8

738 44 6
                                    

Untuk merayu lelaki, sebaiknya dipikirkan lagi

Ketika kau hendak mengakhiri

Jangan salahkan jika hatimu tak ingin berhenti

Sekarang hari minggu. Hari di mana semua aktivitas pekerjaan kantoran terhenti, tentu saja hari minggu adalah hari istirahat. Hari minggu banyak dimanfaatkan orang-orang untuk membugarkan kesehatan tubuh mereka. Memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani untuk menghadapi enam hari ke depan.

Banyak juga yang memanfaatkan untuk bermalas-malasan. Ibarat kata balas dendam karena sebelum-sebelumnya bangun lebih pagi, termasuk Grace. Hari minggu sama seperti hari-hari biasa. Dia malas-malasan di rumah yang terasa seperti penjara. Dulu, Grace sering memanfaatkan hari minggu dengan membersihkan rumah. Sekarang dia hanya bisa berdiri di balik jendela bertralis besi.

Kedua tangan Grace menggenggam tralis yang terasa dingin. Dia menatap langit cerah yang tidak sesuai dengan hidupnya. Grace membuang napas, entah kapan dia bisa pergi dari rumah menyeramkan Ale dan menjalani kehidupan dengan bebas.

Grace menunduk menatap halaman. Tak sengaja dia melihat Ale sedang lari pagi. Wanita berkucir kuda itu diam-diam memperhatikan hingga tanpa sadar matanya mengikuti ke manapun Ale bergerak.

"Sebenarnya dia ganteng. Blasteran," gumam Grace tanpa sadar.

Grace melihat kaus putih Ale yang tampak basah. Ale yang dilihat sekarang sangat berbeda, tampak lebih bersahabat. Walau lelaki itu tidak tersenyum tapi raut wajahnya terlihat santai, tidak arogan seperti biasanya.

Ale yang terlihat sekarang seperti lelaki pada umumnya. Tubuh tinggi tegap, lengan kekar dan paras yang tidak perlu diragukan. Namun, Grace tidak bisa terbuai oleh ketampanan Ale. Baginya, Ale selalu menyebalkan meski terlihat sempurna bahkan idaman. Lelaki itu tidak seperti lelaki pada umumnya yang masih memiliki hati. Ale adalah kejam.

"Ya, cowok-cowok di sana pasti juga nggak mau dibandingin sama Ale. Dia terlalu jahat!" geram Grace tak suka.

"Sarapan dulu, Nyonya."

Suara itu membuat Grace berjingkat. Dia mengalihkan pandang dari pemandangan indahnya, lalu menoleh ke belakang. Dia melihat Nina masuk dengan membawa nampan. "Mulai sekarang kalau mau masuk ketuk pintu dulu. Bagimanapun juga saya bosmu!"

Nina mengangguk tanpa protes. Selama ada Grace, dia selalu masuk tanpa mengetuk pintu. Alasannya, karena Ale menyuruh seperti itu.

"Kenapa diam aja? Denger nggak?"

"Dengar, Nyonya."

Grace menyuruh Nina keluar kamar dengan gerakan tangan. Selepas kepergian Nina, dia kembali menatap ke jendela. Saat menunduk, dia mendapati Ale tengah mendongak ke arahnya. Grace mencibir ketika Ale melambaikan tangan.

"Aneh!" Wanita itu segera berbalik menjauh dari jendela. Pagi-pagi dia enggan tarik urat dengan Ale.

Grace berjalan menuju nakas, melihat sepiring nasi putih dengan sepotong daging dan brokoli. "Lebih enak sarapan ini daripada ngeliat mukamu, Bos!"

Di bawah, Ale terkekeh geli setelah melihat Grace menyingkir dari jendela. Sebenarnya dia sadar sejak tadi tengah diperhatikan. Tetapi, dia memilih pura-pura tidak tahu. Alasannya? Tentu saja agar Grace tidak menjauh seperti barusan.

"Huh...." Ale menghela napas sambil menggerakkan ujung kausnya.

Setiap hari Sabtu dan Minggu, Ale selalu menyempatkan untuk olahraga. Dia paling suka berlari daripada ke tempat gym dan bertemu banyak orang. Sebenarnya dia bisa saja membeli alat-alat itu sendiri, tetapi dia mudah bosan. Olahraga yang tidak membuatnya bosan adalah berlari. Entahlah, mungkin karena kebiasaan dari kecil.

Suami Penggantiku Adalah BoskuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang