Anala Lautan Bumantara bukan seorang playboy, dan kalian harus percaya itu.Ia sebenarnya hanya pribadi yang suka bergaul dan mencairkan suasana, walau rada narsis dengan tampangnya yang memang 'mungkin' jadi idaman perempuan-perempuan di kampus besar ini.
Memiliki kepribadian yang sangat percaya diri memang membuatnya melambung di kalangan mahasiswa fakultas Ilmu sosial dan ilmu politik, tidak jarang ia menjadi pemegang toa kala demo tiba. Pikirannya juga kritis, gampang mencela yang menurutnya ganjal, tapi juga gampang memuji jika menurutnya indah.
Dan yang terpenting, Laut itu sangat setia kawan.
"Han, Malboro dong sebatang!"
Pagi ini di depan sekre Komunal atau nama himpunan mahasiswa antropologi, Pemuda yang di tepuk bahunya oleh Laut menoleh dengan tatapan tajam. "Elo mau di tampeleng bagian mana?"
Laut tertawa lebar, suka sekali ia memancing emosi pria berbadan kurus dengan sumbu pendek ini.
"Lagian, elo ngapain sih cari isepan pagi-pagi? Udah gue bilang jangan terlalu, entar tante nelpon gue, gue harus bohong lagi? Sialan, nambah-nambah dosa aja lo!"
"Gini yaa Han, ibaratnya nih yaa... lo punya duit, lo punya kuas--"
"Muak gue dengernya anjir, stop it bro!"
Serius deh, suasana seperti ini bisa membuat hari Laut selalu indah. Menjahili sahabatnya ini memang sesuatu yang benar-benar menyenangkan. Namanya Rehan, pemuda hindu yang memiliki nama asli I Nyoman, tapi gara-gara Laut, semua orang malah memanggilnya Rehan.
Rehan tidak apa, toh nama itu tidak kalah bagus.
"Elo ngapain?" tanya Laut saat melihat Rehan sibuk dengan pulpen birunya.
Rehan sibuk mencorat-coret kertas dihadapannya. "Perlengkapan, gue ambil divisi perlengkapan."
"Dih, enggak tobat lo?"
Pertanyaan Laut dibalas oleh gelengan Rehan, "Gue bisa belajar dari pengalaman. Gue bukan elo yang selalu ada di zona nyaman, selalu ambil divisi dokumentasi. Hadeuhh, sekali-kali elo harus nyoba masuk konsumsi!"
Laut berdecih mendengar deretan kalimat Rehan. Zona nyaman katanya? Rehan mana paham ketika harus memotret momen-momen cepat yang terjadi bahkan hanya satu detik, tapi harus menjadi sempurna di pelaporan divisi nanti.
Okey, Laut akui memang Rehan jago menyesuaikan diri di berbagai divisi, tidak sepertinya yang kagok ketika pertama kali coba divisi perlengkapan saat inisiasi bulan kemarin, demi apapun Laut kapok. Ia tidak paham apapun, dan membuatnya keteteran hingga Rehan kesal.
Padahal saat itu Rehan ada di divisi kesehatan, tapi harus ikut membantu Laut mencari perlengkapan yang hilang. Laut sangat menghormati Rehan, Rehan bisa langsung berbaur dengan lingkungan apapun, bahkan banyak memiliki peran penting di dalam acara. Tapi bukankah harusnya Rehan tidak meremehkan kemampuan memotret seorang Lautan Bumantara?
"Gini-gini gue pernah yah di minta sama Fisipot buat gabung sama mereka." Laut menyombongkan diri bahwa dulu ketika semester 1 ia pernah ditawari masuk organisasi potret fakultas secara khusus.
Tapi sepertinya Laut sudah terlalu cinta dengan Komunal, himpunan yang seperti rumah nyaman bagi Laut. Ia menolak dan memilih untuk menjadi divisi dokumentasi abadi di himpunan ini.
"Btw Han, elo tau Jagat Raya?" tanya Laut penasaran. Bisa saja Rehan menghapal mati semua kerabat baru mereka.
"Jagat Raya? Maksud elo bumi kita yang luas ini?"
Laut menggeleng frustasi. "Bukannnn, itu si Dahayu Jagat Raya, Kerabat 22!!"
"Ohh Rayaa? Kenal, yang sering makan permen kan? Pas hari ke 3 kalo nggak salah, minta obat pereda nyeri di gue, giginya sakit katanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Antropolo(ve)gi : Lautan Raya
FanfictionSebagai seseorang yang berada di dalam lingkup yang sama, tentu hal wajar jika terjadi yang namanya jatuh cinta. Kebiasaan selalu berada di sisi masing-masing sepanjang waktu menjadi pemicu rasa itu tumbuh, lalu merembet tak terhentikan. Di Antropol...