Seorang gadis berseragam putih abu-abu berjalan menyusuri sepanjang Jalan Kemang di kota Jakarta. Gadis itu berambut sebahu dengan poni belah tengah. Wajahnya tetap manis walaupun beberapa butir keringat berparkir di keningnya. Jalannya tergesa-gesa. Entah kapan gadis itu terlihat berjalan santai.
Adalah Sucita Rimanda si gadis itu. Habis akal Citra membuat strategi agar dapat lebih cepat menyelesaikan risol-risol kakaknya yang harus digulung. Tapi tetap saja Citra kekurangan waktu dan berakhir terburu-buru ke sekolah.
Dari jauh Citra mendengar suara motor Randra. Makin lama suara motor itu makin dekat. Dalam hati Citra berjanji, jika Randra Lewat, ia akan langsung menjerit memanggil nama cowok itu dan meminta tumpangan. Karena Citra sudah bersumpah untuk tidak pernah telat lagi.
Motor Randra semakin dekat dan siapa sangka, Randra berhenti disamping Citra.
Bukan main Citra terkejut. Niat hati ingin meneriaki Randra, tapi malah cowok itu yang menghampirinya.
"Bareng, yuk?" tawar Randra.
Kali ini Citra menghentikan langkah kakinya, Randra pun demikian.
"Enggak. Makasih,"
Siapa pun pasti akan geleng-geleng kepala melihat sikap Citra. Beberapa saat lalu ia sendiri yang berjanji akan meminta tumpangan Randra. Tapi begitu Randra sendiri yang menawarkan kenapa dia menolak. Aneh bin gila! Perempuan dan jalan pikirannya yang susah ditebak.
Sejujurnya saat ini yang Citra rasakan adalah gugup. Bagaimana pun ini adalah kali pertamanya seorang cowok mengajaknya naik motor. Apalagi cowok itu tampan, jelas lah ada sedikit debaran-debaran aneh di dadanya. Walaupun ia tahu Randra hanya berniat menolong tidak ada maksud lain.
"Ayolah, nanti kamu telat lagi."
Citra terlihat menimbang-nimbang. Entah apa yang ia timbang lagi. Langsung naik saja apakah sesulit itu.
"Ayo."
Citra pun naik ke motor Randra. Duduk manis menyamping. Debaran-debaran itu makin menjadi-jadi bahkan setelah sampai di sekolah.
Citra diturunkan di pintu masuk utama. Sedangkan Randra ke parkiran. Sebelum turun Citra mengucapkan Terima kasih yang dibalas Randra dengan senyum tipis.
***
Hari berlalu, malam berganti pagi. Aktifitas dengan ratusan potong risol tetap dilakukan. Bedanya di beberapa pagi terakhir ini Citra selalu menebeng dengan Randra. 3 sampai 4 kali seminggu.
Lama lama Citra merasa segan juga. Sesekali ia sengaja pergi lebih cepat yang otomatis harus bangun lebih pagi agar gulungan risol tidak terganggu demi tidak menumpang dengan Randra.
Seperti pagi ini. Citra bangun jam 3 pagi. Yuna sampai heran dengan adiknya itu. Sebelum menggulung risol Citra mengingatkan. "Gue selesai jam 6 ya. Jangan disuruh lebih dari jam 6. Gue gak mau telat. Awas aja kalau udah jam 6 masih lo suruh-suruh. Selamanya gue gak mau bantu lo lagi," ancam Citra. Yuna pun tidak berani membantah ancaman adiknya itu.
Jam 6 lebih 50 menit Citra berangkat. Sesuai tebakannya, ia tidak menemui Randra di jalan. 25 menit kemudian, ia sampai di sekolah.
Citra berjalan santai menuju kelas, jalan santai adalah hal yang jarang dia lakukan. Sesekali ia tersenyum manis, bangga pada diri sendiri yang berhasil untuk tidak terburu-buru di pagi ini.
Namun senyum Citra langsung sirna melihat seorang cowok berbadan atletis dan rambut lebat itu berjalan melewatinya.
Ahh! Randra. Kenapa dia tidak menyapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rame-Rame Coffe Shop
Genç Kız EdebiyatıMampukah Citra memantaskan diri untuk Randra agar ia bisa bebas mencintai pria itu tanpa dihalangi siapapun? Atau akhirnya mereka harus berpisah lagi. *judul mungkin berubah