Part 3. Ternoda

3.7K 27 1
                                    

Sofa tunggal berwarna abu-abu adalah tempat yang Alan duduki saat ini. Menghadap dua orang tua yang duduk di depannya dengan sikap yang terlihat cemas, panik, juga takut, begitu terlihat sebab bokong mereka yang hanya menempel di ujung sofa. Sedangkan Felisha, gadis itu hanya berdiri di belakang di mana kedua orang tuanya duduk. Kepalanya terus menunduk sebab perasaan takut yang menggelayuti jiwanya setelah beberapa waktu lalu lelaki di depannya itu hampir merenggut kesuciannya.

Dua orang tua dengan pakaian tidur yang melekat di tubuh, tampak mengkerut atas kedatangan Alan di kediaman mereka, di jam dua malam. Meski sudah tahu ada peristiwa apa, tetap saja mereka kaget dengan kedatangan Alan yang mereka pikir terlalu cepat. Terlebih sosok Felisha juga dihadirkan di sana dengan ekspresi yang sama takutnya dengan mereka.

Tak ada yang bersuara sejak sepuluh menit lalu Alan datang dan membangunkan semua penghuni rumah. Semua tampak diam membisu hingga lelaki itu sendiri yang memulai bicara.

"Kalian sudah tahu apa yang terjadi bukan?" tanya Alan membuka suara.

Herman Sumitra, ayah Felisha terlihat menengok ke arah istrinya. Dengan perasaan takut, ia sendiri ragu untuk menjawab.

"Aku bertanya pada kalian, bukan pada angin malam yang hanya menyuarakan hening!"

"Ka-kami tahu, Na-Nak Alan."

Entah apakah Herman masih pantas memanggil menantunya dengan panggilan demikian setelah apa yang putri sulungnya lakukan. Ia hanya spontan dan kaget karena bentakan yang selama ini tak pernah sekali pun Alan lakukan terhadap mereka.

Lirikan mata pengusaha itu seolah menjawab kekhawatiran yang Herman rasakan.

'Ia sudah tidak menganggap kami mertuanya lagi,' batin Herman gugup.

"Tapi, sungguh! Kami tidak tahu menahu akan hal itu. Dina tidak pernah mengatakan apapun selama ini. Kami juga tidak tahu kalau ia masih berhubungan dengan kekasihnya. Andai kami tahu, tentu kami akan marah dan memintanya memutuskan hubungan dengan lelaki itu," ucap Herman cepat.
Bahkan, lelaki itu sampai menggelosor ke lantai seperti ingin meminta ampunan atas pembelaan yang ia lontarkan.

Ini bukan salahnya atau salah sang istri. Dina benar-benar rapat menyimpan semuanya selama tiga tahun. Ketika ia sampai memiliki anak dari pernikahannya dengan Alan, siapa yang akan menyangka bahwa ia bermain api di belakang. Termasuk mereka.

Namun, sepertinya penjelasan yang Herman sampaikan juga aksinya yang sedikit berlebihan, sama sekali tidak membuat Alan percaya atau tersentuh. Bagi lelaki itu, semua yang terjadi saat ini ada peran dari kedua orang tuanya yang tak becus mendidik sang putri.

"Tak perlu banyak bicara. Kedatanganku ke sini karena ada hal yang harus aku sampaikan. Ada kompensasi yang harus kalian berikan sebab ulah putri sulung kalian."

Herman mengangkat wajahnya sedikit. Lalu, diliriknya sang istri yang melihat ke arahnya dengan ekspresi panik. Juga Felisha, yang sejak awal kedatangannya lebih banyak diam dan menunduk.

"Layani aku!" ucap Alan membuat ketiga orang di depannya mendongak, menatap kaget.

Namun, kebingungan mereka akhirnya terjawab ketika mendapati tatapan Alan yang lurus melihat ke arah Felisha.

"Ap-apa maksud, Kak Alan?" Terbata Felisha menjawab. Ia tahu jika dirinya yang lelaki itu maksud.

Semua terlihat diam. Hening menjadi latar mereka di ruang tamu keluarga Sumitra. Dua orang anak buah Alan yang berdiri di belakang tuannya, juga diam menyaksikan semua adegan di depan mereka.

"Seperti apa yang aku katakan padamu tadi, kamu harus jadi pengganti kakakmu di atas ranjang yang sudah ia tinggalkan."

Kalimat vulgar dan sensitif yang seharusnya menjadi ranah privasi, tapi justru Alan ucapkan lantang tanpa sungkan atau malu.

Crazy Brother In-Law 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang