Chapter 1 - 일

187 17 6
                                    

Jangan lupa meninggalkan jejak untuk penulis dengan cara voment

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa meninggalkan jejak untuk penulis dengan cara voment.

⚠Ff ini berisi konten sara'.
Bagi yang tidak nyaman, silahkan mundur teratur ya.

Selamat membaca♡♥

Cuaca siang menuju sore hari itu sangat cerah namun udaranya perlahan berangsur dingin menyapa kota Seoul, Korea Selatan. Sepertinya beberapa hari lagi akan masuk musim gugur.

Di sebuah cafetaria yang tak jauh dari pusat kota, ada sepasang Anak dan Ayah yang sedang mengobrol sambil menikmati minuman hangat serta kudapan pelengkap.

Lebih tepatnya sang Ayah yang seperti tengah berusaha membujuk anak gadisnya.

"Masih tidak mau pulang? Kenapa memilih menyewa kamar, apa rumah Appa tidak nyaman? Kau ingin tidur di kamar lantai dua? Nanti Appa akan bilang pada Jinyeong. Atau mungkin balkon luas seperti kamar Jinsang? Mereka pasti tidak akan menolak." Cerca sang Ayah dengan berbagai macam tawaran, sepertinya gadis itu telah memilih tinggal sendiri.

"Appa! Huh- Padahal uangnya juga sayang sih. Tapi bukan rumahnya yang tidak nyaman-" sahutnya memberingsut pelan.

"Eomma-mu ya?"

"Appa sudah tau jawabannya, kenapa masih bertanya?" Ujarnya disusul menyeruput minuman.

Namun sang Ayah masih belum menyerah. "Apa tak bisa tinggal sebentar lagi, padahal Eomma tidak marah."

"Appa, istrimu it-" gadis itu sejemang terdiam ketika melihat wajah sang Ayah seketika muram. "Maksudnya Eomma itu memang tidak marah tapi sudah lebih dari dua puluh tahun dia menjadi ratu sendirian di rumah kalian. Tiba-tiba aku datang dan perhatian kalian bertiga terbagi. Aku melihat itu Appa, wajah Eomma sedih."

"Mungkin dia terharu memiliki anak perempuan." Jawab Appa singkat, seolah membela diri.

"Lebih tepatnya cemburu." Ujar gadis itu kembali mengoreksi.

"Yah, padahal kalian bisa mencoba saling akrab, paling tidak sampai kau menikah." Sahut Ayah terkekeh geli.

"Appa percaya diri sekali aku akan segera menikah, kalau rencana Appa gagal atau aku berubah pikiran bagaimana?" Tatap gadis itu tak terima.

Wajah pria baya itu nampak berubah serius. "Kau sudah janji."

"Tapi Appa juga punya janji."

"Iya, Appa tau. Tinggal sedikit lagi kan? Kau hanya tinggal menunggu diterima." Jawab sang Ayah tak mau kalah.

"Nah kalau begitu bahas menikahnya waktu semuanya terjadi sesuai rencana ya?" Ujar gadis itu lagi, mencoba menawar.

Baru saja sang Ayah ingin protes. Tak berselang lama, ponselnya berdering tanda notifikasi pesan sontak mengalihkan perhatian.

"Sepertinya Appa harus segera kembali ke kantor." Ujar sang Ayah setelah membaca pesan yang diterimanya.

"Baiklah, hati-hati Appa."

𝓕𝓲𝓻𝓼𝓽 𝓵𝓸𝓿𝓮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang