Bunyi langkah kaki berdengung kencang di lorong panjang yang begitu gelap, diiringi dengan bunyi seretan.
Seorang Laki-laki tengah menyeret seorang wanita muda bersurai Ginger, ia menyeret sambil membawa sebilah pedang.
Ia berjalan sambil menggumamkan sesuatu.
"Met het bloed van deze vrouw.. zweer ik dat ik loyaal aan je zal zijn... O de koning..."
Bersamaan dengan petir menyambar, bayang-bayang seorang Laki-laki memotong leher wanita muda itupun terpampang jelas.
Malam itu menjadi neraka bagi seorang Tuan Muda.
****
Tok Tok Tok
"Non? udah siap belum? Mas Kara udah nunggu di depan.." Kata Bi Ningsih di depan kamar Artika.
"Sebentar Bi!" Teriak Artika dari dalam kamar.
Tak lama Artika keuar dari kamar dengan membawa koper, lalu langsung di sambut oleh Bi Ningsih.
"Sini Non biar Bi Ningsih tolong bawakan." Kata Bi Ningsih sambil tersenyum.
"Makasih ya Bi." Kata Artika.
Bi Ningsih hanya tersenyum sambil mengikuti Artika dari belakang menuju depan.
Mereka berjalan perlahan sampai akhirnya sampai di depan pagar rumah, terlihatlah Mas Kara sudah sigap di depan mobil.
"Hati-Hati ya Non.. jaga kesehatan jangan sampai sakit.." Kata Bi Ningsih.
Artika hanya tersenyum, lalu menjawab "Nggeh Bi, gak usah khawatir.. Artika bisa jaga diri kok" kata Artika.
Artika melihat kesana kemari, namun ia tidak menemukan orang tuanya. "Ibuk sama Bapak gak ikut anter Artika Bi?..." Tanya Artika dengan raut wajah kecewa.
Kara yang mendengarnya dari kejauhan lantas langsung mendekat, dan mengusap pelan kepala Artika, "Udah lah dek.. gak papa, kan ada Mas.." Kata Kara sambil mengambil Koper Artika lalu di taruh di dalam garasi mobilnya.
Artika hanya bisa tersenyum menatap Kara, "Iya deh Mas.. makasih udah mau anter Artika"
"Hahaha.. iya iya dek Tika," kata Kara sambil tertawa.
Artik lantas langsung pamit kepada Bi Ningsih, "Bi.. Artika Izin pamit yah.." kata Artika sambil salim kepada Bi Ningsih.
Bi Ningsih mengangguk, "Bener-bener belajar yah Non.." kata Bi Ningsih sambil tersenyum.
Artika mengangguk, ia lalu masuk kedalam mobil di ikuti oleh Kara.
Mobil melaju menuju bandara, di perjalan Kara dan Artika.
Ada sekitaran 26 menit untuk sampai kebandara, Artika turun diikuti Kara yang langsung mengambil Koper Artika.
Artika masuk ke dalam gedung bandara bersama Kara, Artika berhenti berjalan lalu berbalik dan memeluk Kara.
"Adek bakal kangen Mas.." kata Artika sambil menyembunyikan wajahnya di dada bidang Kara.
Kara hanya tersenyum lalu mengusap dan mencium kepala Artika dengan pelan, "Mas juga bakal kangen adek nanti.. jaga kesehatan yah.. jangan sakit-sakit.." kata Kara.
Artika Lalu perlahan melepaskan pelukannya kepada Kara, ia lalu perlahan berjalan menjauh memasuki gedung bandara.
Kara hanya bisa tersenyum menatap adik satu-satunya yang kini akan bersekolah di belanda, "Sudah besar kamu dek.. kalo nenek tau, pasti dia bakal larang kamu keluar rumah terus.. kamu udah tumbuh jadi gadis cantik.." Kara lalu perlahan berbalik menuju mobil, dan kembali.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗣𝗮𝘀𝘁 𝗣𝗹𝗮𝗻𝘀
Mistério / SuspenseDendam Yang tak terselesaikan kini menguap menjadi gumpalan asap penuh dosa. Penumbalan yang memakan banyak korban jiwa tak bersalah, kini hanya bisa menjadi sebuah misteri. //Fiksi\\ //Fiksi Sejarah\\