Bab 7. Mengirim Rafael

1.1K 16 0
                                    

Sepanjang hari itu Felisha lebih banyak berdiam diri. Bahkan, teman satu bangkunya di salah satu kelas —Feby, bisa melihat perbedaan yang terjadi pada diri gadis itu.

Hingga dosen yang sejak satu setengah jam lalu memberikan materi tentang ekonomi publik di hadapan para mahasiswa itu keluar kelas, Feby langsung berbisik di dekat Felisha yang tengah membereskan buku dan peralatan tulisnya ke dalam tas.

"Apakah kamu sedang punya masalah, Feli?"

"Hah! Tidak. Kenapa begitu?" Ada keterkejutan yang tampak di wajah Felisha ketika sosok perempuan di sebelahnya menanyakan kabarnya.

"Aku perhatikan sejak tadi kamu terus melamun sepanjang Pak Zaki berbicara di depan kelas. Aku sampai berdoa semoga beliau tidak menegur kamu seperti yang pernah dilakukannya pada Gea tempo hari."

Felisha tersenyum canggung. Tapi, sesaat kemudian ia hanya menggeleng.

"Terima kasih karena sudah mengkhawatirkan aku, Feb."

"Sungguh, andai kamu mau cerita aku akan dengarkan." Feby kembali bicara.

"Terima kasih sekali lagi. Tapi, lihatlah! Aku baik-baik saja."

Tampak Feby tersenyum. "Syukurlah kalau begitu. Jujur saja aku senang kamu mau berbicara denganku seperti ini. Janganlah sungkan untuk bergabung dan mengobrol dengan teman-teman yang lain, Feli."

Sekali lagi Felisha hanya tersenyum. Baru kali ini ia merasa ditemani. Meski yang terjadi sebenarnya dirinya-lah yang kerap menghindar berkumpul dengan para mahasiswa satu angkatannya di kampus. Gadis itu selalu merasa tidak percaya diri ketika harus bersama atau berbicara dengan mereka-mereka yang berasal dari keluarga berada.

Orang tuanya lah yang memasukkan Felisha ke kampus elite tersebut. Berpikir bahwa dirinya akan berteman dengan banyak orang dari keluarga kaya raya yang akan memudahkan jalan hidupnya nanti. Beruntung jika sampai memiliki jodoh orang kaya seperti Alan, kakak iparnya itu yang pada kenyataannya bisa menjadi menantu karena sang kakak dijadikan jaminan hutang.

"Ngomong-ngomong, apa kamu masih ada kelas setelah ini?"

"Ada. Tapi, nanti siang."

"Terus, kamu mau ke mana menunggu kelas berikutnya? Apa mau ikut aku, kebetulan aku enggak ada kelas lagi. Rencananya aku dan yang lain mau ngerjain tugas dari Pak Zaki di kafe belakang kampus."

Feby memberikan ide juga ajakan. Tapi, Felisha terpaksa harus menolak sebab ia ingat jika siang ini Alan hendak membawa Rafael ke kediaman orang tuanya.

"Maaf, Feby. Tapi, aku harus pulang."

"Pulang? Apakah nanti kamu kembali lagi ke sini? Rumahmu dekat dari kampus?"

"Enggak. Rumahku lumayan jauh. Tapi, aku memang harus pulang dulu sebab ada urusan yang sangat penting. Maaf, aku enggak bisa bilang urusan apa. Intinya terima kasih karena kamu sudah mengajakku untuk berkumpul dengan teman-teman. Ide yang sangat menyenangkan sebetulnya karena bisa sama-sama mengerjakan tugas, tapi sungguh aku tidak bisa meninggalkan urusan ini."

Feby mungkin kecewa, tapi perempuan itu malah tersenyum demi mendengar alasan penolakan Felisha.

"Santai saja. Kamu selesaikan saja urusanmu itu. Lain kali kita bisa kumpul-kumpul dengan yang lain."

"Ya. Lain kali aku pasti akan ikut kamu."

Felisha merasa takjub. Meski ia juga memiliki teman lain di jurusan yang sama, tetapi Feby mahasiswi populer yang selama ini didekati banyak mahasiswa karena kecantikan juga latar belakang keluarganya yang dari keluarga konglomerat, adalah satu hal luar biasa ketika perempuan itu menegurnya lebih dulu.

Crazy Brother In-Law 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang