Jika kita memang harus berakhir

60 9 2
                                    

Apa yang di lakukan laki-laki ketika di putuskan orang yang di cintai?

Mabok? Betul!

Tapi Laut malah tidak berselera melihat cap tikus yang sudah di sodorkan Cakrawala ke arahnya. Cakrawala sudah bersemangat mendengarkan telfon Rehan yang berkata bahwa Laut butuh hiburan, begitu sampai di kosan Rehan, Cakrawala malah melihat Laut lesuh sekali seperti sebagian dirinya menghilang.

Padahal menurut Laut, memang.

"Gue malam ini nggak mau tolol-tolol'in lo walaupun lo tolol. Nikmati aja rasa sedih lo, puas-puasin galau malam ini. Biar besok pas liat Raya punya pacar, elo nggak bunuh diri!"

Pedis sekali kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Rehan, Cakrawala sampai bergidik ngeri. Laut tertawa pelan, Rehan memang benar, ia sangat tolol. Tidak ada satu kata yang pantas untuk mendeskripsikan dirinya kecuali kata Tolol.

Laut tidak sanggup mempertahankan Raya, tapi melepaskan Arini juga Ia tidak bisa. "G-gue, nggak tau harus apa."

Hanya Cakrawala yang menegak alkohol lokal bernama cap tikus itu sedari tadi, Laut tidak berminat, kalau Rehan memang tidak pernah minum.

"Nih minum dulu, gue udah beli nih karna kata Rehan elo butuh hiburan," kata Cakrawala sekali menyodorkan minuman kemasan gelas yang di libat lalu di isi alkohol.

Laut tidak bergeming, tidak tertarik mencoba alkohol yang Cakrawala sodorkan. "Gue mau putusin Arini, tapi nanti nama gue rusak di himpunan, usaha gue buat maju jadi ketua umum tahun depan, bakal gagal deh."

"Arini gada hubungannya sama himpunan. Kalo nanti senior-senior yang maju karna elo putusin Arini dan cewe itu nangis lapor ke mereka, gue yang maju belain elo, Ut," kata Rehan menggebu. Sejujurnya dari hati yang paling dalam sejak Laut berpacaran dengan Arini sejak mereka masih Maba, Rehan tidak pernah suka. Arini itu suka semena-mena terhadap Laut, meski Laut tidak menyadarinya.

Laut merenung lagi, merutuki perkataannya beberapa bulan lalu yang berkata akan menunggu Arini pulang dengan rasa cinta yang sama walaupun tanpa komunikasi. Raya mengambil alih semuanya, semua yang sebelumnya berisi tentang Arini, Raya menggantikannya.

Uh, perempuan memang memusingkan.

"Tapi kalaupun gue putus sama Arini, percuma. Hubungan gue sama Raya udah berakhir, udah nggak bisa nyatu lagi." Laut berkata dengan suara yang nyaris hilang.

Cakrawala menggeleng. "Gada yang tau kalian masih bisa bareng atau enggak. Tapi menurut gue, daripada elo linglung gada semangat hidup karna emang bener kayak sebagian jiwa lo hilang, mending elo berusaha deketin dia lagi dan bilang mau perbaikin semuanya."

"T-tapi, kalau di himpunan nama gue jadi jelek gimana? Lo tau kan senior-senior angkatan atas itu abang-abangannya Arini. Gimana kalau gue nggak bisa maju jadi ketua umum tahun depan?"

Rehan berdecak tidak habis pikir. "Kalau gitu yaudah, nggak usah sesali elo putus sama Raya! Itu udah pilihan lo, gengsi lo dan ambisi lo tentang himpunan emang tinggi. Nggak usah susah-susah nyesel karna hubungan elo sama Raya udah berakhir. Terima aja kalau Arini bakal jadi pacar lo sampai kapanpun, bukan karna elo cinta sama dia tapi karna elo nggak mau nama lo ancur di himpunan!"

Laut terdiam, tidak bisa menimpali ucapan Rehan. Cakrawala mengambil ancang-ancang, ia takut ada perkelahian seperkian detik nantinya. Kata-kata Rehan terdengar sangat sadis, walaupun semuanya memang benar.

Laut hanya semakin diam, ia menunduk, kemudian matanya memerah, untuk pertama kalinya Laut menangis karna perempuan.

***

Bagaimana dengan Raya? Bagaimana kondisinya setelah memutuskan hubungan dengan Laut?

