Hari ini kamu cantik sekali

20 6 0
                                    


"Anjirlah woy, itu siapa? Itu Raya?!"

Cuaca pagi di fakultas ilmu sosial dan ilmu politik hari ini sangat cerah, matahari beranjak naik menjelajahi langit bagai sedang senang-senangnya, pukul sepuluh terasa seperti musim panas di negeri Eropa.

Raya hanya berjalan santai menyusui koridor menuju kelas untuk mata kuliah pertamanya di semester dua, Antropologi Sosial dan Budaya. Tapi beberapa pasang mata menatapnya dengan tatapan aneh, apa yang salah dengan Raya hari ini? Seingatnya ia sudah berpakaian dengan benar.

Oh, apa karna Raya mencoba style berpakaian yang berbeda dari semester sebelumnya yaa? Raya memang ingin berubah menjadi lebih baik daripada dirinya yang kemarin, makanya ia rajin ke kosan kakak sepupunya, Nirina, untuk membantunya mencarikan gaya busana baru yang cocok untuknya. Bukan lagi celana jeans, kemeja dan tas belakang. Penampilan Raya sekarang adalah dress menggantung berwarna putih dengan corak bunga-bunga kecil, di tutup dengan cardigan biru muda, dan tas samping yang terlihat lebih feminim.

Oh iya, ada satu lagi yang berubah, yaitu rambut Raya.

"Ya ampun bule dari mana ituu?!" teriak Betala dari ujung lorong. Raya menanggapi dengan tertawa kecil.

Bentala, bersama Mentari berlari ke arahnya, menatap takjub seolah Raya adalah peninggalan pra sejarah yang baru saja ditemukan.

"Ini elo, Ray? Kok bisa cantik banget banget banget!" Raya makin tersipu malu.

Memangnya benar yaa? Cocok Raya berpenampilan begini?

"Agak aneh yaa? Kalau aneh, besok gue minta kak Nirina ganti deh."

Bentala dan Mentari menggeleng keras, "Aneh apaan anjir! Cocok banget kok di elo, cantik banget. Gue mau fomo ah, besok mau ganti warna rambut juga."

"Bareng La, kita ke salon habis dari sini," sambung Mentari.

Raya tertawa lagi, "Makasih yaaa... gue jadi lebih percaya diri lagi nih."

"Yaudah, yuk ke kelas, bisa kacau kalau dosen marah di hari pertama kita kuliah di semester ini." Mentari menarik tangan Raya dan Bentala untuk melanjutkan perjalanan ke kelas mereka.

Hari ini memang Raya sangat cantik, rambutnya berwarna pirang hasil karya dari kakak sepupunya yang paling menawan, Kak Nirina. Angin meniupkan helai demi helai ketika Raya berjalan, sengaja tidak di kuncir ataupun di kenang, Raya memilih menggerainya.

Tidak tahu saja Raya, tiap helai rambutnya yang bergoyang karna angin, Laut menatap keindahan itu dari kejauhan.

***

"Gausah diliat terus, elo makin menyedihkan kalau kayak gitu."

Laut tertawa pelan mendengar celetukkan Rehan, dan ia sangat setuju. Tidak ada lagi kata yang pantas untuk mendeskripsikan betapa menyedihkan Laut ketika putus dari seorang Jagat Raya, meskipun yang melihatnya dengan jelas hanya Rehan ataupun Cakrawala.

Memang menurutmu laki-laki mana yang saat seharian penuh menghabiskan hari dengan pacarnya, lalu saat pulang malam hari ke kosannya, ia menangisi perempuan lain?

Jika saja bukan karna semua yang sedang berusaha ia bangun, Laut mungkin sekarang sudah berlari kearah Raya dan berkata ia sangat merindukan gadis itu.

"Gue baru sadar kenapa negara kita nggak pernah maju soal pemerintahan," kata Laut sambil mengeluarkan sebungkus Malboro yang masih tersegel, membakarnya pelan, lalu menghisap nikotin itu. ".. karna semua penduduknya berpikiran yang sama kayak pikiran gue."

Rehan mengangguk menyetujui. "Egois, lebih mementingkan kepentingan gengsi daripada hati, sampai rela jadi penjilat." Rehan memang ahlinya memperjelas keadaan.

"Tapi.. apa lo mau negara kita terus-terusan dipimpin sama semua orang yang pemikirannya kayak lo gitu?" tanya Rehan serius.

Laut memandanga sahabatnya itu dengan tatapan sedih. "Sayangnya gue udah sejauh ini, gue udah korbankan semuanya, makin tolol kalau gue turutin hati gue buat lari lagi kearah Raya meskipun gue pengen banget."

Laut mendapat tepukkan dipundaknya dari Rehan, orang yang paling mengenalnya dengan baik. Rehan bisa menjadi orang yang paling mendukungnya, juga bisa jadi orang yang paling mencemooh pikirannya jika menurut Rehan itu tidak masuk akal. Tapi kali ini, agaknya Rehan sudah cape berusaha menyadarkan, Laut saja yang sudah terlalu jauh.

"Gue dukung semua keputusan lo, tapi gue juga bakal jadi orang yang paling pertama bakal judge elo kalau elo makin tolol," kata Rehan yang kemudian berdiri, bersiap menuju kelasnya karna dosennya juga sebentar lagi memasuki kelas. " ... oh iya satu lagi, lain kali kalo sarapan itu pake nasi, bukan pake rokok!"

Laut tertawa hambar, manis sekali Rehan yang sangat perhatian padanya.

Kini hanya tersisa Laut sendiri, menatap lurus pada kelas-kelas yang sedang terisi oleh mahasiswa. Termasuk kelas Raya, Laut kembali melihat gadis itu dari kejauhan.

"Loh.. Sayang! Kok nggak bales chat aku semalem? Kuota habis? Yuk masuk kelas, keburu dosennya datang!"

Gadis itu dan gadis ini tentu berbeda. Laut menatapnya, pacarnya Arini. Pakai sweater longgar berwarna putih dan celana jeans, cantik juga dia. Tapi menatap Arini tidak pernah lagi membuat hati Laut bergetar setelah ia pertama kali menatap Raya.

Rasanya untuk Arini tidak pernah ada lagi, ia hanya sedang menjalani pilihan hidup yang dipilihnya, kalau kata Rehan sih dia sedang menjalani egonya. "Aku nungguin kamu, biar bisa bareng ke kelasnya."

"Ihh gemes banget sih, yaudah ayo!"

Sekarang selain suka merenungi kesalahannya di depan Rehan, Laut juga suka membohongi perasaannya sendiri, juga membohongi Arini.

Jilat semua, Laut. Bagai anjing kelaparan.

Saat berjalan beriringan bersama Arini ke kelas, Laut sempat melewati kelas Raya sekali lagi, curi-curi pandang sedikit.

"Hari ini kamu cantik sekali, Ray," kata Laut dalam hati.

***

Raya tidak berpikir berubah untuk membuat Laut tertarik lagi padanya, Raya berubah memang hanya untuk dirinya sendiri agar ia bisa merasa lebih nyaman melanjutkan hidup.

Hari ini yang dikiranya akan berjalan lancar, malah membuat dia kembali berpikir apakah dia memang seburuk itu sekarang dimata orang-orang.

"Caper banget sampe harus cat warna rambut gonjreng kayak gitu."

"Apasih sok cantik banget dia."

"Dia pikir bisa bikin Laut balik ke dia kali yaa? Cewe sok cantik gitu. Masi cantikan Arini!"

"Kalau Gue sih bakal lebih tertutup dan berusaha buat nggak narik atensi, bejir dia malah caper!"

Raya memang hanya duduk sambil membaca buku sembari menunggu jam mata kuliah berikutnya di depan, tapi beberapa orang hilir mudik berbicara aneh tentangnya.

Perpustakaan ini memang lebih dekat dengan kelas-kelas mahasiswa Antropologi, jadi tidak sedikit orang mengenal Raya, terlebih lagi dia adalah mantan Laut.

Tapi apa memang Raya tidak pantas berubah menjadi lebih baik untuk dirinya sendiri yaa? Apa memang harusnya Raya diam saja, berpakaian dengan warna gelap, tanpa riasan, rambut ditutup topi dan jalan menunduk?

"Orang kalau udah iri dengki, mau elo berubah jadi papan fisip juga tetep diomongin. Jadi lebih baik nggak usah lo dengerin yaa." Seseorang berkata dari arah belakangnya, Raya menoleh cepat, mendapati Hugo tersenyum ke arahnya.

Huga mengambil tempat di sebelah Raya. "Btw, Hari ini elo cantik banget, Ray!"






































LONG TIME NO SEE!!
SIAPA KANGEN LAUT RAYA?
Kalau aku sih kangen Rehan🙂‍↕️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lautan RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang