"Kamar sudah, baju-baju sudah, apa lagi ya yang kurang?" Minho sedang mengabsen perlengkapan yang sejak pagi tadi ia siapkan untuk menyambut kedatangan anggota baru di keluarga kecilnya. Tadi malam mereka sempat mampir ke toko yang menjual perlengkapan anak untuk membeli beberapa baju dan juga barang-barang lainnya. Belum terlalu banyak, khawatir anaknya nanti kurang suka.
"Ah, iya! Aku lupa beli mainan." menepuk dahinya kencang, Minho teringat satu hal yang paling penting untuk anak-anak dan ia justru lupa membelinya. Calon ayah itu pun keluar dari kamar yang sejak pagi ia rapikan untuk dijadikan kamar anaknya, berjalan ke arah dapur untuk menemui suami tampannya yang juga sedang sibuk menunggu kue buatan Minho matang.
"Kita belum beli mainan buat Lici, mas." ujar Minho begitu jaraknya dengan sang suami tidak lagi berjauhan. Chan yang sedang duduk di kursi dapur sambil menatap oven itu pun seketika menoleh, "nanti kita beli sekalian jalan pulang, sayang. Kita belum tahu Lici suka mainan yang seperti apa." Benar juga, mereka baru mengenal anak laki-laki bernama Felix yang menyebut namanya sendiri dengan panggilan Lici itu beberapa bulan. Masih perlu waktu untuk pendakatan dan mengenal lebih dalam karakter si anak.
Ting!
Bunyi dari oven sebagai penanda kue buatannya matang terdengar nyaring. Chan dengan semangat bergegas mengambil sarung tangan kemudian mengeluarkan kue dari dalam oven. Semerbak aroma coklat menguar, seloyang kue brownies buatan Minho matang dengan sempurna.
Plak!
Tepukan keras terdengar menggema di dapur yang tak seberapa luas itu. Pelakunya adalah si manis yang memukul tangan suaminya sebagai bentuk menggagalkan aksi anarki, "jangan dirusak!" Iya, Chan baru saja hendak mencubit kue buatan Minho dengan tangannya, "cuma mau cicip, cutie." Keluhnya sambil meringis menahan nyeri, pukulan Minho lumayan kencang rupanya.
Masih terlalu pagi untuk berdebat, Minho akhirnya mengalah dengan mengambil pisau kue kemudian memotong browniesnya. Satu suapan ia berikan untuk Chan dan satu lagi ia makan sendiri, ikut mencicipi khawatir terlalu manis atau malah kurang manis.
"Manis, persis yang buat."
"Dasar pak tua, gombal!"
Biar begitu Minho tetap tersipu. Sudah dibilang kan kalau Minho masih merasa malu jika Chan ucapkan kata manis seperti itu?
"Sudah sana kamu mandi! Nanti kita terlambat jemput Lici."
Chan mengerang malas, "masih nanti loh, sayang. Aku baru saja merencanakan sesuatu."
Alis Minho bertaut akibat kerutan di dahinya, "apa?" Tanyanya heran. Suaminya ini sejak pagi hanya merecoki Minho saja. Ya, sekarang juga masih pagi, baru pukul sembilan. Tapi tetap saja Minho kesal karena Chan tidak mau membantunya merapikan kamar dan barusan bilang punya rencana. Jelas Minho heran.
"Mau rebahan, hehe" jawab Chan dengan diikuti cengirannya. Jelas Minho kesal, maka sekali lagi ia hadiahkan pukulan sayang di lengan kekar pak tuanya.
"Mandi!" Minho menarik Chan agar bangun dari kursinya kemudian mendorong pria itu agar bergegas ke kamar mandi. Dengan malas Chan turuti perintah suami manisnya.
▪︎▪︎▪︎
Perjalanan menuju panti asuhan memerlukan waktu sekitar dua jam. Jarak dari tempat mereka tinggal terpaut cukup jauh dengan lokasi panti. Sudah lebih dari setengah perjalanan mereka lewati dengan Minho yang tidak melepas tangan Chan sama sekali.
"Relaks, sayang. Inhale... exhale..." Chan berusaha menenangkan si manis yang merasa gugup.
"Aku takut, pak." Cicitnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cutie n Old Man (Minchan Ft. Felix)
FanfictionDi ulang tahun pernikahan yang ketiga, Chan memberikan hadiah spesial untuk suami manisnya. Di usia yang ketiga itu pula mereka memulai kisah baru dengan bertambahnya satu anggota keluarga. ▪︎ BxB / MxM ▪︎ Fiksi ▪︎ Bangchan, Lee Minho, Lee Felix