Jawabannya adalah hancur.

Tadi setelah berkata bahwa mereka harus berakhir, Raya segera pergi dari sana dan menyuruh Laut tidak usah menyusulnya atau mengantarkan pulang. Raya berlari ke arah halte bis yang tidak jauh dari taman, beruntung saat itu ada Bis yang akan berangkat menuju arah kosannya.

Di dalam bis, ada beberapa penumpang yang naik.  Jika saja ini di drama Korea, Raya pasti sudah menangis sejadi-jadinya karna jujur ia memang sangat sedih dan sakit. Tapi ini di Kota Palu, agak tidak etis melakukannya, Raya tidak mau merasakan malu jika nanti ada yang merekam dan memviralkannya.

Raya duduk di kursi paling belakang bis, merapatkan jaketnya untuk menghalau dingin yang bukan hanya berasal dari malam itu, tetapi juga dari hatinya yang terasa kosong. Ia menunduk, memandangi ponselnya yang tergeletak di pangkuannya. Layar itu tetap gelap, tanpa notifikasi, tanpa pesan dari Laut.

Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tidak karuan. Bis melaju pelan di jalanan Kota Palu yang mulai lengang, lampu-lampu jalan terlihat buram di balik kaca jendela yang berkabut. Tangan Raya gemetar saat ia mencoba membuka playlist di ponselnya, memilih lagu yang mungkin bisa mengalihkan pikirannya.

Tapi tidak ada lagu yang cukup kuat untuk menutupi rasa sakit itu. Semua melodi terdengar menyayat, semua lirik terasa seolah ditulis untuk menghancurkannya lebih dalam.

Raya mencoba mengalihkan pandangannya keluar jendela, tapi bayangan Laut masih saja menghantui. Tatapan terakhirnya, suara pelan yang mengatakan, “Kalau ini keputusan kamu, aku terima.” Semua itu terulang seperti kaset rusak di kepalanya.

“Kenapa harus seperti ini?” pikirnya. Di satu sisi, ia tahu ini keputusan yang benar. Hubungan mereka sudah terlalu rumit, terlalu penuh dengan konflik yang tak kunjung selesai. Tapi di sisi lain, hatinya menolak untuk menerima kenyataan.

Bis berhenti di halte dekat kosannya, membuat Raya tersentak dari lamunannya. Ia turun dengan langkah berat, merasa seperti tubuhnya bergerak sendiri tanpa dorongan dari pikirannya. Kosan itu gelap ketika ia tiba, penghuni lain sepertinya sudah tidur.

---

Begitu pintu kamar tertutup, Raya akhirnya menyerah pada emosinya. Ia duduk di lantai, memeluk lutut, dan membiarkan air matanya mengalir tanpa henti. Ia menggigit bibirnya untuk menahan isakan, tapi itu hanya membuat rasa sakit di dadanya semakin terasa.

Kepalanya penuh dengan potongan kenangan: tawa Laut saat mereka membicarakan hal-hal konyol, sentuhan lembutnya saat menggenggam tangan Raya, cara Laut memanggil namanya dengan nada yang selalu membuat hatinya hangat. Semua itu kini hanya tinggal kenangan, dan kenyataan bahwa mereka tidak akan pernah kembali ke masa itu menghancurkannya.

Ponselnya bergetar, membuat Raya refleks mencapainya. Tapi itu bukan pesan dari Laut, melainkan pemberitahuan biasa dari aplikasi belanja online. Ia tertawa pahit, menyadari betapa bodohnya dirinya yang masih berharap.

Raya berdiri, berjalan ke meja belajar dan meraih headphone-nya. Ia mengenakannya, memutar lagu Let It Be dari The Beatles, dan membaringkan tubuhnya di kasur. Lagu itu mengalun lembut di telinganya, tapi bukannya menghibur, malah semakin mengaduk emosinya.

Malam itu terasa sangat panjang. Raya terjaga hingga fajar, menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang bercampur aduk. Entah kapan ia tertidur, tapi saat ia bangun, matanya bengkak dan kepalanya berat. Namun, ia tahu, ini baru permulaan dari hari-hari sulit yang akan ia hadapi.































Guys, mulai dari bab ini, ke depannya bakal jadi alur yang cepat yaa😁

Oh iya, mau tanya lagi nih. Kalian mau sad ending atau happy ending?

Lautan RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang