Apa Kabar, Ray?

72 12 14
                                    

Sejak kejadian hari itu, Raya dan Laut sama sekali belum ada komunikasi. Keduanya malah sibuk melarikan diri, saling menjauh agar tidak bertemu satu sama lain.

Raya datang ke kampus sepuluh menit sebelum dosen masuk, mengikuti perkuliahan dan akan pulang setelah dosen keluar. Lalu jika memang ada jam kedua yang jarak waktunya hanya berkisar satu sampai dua jam, gadis cantik itu bersembunyi di sudut perpustakaan dekat mesin pendingin, mendengarkan The Beatles dan membaca novel.

Ia tidak pernah lagi muncul di sekre lagi, Bentala dan Mentari sudah beberapa kali mengajaknya namun kedua gadis itu selalu mendapat penolakan. Entahlah, Raya hanya merasa dirinya tidak bisa bergaul lagi dengan senior-seniornya di himpunan sejak kejadian hari itu. Bahkan jika berpapasan dengan salah satu dari mereka, Raya akan menunduk pura-pura tidak melihat.

Raya takut.

Sementara Laut, laki-laki itu terus dilema. Setiap hari ia memikirkan Raya, Raya dan Raya. Ada banyak kata yang ingin ia ucapkan pada gadisnya itu, namun rasanya sangat keluh. Laut seperti tidak punya kekuatan. Belum lagi kehadiran Arini yang tidak pernah pergi dari sisinya sejak kejadian kemarin. Laut bisa apa? Janji tetap janji kan?

Hubungan Laut dan Raya seakan tenggelam, mereka yang kubur sendiri. Laut yang tidak mampu meminta penjelasan, dan Raya yang berusaha terlihat sibuk.

Padahal dua-duanya sama-sama merindu.

"Gue denger-denger katanya Laut putus ya sama si Maba itu?"

Raya yang fokus membaca, seketika tersentak. Gadis itu menenggelamkan kepalanya agar senior yang berada di meja depan tidak menyadari keberadaan Raya.

Raya dengan aktivitasnya setiap hari saat menunggu jam kuliah selanjutnya, hari ini ia tidak duduk di pojokan dekat ac bagian utara, namun memposisikan dirinya di meja panjang bersekat-sekat yang ada di tengah ruangan. Sekat yang menutupi antara kiri, kanan dan depan yang tingginya setinggi hidung ketika duduk.

"Iya gue juga denger. Arini juga cerita sih ke gue, dia seneng banget Laut nempatin janji. Yah walau ada drama dikit sih sama Maba itu, tapi kata Arini aman ajalah soalnya kalah jauh sama Arini," sahut yang lain. Keduanya berisik dengan nada pelan, namun Raya tetap bisa mendengarnya.

Headphone yang biasa ia gunakan sudah kehabisan daya, baru saja akan ia copot namun langsung mendengar percakapan tersebut dan membuatnya mengurungkan niat melepas benda itu dari telinganya.

"Iya janji yaa? Janji apa sih, lupa gue. Janji balikan?" tanya yang satu.

Ah, sepertinya ini waktu untuk Raya tahu segalanya tanpa sengaja.

Gadis itu terus menajamkan telinganya dengan berpura-pura fokus mencatat sesuatu sambil menunduk dalam.

"Itu lohh.. elo tau kan waktu itu Laut sama Arini segemes apa, sampe akhirnya mereka harus pisah karna Arini ke Jawa dan Arini putusin Laut. Disitu Laut bener-bener nggak mau putus, dia sayang banget ke Arini lebih dari apapun katanya. Walaupun udah mohon-mohon, Arini tetep teguh sama pendiriannya dan pengen fokus buat lombanya ini. Laut nyoba buat ngerti dan relain hubungan mereka berakhir. Tapi Laut janji dan Arini harus janji juga, kalau Arini pulang mereka harus pacaran lagi kayak kemarin-kemarin. Laut juga pastiin kalau rasanya ke Arini nggak bakal berubah sedikitpun. Itu makanya angkatan kita heboh pas Laut punya pacar baru, tapi untungnya mereka udah balikan lagi."

Raya merasa tubuhnya kaku. Kata-kata dari percakapan itu terus terngiang di kepalanya, seolah seseorang memutar ulang rekaman tanpa henti. Janji. Janji. Janji. Semua potongan cerita yang baru saja ia dengar membuat segala teka-teki yang selama ini menghantui pikirannya menjadi jelas.

Jadi ini alasannya. Ini sebabnya Laut bersikap seperti itu. Ini kenapa Laut tiba-tiba berubah, tidak pernah lagi berusaha untuk hubungan mereka, seolah hubungan mereka tak pernah berarti apa-apa.

Lautan RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang