Pagi ini Citra tidak telat dan sudah duduk di bangku nya menunggu bel masuk berbunyi. Dari arah pintu masuk, Citra melihat Intan. Teringat lagi ejekan-ejekan laknatullah Intan kemarin.Muka mirip risol
Miskin
Duhh. Kasar sekali Intan itu.
Citra pasti tidak akan begitu sakit hati jika yang mengata-ngatainya adalah orang lain. Tapi dia itu Intan, yang sudah Citra anggap sahabat. Pastilah setelah ini Citra tahu diri, menjauh, stop berteman lagi. Apa lagi setelah tahu bahwa selama ini dia hanya dimanfaatkan untuk mendapat contekan.
Citra langsung buang pandangan ke luar jendela. Ogah bertemu mata dengan Intan. Ia juga akan sangat bersyukur jika Intan tidak menegurnya.
"Citt..." panggil Intan akhirnya.
"Cat cit cat cit. Sok asik banget sih ini kampret." batin Citra.
Dalam sepersekian detik dalam otak Citra berperang untuk balik sapa atau pura-pura tak mendengar. Tapi ternyata Citra tidak sekuat itu. Citra belum bisa menjadi seorang yang ketus, ia memilih balik menyapa Intan.
"Iya..." Citra tersenyum.
"Ciee... Kamu hari ini gak telat lagi. Malah kayaknya kamu gak pernah telat lagi, deh. Salut aku, kamu bisa upgrade diri," ucap Intan dengan senyum termanisnya.
"duhh.. Udah lah Intan gak usah basa-basi sok manis gitu. Bilang aja lo mau contekan gue kan?" ucap Citra dalam hati.
Citra berjanji kali ini dan seterusnya Intan tidak akan pernah mendapat contekan apapun dari Citra. Biar satu kelas tahu bahwa gadis tercantik sekelas 11 ini sebenarnya tidak pintar.
"Aku bangunnya lebih cepat," balas Citra, singkat.
"Kamu masih bantuin kak Yuna buat risol?"
"Oh jelas masih, dong. Setiap hari gak pernah libur. Gak lihat nih muka aku udah kaya risol," ucap Citra sambil tertawa sarkas.
"Kayak risol apaan? Kamu tuh cantik tahu."
Citra hanya tersenyum mendengar ucapan penuh dusta itu.
"Oh ya, Cit. Aku lihat tugas sejarah, ya. Bolehkan?"
Kan! Pasti minta contekan.
Citra ingin sekali berkata tidak. Tapi entah kenapa mulutnya tiba-tiba seperti terkunci.
"Kenapa diam, Cit? Sini tugas kamu biar aku salin."
Citra masih diam. Segitu gampangnya Intan meminta contekan. Kenapa Citra baru sadar sekarang.
"Cepat dong, Citra. Udah mau masuk kelas nih. Kamu mau aku dihukum karena gak siap tugas?" pinta Intan memohon dengan wajah memelas yang dibuat-buat.
Citra mengambil buku dalam tas nya. Se-segan itu dia menolak permintaan Intan. Padahal ia sudah tahu sehina apa Intan menganggapnya. Namun sebagai people pleaser, Citra tidak bisa menolak permintaan seseorang. Kalau begini terus mau sampai kapan Citra dibodohi dan dimanfaatkan Intan.
"makasih..." ucap Intan sambil menarik buku tulis dari tangan Citra.
***
Di jam istirahat, Citra melipir ke lapangan basket. Kebetulan lapangan basket ini dekat dengan lab komputer yang memiliki akses Wi-Fi yang selalu aktif. Citra yang ponselnya sudah otomatis tersambung Wi-Fi gratis itu memilih untuk menghabiskan waktu istirahat di pinggir lapangan basket dari pada di kantin. Citra sengaja tidak duduk tepat di depan lab komputer agar tidak ketahuan murid lain bahwa ia memakai Wi-Fi gratisan. Uang untuk makan di kantin saja ia tidak punya apa lagi untuk beli kuota.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rame-Rame Coffe Shop
ChickLitMampukah Citra memantaskan diri untuk Randra agar ia bisa bebas mencintai pria itu tanpa dihalangi siapapun? Atau akhirnya mereka harus berpisah lagi. *judul mungkin berubah