05

3K 558 55
                                    

Jeno menghela nafas dengan wajah datar saat melihat Jaemin masih sesenggukan, pria itu duduk pada kantin museum. Ia menyodorkan segelas kopi membuat Jaemin mendongak menatap pria yang berdiri di depannya, dia pandangi Jeno yang akhirnya memilih duduk di depannya.

"Minumlah agar kondisimu tenang!" Perintah Jeno lembut.

Jaemin meraih gelas kopi dari sterofoam itu lalu meneguknya perlahan di tengah kondisinya yang masih sesenggukan. Setelahnya, dia letakkan kembali gelas kopi itu dan menenangkan diri.

Sementara lawan bicaranya hanya duduk bersandar dengan kedua tangan terlipat di dada. Memandangi Jaemin yang masih menenangkan diri. Raut wajahnya tampak kacau dan pandangannya kosong.

Sejak tadi, Jaemin terus memikirkan cincin di dalam kotak kaca itu. Entah apa yang begitu menyakitkan membuatnya sesenggukan sampai sesak nafas. Ada rasa luka mendalam, nyeri yang menjalari sekujur tubuhnya saat melihat cincin yang terbuat dari batu giok hijau itu.

Merasa Jaemin mulai tenang, Jeno mengeluarkan cincin giok hijau itu dan meletakkannya di atas meja membuat Jaemin tersentak. Dia pandangi Jeno penuh tanya karena ia masih lemas selepas meraung tadi.

"Tuan..." Pekik Jaemin

"Museum ini, aku yang mendirikannya." Ujar Jeno membuat Jaemin yang sudah menatapnya dengan mata bulat, semakin membulatkan matanya karena terkejut dua kali.

"Saat sekolah menengah atas, aku pergi mendaki dengan teman-temanku, aku menemukan cincin itu." Jeno mulai bercerita.

"Itu adalah awal mula mimpi itu datang..." Tuturnya.

Jaemin menatap Jeno yang bercerita dengan pandangan kosong, mungkin lebih tepatnya, tengah mengingat kisah yang ia ceritakan.

"Semenjak aku menemukan cincin itu, perlahan, ada mimpi-mimpi aneh tentang dua anak kecil yang berlarian di sebuah halaman kerajaan... Kemudian potongan mimpi itu terus berlanjut seperti membentuk suatu cerita." Jeno melanjutkan ceritanya.

Sementara Jaemin menjadi pendengar yang baik, kisah yang di ceritakan Jeno, membuatnya memutar kilas balik pertama kali ia juga mendapatkan mimpi itu.

"Lalu, aku melakukan perjalanan dan penelitian lagi, menemukan banyak peninggalan kerajaan, membaca sejarah dan berakhir menemukan fakta, bahwa aku adalah Panglima Lee di kehidupan terdahulu." Ujarnya.

"Sekarang, kau bisa memilikinya." Ucap Jeno menunjuk cincin itu dengan dagunya membuat Jaemin bingung.

"Kenapa aku?"

"Karena cincin itu milik Yang Mulia." Jawab Jeno membuat Jaemin memandangi cincin dari batu giok itu.

"Aku menyimpan cincin itu di sini, sebelum aku memberikannya padamu. Sebenarnya, kisah kita tidak ada dalam sejarah dan tidak perlu di masukkan dalam museum."

"Tapi, dalam sejarah, di ceritakan bahwa kau meninggal dengan mengenakan cincin itu." Lanjutnya.

Jaemin mengulum senyum tipis lalu mengambil cincin itu dan memandanginya. Dia kembali menatap Jeno yang juga menatapnya.

"Apa yang kau butuhkan agar kau percaya bahwa kita berdua adalah reinkarnasi?"

"Apa yang harus aku lakukan agar Tuan berhenti? berapa kali sudah kukatakan bahwa aku ingin memutus kisah ini?" Jaemin menimpali.

"Aku juga sudah mengatakan, aku tidak peduli jika kau sakit, kita harus sakit berdua." Sahut Jeno tak mau kalah dengan wajah dingin.

"Alasan kita di pertemukan kembali, apakah menurutmu untuk mengakhiri kisah kita?" Tanya Jeno menelisik ke arah Jaemin.

Until I Found Him [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang