02

353 63 1
                                    

Hara yakin, Mista sekedar omong kosong perihal Hawa dengan sosok yang sempat menjemput perempuan titisan malaikat lusa lalu itu punya hubungan spesial

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hara yakin, Mista sekedar omong kosong perihal Hawa dengan sosok yang sempat menjemput perempuan titisan malaikat lusa lalu itu punya hubungan spesial.

Tapi, entah kenapa pula Hara jadi tak bisa hidup tenang sejak hari itu.

Hari ini, bahkan Hara terus-terusan memperhatikan ponselnya; barangkali saja ada nomor asing yang mencoba menghubungi — hanya bersiaga.

Terlebih, Hara mengetahui fakta bahwa Mista telah memberikan nomornya kepada Hawa yang kembali datang ke proyek sesaat setelah ia pulang kemarin sore. Makin besar pula harapan di hati.

Drrt! Drrt!

Hara meraih ponsel dengan kecepatan cahaya, tak peduli gebrakan meja karena ulahnya dan pandangan nyalang Jojo yang duduk di sisi Hara.

"Halo?"

"Selamat pagi. Apa benar ini dengan Hara Wijaya?"

Hara mengerjap.

"Iya. Saya sendiri. Ada apa, ya?"

Menguar suara bising dari ujung telepon, Jojo sedikit-sedikit mulai tertarik dengan obrolan rekan kerjanya. Kapan lagi dia bisa mengusik kehidupan Hara selain saat jam kerja dan waktu pergi ke gereja?

"Saya kepala bidang administrasi rumah sakit yang menangani Ibu Wijaya, menghubungi anda untuk tagihan biaya rawat inap. Kira-kira kapan akan dilunasi?"

Hara terhenyak. Benar juga.

"Oh- oh, iya.."

Jojo nyaris menyemburkan isi mulutnya, tentu tak luput dari atensi Hara yang menatapnya najis.

Menjijikan!

Hening sejenak, samar-samar Hara mendengar suara wanita peneleponnya tengah bicara dengan orang lain di tempatnya sana.

"Kalau tidak segera dilunasi maka dengan sangat berat hati, fasilitas yang kami sediakan berhak untuk kami cabut dan ibu anda harus dipulangkan secepatnya."

Hara menghela napas, pening kepalanya memikirkan kehidupan ekonomi dan ibunya yang tengah meregang nyawa di atas ranjang bangunan putih.

Sering kali, Hara lupa alasannya bekerja adalah karena ia butuh untuk biaya rawat inap yang dijalani ibunya selama setahun terakhir.

"Minggu depan saya usahakan bayar. Jangan dicabut, ibu saya masih kritis dan butuh bantuan rumah sakit."

Jojo terkikik geli, pemuda itu mendengarkan obrolan rekan kerjanya bagai mendengar khotbah pendeta di hari Minggu — Hara terlihat konyol menanggapi panggilannya.

Hara melirik kilas, tangannya bergerak untuk menyentil kening Jojo yang kebetulan ada di depannya sebab pemuda itu tengah menyantap bekal makan siangnya — Jojo mendelik sambil mengelus keningnya sendiri.

Hara meletakkan telunjuk pada bibirnya, "bisa diem nggak lo?" bisiknya sebal sambil menunjuk muka Jojo.

"Maaf?"

Hawa • KittyzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang