Anggar berjalan sendiri di koridor panjang rumah sakit sampai akhirnya dia berada di pekarangan dan ingin mencari bangku untuk bisa duduk sejenak sekaligus mencari udara segar.
Namun ternyata,dari sudut matanya yang melihat ke depan ,dia melihat ada anak buahnya yaitu sapta terlihat berdiri memandanginya.
"Pagi ndan."sapa sapta mengulas senyum.
"Pagi."balas anggar.
Lalu anggar memberi isyarat pada sapta untuk duduk bersamanya di bangku pekarangan rumah sakit.
"Kau kesini pasti ingin menjenguk azmir ya?"tanya anggar.
"Iya,bagaimana keadaan azmir ndan?"
"Dia sudah berhasil melalui masa kritisnya namun masih belum sadar,tadi juga aku bertemu komandan ardi di depan ruang rawat,beliau yang memberitahuku."
Lantas sapta tak kuasa untuk menutupi raut wajah sedihnya.
"Ndan!"Panggil pelan sapta.
"Iya?"
"Saya boleh tanya sesuatu?"
"Tanya apa?"
"Kenapa di malam itu,komandan memutuskan untuk melepaskan sabina begitu saja,ya meskipun saya tahu bahwa keadaannya saat itu memang gak ada pilihan lain tapi kita juga tahu kalau saat itu kita juga berpeluang besar untuk menangkap sabina,menangkap orang yang sudah membuat azmir menjadi seperti ini."
"Iya,kau memang benar,seharusnya di malam itu aku menangkap sabina dan membuatnya bertanggung jawab atas apa yang sudah dia lakukan kepada azmir,tapi kita di latih dalam mengambil keputusan harus berdasarkan akal bukan ego atau perasaan bukan?
Jika di malam itu aku menuruti egoku yang terbakar amarah dan dendam,mungkin sabina akan merasakan akibat perbuatannya tapi aku akan menerima risiko yang jauh lebih besar,mungkin bukan hanya azmir tapi juga kalian semua bisa celaka.
Seperti sebuah kata bijak "Mundur tidak selalu berarti kalah,namun terkadang.."anggar terjeda ucapannya karna sapta tiba tiba menyahuti.
"Kita harus mundur satu langkah untuk bisa melompat lebih jauh."sahut sapta dengan tersenyum di akhir.
Anggar pun ikut tersenyum. "Kau tahu juga kata bijak itu."
"Entah kebetulan atau bagaimana,dulu kakekku sering mengatakan hal itu padaku,persis sekali."
Kemudian anggar jadi tertawa.
Lalu tak berselang lama terdengar suara azan zuhur berkumandang yang seketika menjeda obrolan mereka.
"Ndan,saya permisi shalat dulu ya."pamit sapta beranjak bangun.
"Oh iya,tapi tahu masjid dimana?"tanya anggar terkesan ingin memastikan.
"Gak tahu si,tapi nanti bisa tanya pekerja disini,gampang lah."
"Gak usah,biar saya tunjukkan saja,tadi waktu datang ke rumah sakit sempat gak sengaja lihat ada masjid di pelataran rumah sakit ini."
"Gak apa apa ndan?"tanya sapta sedikit ragu karna dia tahu persis bahwa komandan nya ini adalah seorang non muslim.
"Ya gak apa apa lah,yuk!"ajak anggar berjalan di depan.
Akhirnya mereka berjalan menuju masjid berbarengan.
setelah berjalan beberapa menit,akhirnya mereka sampai.
"Kalau begitu saya masuk dulu ya ndan."pamit sapta untuk melakukan sembahyang.
"Iya."
Lalu sapta berjalan memasuki masjid.
KAMU SEDANG MEMBACA
TERORISM: Tanah Berdarah [LENGKAP]
Acción"Aku bersyukur karena ternyata kita bisa bertemu kembali."ucap azmir. Shaneem,seorang wanita yang ayahnya di tuduh sebagai tersangka teroris. Karna tidak terima dengan tuduhan itu,sehingga dia bersikeras untuk membuktikan bahwa ayahnya gak bersalah...