8. Mulai Berteman

6 0 0
                                    

"Belvania Aksara Luna, ayo bangun sayang.. kamu bisa kesiangan nanti. Hari ini kamu ujian kenaikan loh nak," suara Sara sudah menggema di depan kamar gadis cantik yang masih memejamkan matanya itu.

"Iya bun, 5 menit lagi." Ujarnya dalam hati. Tentu saja sang bunda masih terus memanggilnya, "Hhh," Aksa menghembuskan napasnya kasar, ia langsung duduk.

"IYAAA BUNDAAA AKSA UDAH BANGUN,"

Berusaha mengumpulkan kesadaran sebanyak mungkin sebelum ia melangkah ke kamar mandi untuk bersiap.

"Nah gitu dong, aduh cantik banget anak bunda.. muahh." Sara menghampiri Aksa dan mencium pipi gadis itu, ada rasa haru dalam diri wanita itu. Tidak terasa anak gadisnya sudah sebesar ini.

"Makasih ya bun," Sara mengernyit bingung dengan ucapan terimakasih tiba-tiba Aksa.

"Makasih untuk apa nak?" Tanya Sara. Aksa tersenyum dan memeluk bundanya.

"Makasih buat semua yang udah bunda kasih untuk Aksa, makasih ya bun, Aksa sayang banget sama bunda."

Sara yang mendapat serangan manis bertubi dari anaknya pun tak sanggup menahan air matanya, ia mengurai pelukan Aksa. Menangkup wajah yang mirip dengan suaminya, cantik, Aksa sangat cantik.

Rambut yang hitam legam, dahi kecil yang selalu mengkerut ketika gadis itu sedang berpikir keras, alis mata yang pas, bulu mata lentik, mata sayu yang menenangkan, hidung mancung, bibir yang merah muda dan penuh, semua terlihat pas diwajah Aksa.

"Nak, bunda yang makasih sama Aksa. Karna Aksa sudah hadir di hidup bunda, sudah buat bunda banyak menerima pelajaran baru disetiap pertumbuhan kamu, janji ya sama bunda, Aksa harus selalu bahagia dan ceria." Ujar Sara, ia tak hentinya mengusap lembut pipi anaknya.

"Ih kok nangis? Cup-ah, bun jelek ih tuh iiiih," Aksa menyeka air mata bundanya, Sara tertawa kecil karna ledekan anaknya.

"Bunda juga harus janji ya sama Aksa, untuk selalu sehat dan panjang umur. Aksa akan selalu bahagia kalo liat bunda sehat dan bahagia," pinta gadis itu sungguh-sungguh.

"Tuh kamu bicaranya gitu, bunda kan jadi mewek, bunda janji nak, bunda akan selalu ada dalam perjalanan hidup Aksa." Sara kembali mendekap anaknya.

"Ih udah-udah ah, ini nanti kesiangan, ayo kita sarapan. Bunda juga harus ke kantor kan, cuci muka yaa jelek tuh hiii," ujar Aksa, mereka kemudian sarapan bersama.

Pagi ini Aksa memilih untuk mengendarai mobilnya, karna kalau dipikir-pikir ini masih terlalu pagi untuk dikatakan berangkat sekolah.

"Pagi pak," sapa Aksa pada security sekolahnya.

Biasanya jika ujian seperti ini kelas mereka yang sebenarnya akan diacak, jadi mereka akan sekelas dengan murid dari kelas lain.

Aksa berjalan melewati koridor sekolahnya yang sudah cukup ramai, ia melangkah ke arah mading untuk melihat kelas mana yang akan ia tempati.

"Gila, rame banget sih." Keluh gadis itu ketika melihat kerumunan siswa yang hendak melihat nama mereka juga.

"Eh?"

Aksa terkejut sedikit karna tiba-tiba seseorang memegang kedua bahunya, namun belum sempat menoleh tubuhnya sudah terdorong kedepan menembus kerumunan.

Meski terdorong Aksa merasa orang di belakangnya ini tak memaksa dirinya untuk menjadi tameng hingga bisa sampai ke depan mading, Aksa merasa tubuh besar itu malah melindunginya dan murid lain pun malah seperti memberi jalan mereka.

Aksa yakin orang ini adalah laki-laki karna dari cengkramannya terasa bahwa tangan orang itu besar, dan dibalik punggung Aksa juga bisa menebak kalau itu memang laki-laki.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THE RAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang