Oh ya, bukannya Bapak sudah ditunggu tamu? Sebaiknya Bapak ke sana. Saya juga harus segera bekerja," lanjutnya beralasan.

Ale terkekeh mendengar kalimat yang sebenarnya terang-terangan mengusir. Pandangannya lalu tertuju ke tangan kiri Grace. Lantas menarik satu undangan berwarna ungu. "Ini buat saya. Saya akan datang ke pernikahanmu," bisiknya di telinga kanan Grace. Setelah mengucapkan itu dia berbalik.

Suami Penggantiku Adalah BoskuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang