Aurel: Maaf Kak, aku kira tadi Rudi ketua kelompokku, tapi ternyata itu Kakak.
Setelah mengirim balasan itu, tubuhku ambruk ke atas tempat tidur lalu menutup wajahku dengan bantal karena malu. Kak Sagara pasti menertawaiku karena menganggapnya orang lain.
"Jangan malu-maluin lagi," kataku menyemangati diri lalu membuka pesan Kak Sagara lagi.
Sagara: Foto sejelas itu kamu enggak liat?
Jika dilihat sekilas, foto profil Kak Sagara benar-benar terlihat seperti Rudi. Apalagi fotonya diambil dari jauh. Jadi sangat wajar jika aku mengira dia Rudi.
Aurel: Enggak Kak, maaf.
Sagara: Oke lupakan. Oh ya, katanya Ibumu buka jasa katering ya? Terus katanya salah satu menunya buat diet. Bener?
Aku takjub dengan kecepatan jari Kak Sagara dalam mengetik pesan balasan untukku. Dia bahkan bertanya tanpa ragu yang membuatnya terlihat cerewet, padahal jika berharapan langsung, dia terlihat seperti pria kaku.
Aurel: Iya Kak. Kakak tau dari mana ya?
Sagara: Tadi di kasih tau Prabu.
Prabu, nama itu langsung bisa kukenali. Dia adalah kakak pembimbing di kelompokku. Dia memang sempat ikut saat kami makan siang tadi dan sempat ada yang bertanya tentang bekalku karena terlihat menarik.
Sebenarnya bekalku sengaja dibuat semenarik itu agar teman-temanku bertanya tentang hal itu. Ini adalah teknik marketing yang Ibuku lakukan sejak masa SMA.
Sagara: Bisa pesan?
"Aurel...."
Panggilan itu membuatku tersentak kaget. Ibu muncul di jendela dengan membawa pakaian kotor.
"Belum mandi juga?"
"Ih Ibu, ini lagi balesin pesan senior yang nanya tentang katering Ibu," kataku sambil cemberut.
Binar-binar di mata Ibu terlihat jelas begitu aku menyebut jika ada senior yang bertanya tentang usaha kateringnya itu.
"Cepet bales. Kamu harus bisa buat seniormu itu jadi langganan Ibu," katanya penuh semangat.
"Asal ada persenannya aja kalau aku banyak bawa pelanggan baru."
"Iya. Sana bales pesan seniormu itu yang bener," kata Ibu memperingati lalu berlalu.
Drrrt! Drrrt!
Getaran itu berasal dari panggilan Kak Sagara. Mataku tidak henti-hentinya melotot dibuatnya. Kak Sagara benar-benar membuatku merasa gugup hari ini.
Awalnya aku tidak langsung mengangkatnya karena mengira ini salah tekan. Tapi panggilan telepon itu tidak kunjung dimatikan yang membuatku akhirnya mengangkatnya.
"Halo?"
"Terima pesanan buat besok kan?" Dia langsung mengatakan tujuannya meneleponku.
Tenggorokanku tiba-tiba terasa serak dan untuk mengeluarkan suara saja aku merasa ragu untuk melakukannya.
"Aurel?" panggilnya karena tidak mendapatkan respon.
"Ah, iya Kak! Kalau cuman beberapa porsi bisa Kak. Tapi kalau jumlah banyak harus dikasih tahu minimal sehari sebelumnya. Eh tapi kalau sampai ratusan sih enggak bisa sehari sebelumnya. Terus kalau mau pesen dalam jumlah banyak mesti bayar setengah di muka."
Aku tersenyum lega setelah mengatakannya. Namun sesaat kemudian senyumku memudar setelah mendengar suara tawa Kak Sagara.
"Kamu bicaranya cepet banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped in Marriage
DragosteKenalan → Dijodoh-jodohin → Pacaran → Nikah → Nyesel?! Aurellia Pradipta tidak pernah merasa seberuntung itu, karena dia yang menyukai Sagara, ternyata ingin dijodohkan dengannya. Hingga akhirnya Aurel bisa menikah dengan Sagara, walau dengan cara...